Jakarta (ANTARA) - Pemain National Football League (NFL) Colin Kaepernick ikut bereaksi dengan menganggap AS sebagai penjajah karena telah menyerang dan menewaskan pemimpin pasukan Elit Quds Iran, Mayor Jenderal Qassem Soleimani, di Baghdad, Jumat (3/1).

Menanggapi pembunuhan tersebut, Kaepernick menyatakan melalui akun twitter resminya bahwa serangan yang dilakukan AS merupakan bentuk terorisme dan imperialisme terhadap kaum minoritas. Cuitannya itu muncul pada hari pembukaan playoff NFL, Sabtu 4/1).

"Tak ada yang baru soal serangan teroris Amerika Serikat terhadap orang-orang kulit hitam, yakni hanya untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di negeri lain,” kata Kaepernick dalam cuitannya, Minggu.

"Amerika selalu rasis terhadap orang-orang kulit hitam dan cokelat baik di negeri sendiri maupun di luar. Militerisme Amerika adalah senjata yang digunakan sebagai bentuk imperialisme, memaksakan suatu kebijakan dan memperluas kekuasaan mereka di negara dunia non-kulit putih,” ujarnya menambahkan. Kaepernick memang cukup terkenal dengan aktivisme sosialnya. Pria berusia 32 tahun itu kerap melakukan pemberontakan kecil dan menyuarakan protes terhadap ketidakadilan sosial yang dialami kaum minoritas, terutama orang-orang kulit hitam.

Puncak pemberontakan itu terjadi pada tahun 2016 silam, ketika ia memutuskan berlutut kala lagu kebangsaan Amerika Serikat, 'The Star-Spangled Banner' dikumandangkan dalam laga pra-musim NFL.

Menurut dia, aksinya tersebut adalah bentuk protesnya terhadap ketidaksetaraan sosial-rasial yang masih terjadi di AS. Pemberontakan itu bahkan sempat menuai kritik dari Presiden AS Donald Trump. Ia menyatakan bahwa yang dilakukan Kaepernick adalah sebuah penghinaan terhadap simbol negara.

Setelah kejadian itu, Kaepernick pun dipecat dari timnya San Francisco 49ers. Tiga tahun berlalu, hingga kini tak ada satu pun tim yang berani menggunakan sang quarterback itu.