Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menyatakan meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dengan Iran di Timur Tengah hanya berpengaruh dalam jangka pendek ke perekonomian Indonesia.

Dalam wawancara dengan media di Jakarta, Jumat, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan risiko geopolitik, yang telah meningkatkan intervensi militer dari kedua negara itu, tidak menimbulkan tekanan yang signifikan terhadap kondisi makro ekonomi Tanah Air.

Hingga Jumat (10/1), pergerakkan nilai tukar rupiah masih berjalan sesuai mekanisme pasar. Di spot pada Jumat pagi, rupiah menguat 0,3 persen menjadi Rp13.813 per dolar AS dari Rp13.854 per dolar AS.

Baca juga: AS-Iran memanas, Menko Airlangga ingatkan potensi harga minyak naik

"Kami tidak melihat dampak secara signifikan terhadap kondisi makro ekonomi, stabilitas eksternal dan nilai tukar Rupiah," kata Perry.

Selain itu, lanjut Perry, premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) Indonesia juga tetap terjaga rendah dengan tren yang terus menurun.

"Dalam jangka pendek tentu saja beberapa risiko politik yang berkaitan dengan konflik Iran-As atau dengan Brexit tentu saja berpengaruh jangka pendek. Tapi itu secara fundamentalnya kami pandang tidak berpengaruh secara signifikan," ujar dia.

Baca juga: Skenario perang Amerika Serikat dan Iran

Meski demikian, BI akan terus memantau perkembangan global. Salah satunya, yang sedang ditunggu-tunggu pelaku pasar adalah negosiasi perdagangan fase pertama antara Amerika Serikat dengan China yang akan dinahas dalam waktu dekat ini.

Menurut Perry kesepakatan itu akan memberikan persepsi pasar yang positif bagi perekonomian global.

"Itu memberikan persepsi positif, bahwa ekonomi dunia tahun ini tumbuh sekitar 3-3,1 persen, atau meningkat dari 2,9 persen," ujarnya.

Dengan demikian, katalis positif tersebut juga memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor, mendukung pertumbuhan ekonomi dan mendorong aliran modal asing masuk.

"Kesepakatan perdagangan antara AS dan Tiongkok akan memberikan peluang bagi kita untuk meningkatkan ekspor dan mendukung pertumbuhan ekonomi dan juga memberikan persepsi risiko yang positif bagi aliran modal asing masuk ke dalam negeri," ujar Perry.