Pengamat dorong distribusi BBM diutamakan untuk pulau terluar
14 Januari 2020 13:56 WIB
Sejumlah nelayan bersama teknisi memasang bantuan paket konverter kit untuk mengkonversi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) pada perahu nelayan di Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (4/12/2019). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/aww.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan kemaritiman Abdi Suhufan mendorong berbagai pihak terkait dapat mendistribusikan BBM utamanya untuk berbagai pulau terluar termasuk yang terdapat di sekitar kawasan perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
"Di Natuna ada SPDN (Solar Packed Dealer untuk Nelayan) terapung tapi kadang-kadang kekurangan pasokan BBM untuk nelayan," kata Abdi Suhufan kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Untuk itu, ujar Abdi yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) itu, perlu ditingkatkan koordinasi untuk memastikan ketersediaan BBM bagi kalangan nelayan Natuna.
Baca juga: KNTI: Akses BBM bagi nelayan masih menjadi persoalan
Ia memaparkan bahwa berbagai pihak terkait itu selain Pertamina dan BPH Migas, juga perlu bersinergi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sebelumnya, Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menyampaikan bahwa akses bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan masih menjadi persoalan yang dihadapi.
Baca juga: Menteri Edhy cari oknum aparat selewengkan BBM nelayan
Menurut dia, terdapat dua kendala utama yang menyebabkan nelayan-nelayan tradisional tidak dapat mengakses BBM bersubsidi, yakni sulitnya prosedur untuk mengakses BBM bersubsidi dan akses lokasi SPBN/SPBU yang jauh dari lokasi kapal nelayan bertambat labuh atau pemukiman nelayan.
"Kedua masalah itu dialami nelayan tradisional pada umumnya di semua lokasi meskipun pemerintah pusat dan daerah sebenarnya mengetahui persoalan itu sejak lama, namun nyaris tidak pemah melakukan langkah-langkah evaluatif terhadap kondisi itu," ucapnya.
Padahal, lanjut dia, BBM merupakan komponen paling penting dalam aktivitas melaut atau menangkap ikan "Lebih dari 60 persen biaya yang dibutuhkan dalam menangkap ikan dialokasikan hanya untuk membeli BBM," kata Dani Setiawan.
Di Indonesia ia menyampaikan, nelayan tradisional atau nelayan yang memiliki perahu berukuran 0-10 GT dapat mengakses BBM bersubsidi dengan syarat-syarat yang telah diatur pada Permen KP No 13/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu untuk Usaha Perikanan Tangkap.
Baca juga: Kementerian ESDM dorong program konversi BBM-BBG nelayan dan petani
"Di Natuna ada SPDN (Solar Packed Dealer untuk Nelayan) terapung tapi kadang-kadang kekurangan pasokan BBM untuk nelayan," kata Abdi Suhufan kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Untuk itu, ujar Abdi yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) itu, perlu ditingkatkan koordinasi untuk memastikan ketersediaan BBM bagi kalangan nelayan Natuna.
Baca juga: KNTI: Akses BBM bagi nelayan masih menjadi persoalan
Ia memaparkan bahwa berbagai pihak terkait itu selain Pertamina dan BPH Migas, juga perlu bersinergi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sebelumnya, Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menyampaikan bahwa akses bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan masih menjadi persoalan yang dihadapi.
Baca juga: Menteri Edhy cari oknum aparat selewengkan BBM nelayan
Menurut dia, terdapat dua kendala utama yang menyebabkan nelayan-nelayan tradisional tidak dapat mengakses BBM bersubsidi, yakni sulitnya prosedur untuk mengakses BBM bersubsidi dan akses lokasi SPBN/SPBU yang jauh dari lokasi kapal nelayan bertambat labuh atau pemukiman nelayan.
"Kedua masalah itu dialami nelayan tradisional pada umumnya di semua lokasi meskipun pemerintah pusat dan daerah sebenarnya mengetahui persoalan itu sejak lama, namun nyaris tidak pemah melakukan langkah-langkah evaluatif terhadap kondisi itu," ucapnya.
Padahal, lanjut dia, BBM merupakan komponen paling penting dalam aktivitas melaut atau menangkap ikan "Lebih dari 60 persen biaya yang dibutuhkan dalam menangkap ikan dialokasikan hanya untuk membeli BBM," kata Dani Setiawan.
Di Indonesia ia menyampaikan, nelayan tradisional atau nelayan yang memiliki perahu berukuran 0-10 GT dapat mengakses BBM bersubsidi dengan syarat-syarat yang telah diatur pada Permen KP No 13/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Rekomendasi Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu untuk Usaha Perikanan Tangkap.
Baca juga: Kementerian ESDM dorong program konversi BBM-BBG nelayan dan petani
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: