Mahasiswa KKN UMM dampingi anak-anak pekerja migran di Kinabalu
8 Januari 2020 19:25 WIB
Para mahasiswa UMM yang akan melakukan KKN internasional di Kinabalu, Malaysia, dengan program pendampingan terhadap anak-anak para Pekerja Migran Indonesia (PMI) di wilayah itu (ANTARA/HO/UMM)
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melakukan pendampingan terhadap anak-anak para pekerja migran Indonesia (PMI) di Kinabalu, Malaysia, melalui program kuliah kerja nyata (KKN) internasional.
"Kali ini skema KKN internasional UMM tengah fokus pada penanganan serius bagi anak-anak para pekerja migran Indonesia di luar negeri, terutama terkait peningkatan kualitas pendidikan mereka," kata Wakil Rektor III UMM, Dr Sidik Sunaryo di Malang, Rabu,
"Beberapa mahasiswa kami tempatkan di Kota Kinabalu, Negeri Sabah, Malaysia. Mereka akan membantu anak-anak para pekerja migran Indonesia di sana untuk meningkatkan pendidikan mereka," ujar Sidik Sunaryo.
Baca juga: 165 anak TKI ikut olimpiade sains kuark (OSK) di Sabah
Di kota pusat pemerintahan untuk Pantai Barat negeri Sabah ini diperkirakan ada lebih dari enam ratus ribu warga negara Indonesia (WNI). Jumlah ini baru perkiraan dari berbagai aktivitas yang dilakukan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kinabalu, Malaysia.
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa yang akan menjalani KKN di Kinabalu, Malaysia tersebut, kata Sidik, pihaknya mengundang Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial Budaya KJRI, Kota Kinabalu Cahyono Rustam dan memberikan kuliah umum yang dikemas dalam Pengarahan dan Pelepasan KKN mahasiswa UMM semester genap 2019/2020.
Cahyono Rustam dalam Pengarahan dan Pelepasan KKN mahasiswa UMM semester genap 2019/2020 itu mengatakan WNI yang tercatat di KJRI Pantai Barat negeri Sabah, Malaysia, hanya 151.000 orang.
Rata-rata para WNI yang datang ke Kinabalu untuk bekerja. Ada yang legal, memiliki majikan dan surat izin kerja. Adapula yang ilegal melalui berbagai jalan tikus. "Tiap bulan, kami memfasilitasi pemulangan WNI oleh Malaysia. Jumlahnya sekitar 300-an orang," tuturnya.
Pekerja Migran Indonesia, sebutan pengganti TKI, tidak hanya bekerja. Ada juga yang menikah lalu memiliki anak. Anak-anak yang lahir dari hasil pernikahan para PMI ini mayoritas tidak memiliki surat keterangan resmi seperti akta kelahiran, karena mereka menikah hanya dengan syarat agama.
Dalam hal ini KJRI bertugas mengusahakan untuk membuatkan berbagai surat keterangan sepadan untuk anak-anak para PMI. Untuk pendidikan, anak-anak PMI tidak dapat bersekolah di sekolah negeri Malaysia. Hal ini terkait dengan undang-undang yang dimiliki Malaysia.
"Bagi orang asing yang memiliki pendapatan di bawah 5.000 ringgit Malaysia, anak-anaknya tidak dapat disekolahkan di sekolah negeri," ucapnya.
Keadaan ini membuat pemerintah melalui KJRI menginisiasi berbagai metode demi pendidikan anak-anak PMI agar tetap mendapatkan asupan pengetahuan. Indonesia melakukan negosiasi dengan pemerintah Malaysia untuk mendirikan sekolah-sekolah alternatif.
Negosiasi ini pun berhasil, Indonesia mendapatkan izin untuk mendirikan sekolah alternatif. Antusias WNI begitu besar, pada saat awal berdirinya saja ada 1.000-an murid yang belajar.
Pada 2008, Indonesia melakukan negosiasi lagi dengan Malaysia untuk mendirikan lingkup belajar yang lebih besar, yakni Community Learning Center (CLC).
Pemerintah serius menangani berbagai masalah yang dihadapi para WNI di Malaysia, utamanya pendidikan bagi anak-anak. "Anda-anda yang yang KKN di sana nanti, mari kita bantu mendidik anak-anak WNI untuk berwawasan luas dan mencintai Indonesia," kata pria yang pernah menjadi pengajar sementara di FISIP UMM ini.
Selain skema KKN internasional di Kinabalu, Malaysia, mahasiswa UMM juga disebar ke sejumlah daerah. Untuk regional Jawa Timur di antaranya Malang Raya, Kota Probolinggo, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Madiun.
Baca juga: Konjen RI Sabah resmikan lagi sekolah anak TKI
"Kali ini skema KKN internasional UMM tengah fokus pada penanganan serius bagi anak-anak para pekerja migran Indonesia di luar negeri, terutama terkait peningkatan kualitas pendidikan mereka," kata Wakil Rektor III UMM, Dr Sidik Sunaryo di Malang, Rabu,
"Beberapa mahasiswa kami tempatkan di Kota Kinabalu, Negeri Sabah, Malaysia. Mereka akan membantu anak-anak para pekerja migran Indonesia di sana untuk meningkatkan pendidikan mereka," ujar Sidik Sunaryo.
Baca juga: 165 anak TKI ikut olimpiade sains kuark (OSK) di Sabah
Di kota pusat pemerintahan untuk Pantai Barat negeri Sabah ini diperkirakan ada lebih dari enam ratus ribu warga negara Indonesia (WNI). Jumlah ini baru perkiraan dari berbagai aktivitas yang dilakukan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kinabalu, Malaysia.
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa yang akan menjalani KKN di Kinabalu, Malaysia tersebut, kata Sidik, pihaknya mengundang Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial Budaya KJRI, Kota Kinabalu Cahyono Rustam dan memberikan kuliah umum yang dikemas dalam Pengarahan dan Pelepasan KKN mahasiswa UMM semester genap 2019/2020.
Cahyono Rustam dalam Pengarahan dan Pelepasan KKN mahasiswa UMM semester genap 2019/2020 itu mengatakan WNI yang tercatat di KJRI Pantai Barat negeri Sabah, Malaysia, hanya 151.000 orang.
Rata-rata para WNI yang datang ke Kinabalu untuk bekerja. Ada yang legal, memiliki majikan dan surat izin kerja. Adapula yang ilegal melalui berbagai jalan tikus. "Tiap bulan, kami memfasilitasi pemulangan WNI oleh Malaysia. Jumlahnya sekitar 300-an orang," tuturnya.
Pekerja Migran Indonesia, sebutan pengganti TKI, tidak hanya bekerja. Ada juga yang menikah lalu memiliki anak. Anak-anak yang lahir dari hasil pernikahan para PMI ini mayoritas tidak memiliki surat keterangan resmi seperti akta kelahiran, karena mereka menikah hanya dengan syarat agama.
Dalam hal ini KJRI bertugas mengusahakan untuk membuatkan berbagai surat keterangan sepadan untuk anak-anak para PMI. Untuk pendidikan, anak-anak PMI tidak dapat bersekolah di sekolah negeri Malaysia. Hal ini terkait dengan undang-undang yang dimiliki Malaysia.
"Bagi orang asing yang memiliki pendapatan di bawah 5.000 ringgit Malaysia, anak-anaknya tidak dapat disekolahkan di sekolah negeri," ucapnya.
Keadaan ini membuat pemerintah melalui KJRI menginisiasi berbagai metode demi pendidikan anak-anak PMI agar tetap mendapatkan asupan pengetahuan. Indonesia melakukan negosiasi dengan pemerintah Malaysia untuk mendirikan sekolah-sekolah alternatif.
Negosiasi ini pun berhasil, Indonesia mendapatkan izin untuk mendirikan sekolah alternatif. Antusias WNI begitu besar, pada saat awal berdirinya saja ada 1.000-an murid yang belajar.
Pada 2008, Indonesia melakukan negosiasi lagi dengan Malaysia untuk mendirikan lingkup belajar yang lebih besar, yakni Community Learning Center (CLC).
Pemerintah serius menangani berbagai masalah yang dihadapi para WNI di Malaysia, utamanya pendidikan bagi anak-anak. "Anda-anda yang yang KKN di sana nanti, mari kita bantu mendidik anak-anak WNI untuk berwawasan luas dan mencintai Indonesia," kata pria yang pernah menjadi pengajar sementara di FISIP UMM ini.
Selain skema KKN internasional di Kinabalu, Malaysia, mahasiswa UMM juga disebar ke sejumlah daerah. Untuk regional Jawa Timur di antaranya Malang Raya, Kota Probolinggo, Kabupaten Tulungagung, dan Kabupaten Madiun.
Baca juga: Konjen RI Sabah resmikan lagi sekolah anak TKI
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020
Tags: