Komisi III DPRD NTB rekomendasikan pemutusan kontrak PT GTI
7 Januari 2020 07:52 WIB
Suasana rapat dengar pendapat Komisi III DPRD NTB dengan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Zainul Islam dan Kepala Biro Ekonomi Setda NTB Lalu Wirajaya Kusuma beserta jajaran di Kantor DPRD NTB. (ANTARA/Nur Imansyah).
Mataram (ANTARA) - Komisi III DPRD Nusa Tenggara Barat merekomendasikan agar Pemerintah Provinsi NTB memutus kontrak lahan seluas 65 hektare yang dikelola PT Gili Trawangan Indah (PT GTI) di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
Rekomendasi pemutusan kontrak PT GTI ini didorong saat Komisi III DPRD NTB melakukan rapat dengar pendapat dengan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Zainul Islam dan Kepala Biro Ekonomi Setda NTB Lalu Wirajaya Kusuma di Kantor DPRD NTB, Senin (6/1).
"Kami di komisi III sepakat merekomendasikan kepada pimpinan DPRD agar kontrak PT GTI di Gili Trawangan diputus," kata Ketua Komisi III Bidang Keuangan dan Perbankan DPRD NTB, Sambirang Ahmadi di Mataram, Selasa.
Baca juga: Kejaksaan sarankan Pemprov NTB putuskan kontrak dengan PT GTI
Menurut politisi PKS ini, pemutusankontrak PT GTItersebut, lantaran daerah banyak dirugikan dengan perjanjian tersebut, terutama banyaknya potensi pendapatan yang hilang dari tempat itu. Bahkan, hasil perhitungan Dirjen Kekayaan Negara Wilayah Bali Nusa Tenggara, bahwa pendapatan daerah yang hilang di Gili Trawangan mencapai Rp2,3 triliun lebih.
Sementara pendapatan masyarakat yang mengelola kawasan itu tidak kurang mencapai Rp200 miliar setahun. Artinya potensi pendapatan daerah cukup besar.
"Bayangkan, provinsi selaku pemilik lahan hanya diberikan Rp22,5 juta setahun. Padahal, potensi disana cukup besar yang seharusnya memberikan dampak kepada daerah juga, pemasukannya kemana-mana tapi daerah tidak mendapatkan," jelasnya.
Menurut dia, wajar apabila pemutusan kontrak PT GTIdilakukan. Sebab, dalam perjanjian yang dilakukan tahun 1995, PT GTI berjanji akan memberikan kenaikan royalti setiap lima tahun kepada Pemprov NTB. Namun, kenyataannya daerah hanya diberikan Rp22,5 juta. Sementara, perputaran uang setiap harinya di destinasi andalan NTB itu mencapai Rp2-5 miliar.
"Belum lagi PT GTI ini berkomitmen membangun 150 cotagge di kawasan itu, tapi hingga sekarang tidak pernah terlaksana. Bisa dibilang pendapatan kita disitu bocor, bahkan seperti sering saya katakan jangan-jangan sudah diagunkan ijin itu," terang anggota DPRD dari daerah pemilihan (Dapil) V meliputi Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat itu.
Baca juga: Kejati NTB "pasang badan" selamatkan aset wisata bernilai triliunan
Anggota Komisi III DPRD NTB lainnya, Natsir mendukung pemutusan kontrak PT GTI dengan Pemprov NTB, karena secara kajian hukum, kontrak tersebut sudah tidak layak untuk dipertahankan, sehingga tidak ada lagi kerisauan hukum kontrak tersebut dihentikan.
"Begitu kontrak ini diputus, kita tata ulang kembali, sehingga memberikan manfaat bagi daerah dan semestinya ini juga bisa menjadi catatan bagi aset-aset Pemprov lainnya yang dikerjasamakan kepada pihak ketiga," ucap politisi PAN tersebut.
Sekretaris Komisi III DPRD NTB, Lalu Satriawandi, juga menyatakan pemutusan kontrak PT GTI merupakan sesuatu yang sudah lama dinanti oleh masyarakat. Apalagi, kasus lahan seluas 65 hektare tersebut mendapat perhatian dan mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kedua lembaga hukum tersebut sudah lebih dulu merekomendasikan agar Pemprov NTB memutus kontrak PT GTI," tegas politisi Partai Golkar tersebut.
Sementara itu, Kepala Biro Ekonomi Setda NTB Lalu Wirajaya Kusuma mengaku mendukung pemutusan kontrak PT GTI. Pasalnya, jika tinjau dari aspek ekonomi dan pendapatan daerah bahwakontrak PT GTI sudah tidak wajar jika melihat kenyataan perputaran pembangunan dan ekonomi di kawasan wisata andalan di NTB begitu pesatnya.
"Apa yang menjadi sikap Komisi III untuk memutus kontrak PT GTI kami juga mendukung. Karena di satu sisi PT GTI ini one prestasi disisi lainnya dari aspek ekonomi kenyataan di lapangan sudah layak diputus kontrak" katanya.
Baca juga: Capaian pembangunan NTB dinilai menggembirakan setahun Zul-Rohmi
Rekomendasi pemutusan kontrak PT GTI ini didorong saat Komisi III DPRD NTB melakukan rapat dengar pendapat dengan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Zainul Islam dan Kepala Biro Ekonomi Setda NTB Lalu Wirajaya Kusuma di Kantor DPRD NTB, Senin (6/1).
"Kami di komisi III sepakat merekomendasikan kepada pimpinan DPRD agar kontrak PT GTI di Gili Trawangan diputus," kata Ketua Komisi III Bidang Keuangan dan Perbankan DPRD NTB, Sambirang Ahmadi di Mataram, Selasa.
Baca juga: Kejaksaan sarankan Pemprov NTB putuskan kontrak dengan PT GTI
Menurut politisi PKS ini, pemutusankontrak PT GTItersebut, lantaran daerah banyak dirugikan dengan perjanjian tersebut, terutama banyaknya potensi pendapatan yang hilang dari tempat itu. Bahkan, hasil perhitungan Dirjen Kekayaan Negara Wilayah Bali Nusa Tenggara, bahwa pendapatan daerah yang hilang di Gili Trawangan mencapai Rp2,3 triliun lebih.
Sementara pendapatan masyarakat yang mengelola kawasan itu tidak kurang mencapai Rp200 miliar setahun. Artinya potensi pendapatan daerah cukup besar.
"Bayangkan, provinsi selaku pemilik lahan hanya diberikan Rp22,5 juta setahun. Padahal, potensi disana cukup besar yang seharusnya memberikan dampak kepada daerah juga, pemasukannya kemana-mana tapi daerah tidak mendapatkan," jelasnya.
Menurut dia, wajar apabila pemutusan kontrak PT GTIdilakukan. Sebab, dalam perjanjian yang dilakukan tahun 1995, PT GTI berjanji akan memberikan kenaikan royalti setiap lima tahun kepada Pemprov NTB. Namun, kenyataannya daerah hanya diberikan Rp22,5 juta. Sementara, perputaran uang setiap harinya di destinasi andalan NTB itu mencapai Rp2-5 miliar.
"Belum lagi PT GTI ini berkomitmen membangun 150 cotagge di kawasan itu, tapi hingga sekarang tidak pernah terlaksana. Bisa dibilang pendapatan kita disitu bocor, bahkan seperti sering saya katakan jangan-jangan sudah diagunkan ijin itu," terang anggota DPRD dari daerah pemilihan (Dapil) V meliputi Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat itu.
Baca juga: Kejati NTB "pasang badan" selamatkan aset wisata bernilai triliunan
Anggota Komisi III DPRD NTB lainnya, Natsir mendukung pemutusan kontrak PT GTI dengan Pemprov NTB, karena secara kajian hukum, kontrak tersebut sudah tidak layak untuk dipertahankan, sehingga tidak ada lagi kerisauan hukum kontrak tersebut dihentikan.
"Begitu kontrak ini diputus, kita tata ulang kembali, sehingga memberikan manfaat bagi daerah dan semestinya ini juga bisa menjadi catatan bagi aset-aset Pemprov lainnya yang dikerjasamakan kepada pihak ketiga," ucap politisi PAN tersebut.
Sekretaris Komisi III DPRD NTB, Lalu Satriawandi, juga menyatakan pemutusan kontrak PT GTI merupakan sesuatu yang sudah lama dinanti oleh masyarakat. Apalagi, kasus lahan seluas 65 hektare tersebut mendapat perhatian dan mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kedua lembaga hukum tersebut sudah lebih dulu merekomendasikan agar Pemprov NTB memutus kontrak PT GTI," tegas politisi Partai Golkar tersebut.
Sementara itu, Kepala Biro Ekonomi Setda NTB Lalu Wirajaya Kusuma mengaku mendukung pemutusan kontrak PT GTI. Pasalnya, jika tinjau dari aspek ekonomi dan pendapatan daerah bahwakontrak PT GTI sudah tidak wajar jika melihat kenyataan perputaran pembangunan dan ekonomi di kawasan wisata andalan di NTB begitu pesatnya.
"Apa yang menjadi sikap Komisi III untuk memutus kontrak PT GTI kami juga mendukung. Karena di satu sisi PT GTI ini one prestasi disisi lainnya dari aspek ekonomi kenyataan di lapangan sudah layak diputus kontrak" katanya.
Baca juga: Capaian pembangunan NTB dinilai menggembirakan setahun Zul-Rohmi
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020
Tags: