Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Peneliti dari Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember (Unej) Agung Kurnianto bersama peneliti lulusan College of Natural Resources and Enviroment Virginia Polytechnic Institute and State University (Virginia Tech) Deirdre Conroy menemukan jenis amfibi dan reptil yang memiliki habitat di hutan hidup di Kampus Unej.

"Saat melakukan observasi herpetofauna di Kampus Unej, kami bersama tim menemukan satu jenis amfibi dan dua reptil yang seharusnya memilkiki habitat di hutan, namun justru ditemukan di wilayah kampus Unej," kata Agung di Jember, Jawa Timur, Sabtu.

Kenakeragaman hayati di Kampus Unej yang melimpah ternyata memicu keingintahuan para peneliti baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk melakukan observasi, salah satunya seperti yang dilakukan peneliti hewan amfibi asal Amerika Serikat Deirdre Conroy.

"Herpetofauna adalah observasi terhadap hewan amfibi dan reptil yang biasanya dilakukan pada malam hari saat hewan amfibi dan reptil aktif," tuturnya.

Menurutnya temuan tersebut cukup menggembirakan karena pihaknya bersama tim menemukan jenis katak kecil, kadal serasah dan ular hijau viper yang berbisa yang biasanya ditemukan di hutan kini hidup di Kampus Unej.

"Penemuan katak kecil (Occidozyga sumatrana) di wilayah Kampus Unej patut disambut gembira karena keberadaan katak berukuran maksimal 1 cm itu menandakan bahwa kondisi alam kampus tersebut, khususnya kondisi airnya tergolong baik," katanya.

Ia menjelaskan hewan amfibi seperti katak hidupnya sangat tergantung pada air karena sebagian besar daur hidup dan proses reproduksinya ada di air, sehingga penemuan katak kecil itu membuktikan bahwa kualitas air di wilayah Kampus Unej tergolong baik.

"Jika kondisi air di suatu wilayah tercemar, maka yang pertama kali terkena dampaknya adalah hewan amfibi. Apalagi untuk katak kecil yang kulitnya sangat sensitif teradap perubahan kualitas air," ujarnya.

Agung mengatakan keberadaan hewan amfibi dan reptil di Kampus Unej yang beraneka ragam menunjukkan keberhasilan kampus setempat menjaga kelestarian wilayahnya karena pada umumnya hewan amfibi dan reptil mendiami satu daerah tertentu saja selama hidupnya, sehingga berbeda dengan hewan lain yang mampu berimigrasi.

"Jika di dalam satu wilayah hewan amfibi dan reptilnya berkembang biak dengan baik, maka kelestarian wilayah tersebut terjaga dengan baik dari waktu ke waktu," katanya.

Ia menjelaskan jika sebuah daerah kondisi alamnya rusak maka amfibi dan reptil yang paling rentan punah mengingat mereka tidak bisa pindah ke daerah lain, berbeda dengan burung yang bisa berimigrasi, salah satu contohnya penemuan kadal serasah yang jarang ditemukan di daerah lain.

Selain penemuan katak kecil dan kadal serasah, temuan istimewa di Kampus Unej adalah ular hijau viper sepanjang kurang lebih 70 cm dengan diameter sekitar 7 cm dan ukuran itu cukup besar untuk ukuran ular jenisnya, serta ditemukan juga ular kobra jawa, weling hingga sanca batik.

"Adanya beragam jenis ular itu karena makanannya berlimpah, sehingga ular tersebut bisa tumbuh dengan maksimal. Kami menemukan cukup banyak katak, kadal dan beberapa jenis cecak yang menjadi pakan ular," tuturnya.

Menurutnya masyarakat tidak perlu khawatir ular itu masuk ke ruangan untuk cari makanan, tapi tentu harus tetap wapada jika bertemu dengan jenis ular berbisa seperti ular hijau viper karena mengingat bisanya menyerang jaringan saraf manusia.

Sementara peneliti lulusan College of Natural Resources and Enviroment Virginia Polytechnic Institute and State University Deirdre Conroy mengapresiasi kondisi Kampus Unej yang ditumbuhi banyak pohon, sehingga harus terus dijaga agar tetap lestari.

"Saat melakukan observasi herpetofauna, saya menemukan hewan amfibi dan reptil yang menjadi minat saya. Keberadaan Kampus Unej penting di saat pelestarian lingkungan seringkali harus berhadapan dengan masalah pemenuhan kebutuhan manusia, sehingga habitat flora dan fauna yang ada harus dilindungi," katanya.
Baca juga: Perusahaan Afsel tertarik kembangkan varietas tebu karya peneliti Unej
Baca juga: Peneliti gajah sumatera berbagi ilmu untuk konservasi banteng
Baca juga: Pakar: tebu indonesia rawan penyakit SCMV