Uni Eropa gelontorkan dana 650 ribu euro untuk Kalbar
14 Januari 2020 17:28 WIB
Hans Farnhammer, Kepala Kerjasama Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia melakukan foto bersama dengan pejabat di Kalimantan di Pontianak, Selasa (14/1/2020) ANTARA/Rendra Oxtora
Pontianak (ANTARA) - Uni Eropa menggelontorkan dana sebesar 650 ribu euro atau sekitar Rp9,9 miliar untuk program penguatan peran komunitas desa dan organisasi masyarakat sipil (OMS) di Kabupaten Layak Anak Provinsi Kalimantan Barat.
"Dana itu digelontorkan selama empat tahun dimana World Vision Jerman dan Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama dengan Uni Eropa telah membantu masyarakat Kalimantan Barat di 50 desa, 10 kecamatan dan 3 kabupaten melalui program tersebut," kata HE Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia melalui Hans Farnhammer, Kepala Kerjasama Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia di Pontianak, Selasa.
Baca juga: Uni Eropa bantu Rp1,3 miliar korban tsunami Selat Sunda
Hans mengatakan program ini telah membawa banyak perubahan positif, terutama dalam peningkatan kualitas fasilitas kesehatan serta komitmen daerah untuk menjadi kabupaten layak anak.
Program ini yang menerima dana hibah Uni Eropa ditujukan untuk organisasi masyarakat sipil, kelompok kerja Kabupaten Layak Anak (KLA), forum anak, dan pemerintah daerah, untuk terlibat dalam pengawasan kebijakan di sektor kesehatan dasar dan kesejahteraan masyarakat. Sebanyak 178 fasilitator yang tersebar di 50 desa telah dilatih dan terlibat dalam dialog dan aksi bersama pemerintah dan masyarakat.
Baca juga: Uni Eropa bantu Rp1,6 miliar korban letusan Gunung Agung
Hasilnya, tiga kabupaten yakni Sintang, Melawi dan Sekadau berkomitmen untuk menjadi kabupaten layak anak, sehingga anggaran untuk sektor kesehatan meningkat setiap tahun sesuai dengan tujuan proyek.
Baca juga: Presiden Jokowi minta PM Rutte bantu lancarkan negosiasi "CEPA" RI-UE
Layanan Puskesmas telah beroperasi selama 24 jam, demikian juga kualitas layanan dan fasilitas telah meningkat di 40 Posyandu dan Puskesmas.
Partisipasi organisasi masyarakat sipil juga dapat mendorong peningkatan alokasi anggaran kabupaten untuk sektor kesehatan di ketiga kabupaten selama berlangsungnya program.
Mengacu pada peraturan pemerintah pusat, alokasi anggaran untuk kesehatan dan kesejahteraan minimum 10 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di Sintang, alokasi anggaran untuk kesehatan telah meningkat dari Rp174 miliar atau 9,51 persen (2016) menjadi Rp307 miliar atau 15,84 persen (2019).
Di Melawi, meningkat dari Rp121 miliar atau 10,91 persen (2016) menjadi Rp157 miliar atau 13,44 peren (2019), sementara di Sekadau meningkat dari Rp58 miliar atau 7,07 persen (2016) menjadi Rp70 miliar atau 8,14 persen (2019).
Peningkatan alokasi anggaran digunakan untuk pembangunan dan renovasi fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu, dan biaya operasional Puskesmas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sumber penerimaan daerah, terutama anggaran dari pemerintah pusat.
Meskipun program tidak dapat mengendalikan anggaran kabupaten, kenyataannya telah terjadi peningkatan alokasi anggaran kesehatan di tiga kabupaten sasaran melalui upaya Koalisi OMS.
Selain itu, koalisi organisasi masyarakat sipil telah berhasil merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan beberapa peraturan daerah seperti:
Pembaruan Surat Keputusan Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak di Sintang, Melawi dan Sekadau, Peraturan Kabupaten Melawi Nomor 3 Tahun 2018 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Kabupaten Sintang Nomor 12 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi, Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan Kabupaten Layak Anak dan Rencana Aksi 2018-2021 di Kabupaten Sintang, Sekadau, dan Melawi.
"Uni Eropa senang telah mendukung transparansi dan akuntabilitas layanan publik dan pengelolaan anggaran terkait dengan Kabupaten Layak Anak di Kalimantan dan kami berharap hasil program ini dapat membantu membangun sistem perlindungan anak yang komprehensif secara nasional untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan, pelecehan, penelantaran dan eksploitasi anak," kata Hans.
Pihaknya juga sangat mengapresiasi kerja sama yang dilakukan bersama Uni Eropa sejak 2016 hingga sekarang dan berharap apa yang sudah berjalan ini dapat diteruskan oleh pemerintah kabupaten dan provinsi dan juga masyarakat.
"Hal ini akan membantu terwujudnya lingkungan yang lebih baik bagi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal," kata Doseba T Sinay Direktur Nasional WVI.
Program serupa juga diterapkan oleh WVI di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kupang, Timor Tengah Utara (TTU), dan Sikka.
Alysius, seorang fasilitator di Desa Rirang Jati, Kecamatan Nanga Taman, Kabupaten Sekadau, mengatakan bahwa pada tahun 2017 Desa Rirang Jati hanya memiliki satu Posyandu dan satu bidan desa.
"Sekarang kami sudah memiliki 3 posyandu, 2 tenaga kesehatan dan banyak kader posyandu yang membantu," tutur Alysius.
"Dana itu digelontorkan selama empat tahun dimana World Vision Jerman dan Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama dengan Uni Eropa telah membantu masyarakat Kalimantan Barat di 50 desa, 10 kecamatan dan 3 kabupaten melalui program tersebut," kata HE Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia melalui Hans Farnhammer, Kepala Kerjasama Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia di Pontianak, Selasa.
Baca juga: Uni Eropa bantu Rp1,3 miliar korban tsunami Selat Sunda
Hans mengatakan program ini telah membawa banyak perubahan positif, terutama dalam peningkatan kualitas fasilitas kesehatan serta komitmen daerah untuk menjadi kabupaten layak anak.
Program ini yang menerima dana hibah Uni Eropa ditujukan untuk organisasi masyarakat sipil, kelompok kerja Kabupaten Layak Anak (KLA), forum anak, dan pemerintah daerah, untuk terlibat dalam pengawasan kebijakan di sektor kesehatan dasar dan kesejahteraan masyarakat. Sebanyak 178 fasilitator yang tersebar di 50 desa telah dilatih dan terlibat dalam dialog dan aksi bersama pemerintah dan masyarakat.
Baca juga: Uni Eropa bantu Rp1,6 miliar korban letusan Gunung Agung
Hasilnya, tiga kabupaten yakni Sintang, Melawi dan Sekadau berkomitmen untuk menjadi kabupaten layak anak, sehingga anggaran untuk sektor kesehatan meningkat setiap tahun sesuai dengan tujuan proyek.
Baca juga: Presiden Jokowi minta PM Rutte bantu lancarkan negosiasi "CEPA" RI-UE
Layanan Puskesmas telah beroperasi selama 24 jam, demikian juga kualitas layanan dan fasilitas telah meningkat di 40 Posyandu dan Puskesmas.
Partisipasi organisasi masyarakat sipil juga dapat mendorong peningkatan alokasi anggaran kabupaten untuk sektor kesehatan di ketiga kabupaten selama berlangsungnya program.
Mengacu pada peraturan pemerintah pusat, alokasi anggaran untuk kesehatan dan kesejahteraan minimum 10 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di Sintang, alokasi anggaran untuk kesehatan telah meningkat dari Rp174 miliar atau 9,51 persen (2016) menjadi Rp307 miliar atau 15,84 persen (2019).
Di Melawi, meningkat dari Rp121 miliar atau 10,91 persen (2016) menjadi Rp157 miliar atau 13,44 peren (2019), sementara di Sekadau meningkat dari Rp58 miliar atau 7,07 persen (2016) menjadi Rp70 miliar atau 8,14 persen (2019).
Peningkatan alokasi anggaran digunakan untuk pembangunan dan renovasi fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu, dan biaya operasional Puskesmas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sumber penerimaan daerah, terutama anggaran dari pemerintah pusat.
Meskipun program tidak dapat mengendalikan anggaran kabupaten, kenyataannya telah terjadi peningkatan alokasi anggaran kesehatan di tiga kabupaten sasaran melalui upaya Koalisi OMS.
Selain itu, koalisi organisasi masyarakat sipil telah berhasil merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan beberapa peraturan daerah seperti:
Pembaruan Surat Keputusan Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak di Sintang, Melawi dan Sekadau, Peraturan Kabupaten Melawi Nomor 3 Tahun 2018 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Kabupaten Sintang Nomor 12 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi, Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan Kabupaten Layak Anak dan Rencana Aksi 2018-2021 di Kabupaten Sintang, Sekadau, dan Melawi.
"Uni Eropa senang telah mendukung transparansi dan akuntabilitas layanan publik dan pengelolaan anggaran terkait dengan Kabupaten Layak Anak di Kalimantan dan kami berharap hasil program ini dapat membantu membangun sistem perlindungan anak yang komprehensif secara nasional untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan, pelecehan, penelantaran dan eksploitasi anak," kata Hans.
Pihaknya juga sangat mengapresiasi kerja sama yang dilakukan bersama Uni Eropa sejak 2016 hingga sekarang dan berharap apa yang sudah berjalan ini dapat diteruskan oleh pemerintah kabupaten dan provinsi dan juga masyarakat.
"Hal ini akan membantu terwujudnya lingkungan yang lebih baik bagi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal," kata Doseba T Sinay Direktur Nasional WVI.
Program serupa juga diterapkan oleh WVI di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kupang, Timor Tengah Utara (TTU), dan Sikka.
Alysius, seorang fasilitator di Desa Rirang Jati, Kecamatan Nanga Taman, Kabupaten Sekadau, mengatakan bahwa pada tahun 2017 Desa Rirang Jati hanya memiliki satu Posyandu dan satu bidan desa.
"Sekarang kami sudah memiliki 3 posyandu, 2 tenaga kesehatan dan banyak kader posyandu yang membantu," tutur Alysius.
Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: