Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011-2016 Nurhadi (NHD) sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016.

"Yang bersangkutan diagendakan diperiksa sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Baca juga: KPK cegah mantan Sekretaris MA Nurhadi keluar negeri

Selain itu, KPK juga memanggil dua orang saksi untuk tersangka Nurhadi, masing-masing adalah pihak swasta atas nama Rezky Herbiyono yang juga merupakan menantu Nurhadi serta seorang karyawan swasta bernama Briand Elfyandi

KPK telah menetapkan Nurhadi sebagai tersangka pada 16 Desember 2019, bersama dua orang lainnya, yakni Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS), dan Rezky Herbiyono (RHE).

Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky Herbiyono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Sedangkan Hiendra selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Sebelumnya, Nurhadi juga terlibat dalam perkara lain yang ditangani KPK yaitu penerimaan suap sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang berasal dari mantan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, agar melakukan penundaan proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL).

Nurhadi dan Rezky disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b subsider pasal 5 ayat (2) lebih subsider pasal 11 dan/atau pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: KPK tetapkan mantan Sekretaris MA tersangka penerima suap-gratifikasi

Sedangkan Hiendra disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b subsider pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atas penetapannya sebagai tersangka, Nurhadi juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana praperadilan Nurhadi diagendakan pada Senin (13/1).