Pemkot Palu inventarisir lahan huntap Petobo belum bersertifikat
5 Januari 2020 12:39 WIB
Lokasi pembangunan hunian tetap (huntap) untuk korban gempa dan likuefaksi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah. ANTARA/Muhammad Hajiji/am.
Palu (ANTARA) - Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah dan Badan Pertanahan setempat akan menginventarisir lahan yang belum bersertifikat untuk dijadikan hunian tetap korban likuefaksi warga Kelurahan Petobo.
Wali Kota Palu Hidaya, di Palu, Minggu mengatakan lahan yang direncanakan untuk pembangunan hunian tetap (Huntap) bagi warga Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan terjadi tumpang tindih sertifikat sehingga mempengaruhi proses pembangunan hunian.
"Olehnya kami bersama Badan Pertanahan Nasional mencari mana lahan-lahan yang belum terjual dalam artian belum bersertifikat di lokasi itu sehingga secepatnya bisa di bangun hunian," ujar Hidaya.
Hingga kini, korban gempa dan likuefaksi Petobo masih menunggu realisasi pemerintah membangun perumahan untuk tempat tinggal baru mereka.
Bahkan beberapa pekan terakhir, warga setempat mengambil langka inisiatif membersihkan lahan tersebut menggunakan alat seadanya, karena belum ada progres dilakukan pemerintah. Rencananya, pembangunan huntap Petobo akan ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca juga: Korban likuefaksi hibahkan tanah 120 hektare untuk pembangunan huntap
Baca juga: Korban bencana Sulteng minta pemerintah bebaskan lahan huntap
Warga berkeinginan agar pembangunan huntap segera direalisasikan, mengingat tenggang waktu menempati hunian sementara (Huntara) yang ada saat ini hanya berlangsung dua tahun, sementara waktu yang tersisa kurang lebih tinggal 11 bulan.
"Sesungguhnya tanah di sana (lokasi huntap Petobo) adalah tanah negara. Kepemilikan sebuah bidang lahan harus memiliki sejarah atau asal usul tanah, olehnya kami masih berupaya mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan korban bencana Petobo," kata Hidaya.
Kelurahan Petobo merupakan wilayah administratif Kota Palu berbatasan langsung dengan Kabupaten Sigi yang juga salah satu kabupaten terdampak parah akibat bencana 28 September 2018.
Baca juga: Huntara mulai ditempati korban likuifaksi Petobo-Sulteng
Baca juga: Korban gempa-likuifaksi Petobo tempati huntara Desember
Dia memaparkan, Pemerintah Kota bersama Pemerintah Kabupaten Sigi telah bersepakat menggeser tapal batas Kota Palu dan Sigi sekitar 800 meter ke arah timur wilayah administratif kabupaten tersebut di Desa Ngatabaru untuk kepentingan pembebasan lahan pembangunan huntap korban likuefaksi Petobo.
Berdasarkan histori, perbatasan antara Kota Palu dan Kabupaten Sigi, saat itu Sigi masih masuk wilayah teritorial Kabupaten Donggala menjadi lahan sengketa antara warga Petobo dan warga Desa Ngatabaru sekitar tahun 1998 dan saat ini status batas kedua wilayah tersebut sudah jelas berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri.
"Kurang lebih 115 hektare lahan di Kelurahan Petobo direncanakan untuk pembangunan huntap, namun sebagian lahan itu sudah dikuasai masyarakat yang dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan," kata dia menambahkan.
Baca juga: 908 huntara korban gempa-likuifaksi Petobo dibangun
Baca juga: Likuifaksi Petobo Sulteng direkomendasikan ditimbun tanah
Wali Kota Palu Hidaya, di Palu, Minggu mengatakan lahan yang direncanakan untuk pembangunan hunian tetap (Huntap) bagi warga Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan terjadi tumpang tindih sertifikat sehingga mempengaruhi proses pembangunan hunian.
"Olehnya kami bersama Badan Pertanahan Nasional mencari mana lahan-lahan yang belum terjual dalam artian belum bersertifikat di lokasi itu sehingga secepatnya bisa di bangun hunian," ujar Hidaya.
Hingga kini, korban gempa dan likuefaksi Petobo masih menunggu realisasi pemerintah membangun perumahan untuk tempat tinggal baru mereka.
Bahkan beberapa pekan terakhir, warga setempat mengambil langka inisiatif membersihkan lahan tersebut menggunakan alat seadanya, karena belum ada progres dilakukan pemerintah. Rencananya, pembangunan huntap Petobo akan ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca juga: Korban likuefaksi hibahkan tanah 120 hektare untuk pembangunan huntap
Baca juga: Korban bencana Sulteng minta pemerintah bebaskan lahan huntap
Warga berkeinginan agar pembangunan huntap segera direalisasikan, mengingat tenggang waktu menempati hunian sementara (Huntara) yang ada saat ini hanya berlangsung dua tahun, sementara waktu yang tersisa kurang lebih tinggal 11 bulan.
"Sesungguhnya tanah di sana (lokasi huntap Petobo) adalah tanah negara. Kepemilikan sebuah bidang lahan harus memiliki sejarah atau asal usul tanah, olehnya kami masih berupaya mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan korban bencana Petobo," kata Hidaya.
Kelurahan Petobo merupakan wilayah administratif Kota Palu berbatasan langsung dengan Kabupaten Sigi yang juga salah satu kabupaten terdampak parah akibat bencana 28 September 2018.
Baca juga: Huntara mulai ditempati korban likuifaksi Petobo-Sulteng
Baca juga: Korban gempa-likuifaksi Petobo tempati huntara Desember
Dia memaparkan, Pemerintah Kota bersama Pemerintah Kabupaten Sigi telah bersepakat menggeser tapal batas Kota Palu dan Sigi sekitar 800 meter ke arah timur wilayah administratif kabupaten tersebut di Desa Ngatabaru untuk kepentingan pembebasan lahan pembangunan huntap korban likuefaksi Petobo.
Berdasarkan histori, perbatasan antara Kota Palu dan Kabupaten Sigi, saat itu Sigi masih masuk wilayah teritorial Kabupaten Donggala menjadi lahan sengketa antara warga Petobo dan warga Desa Ngatabaru sekitar tahun 1998 dan saat ini status batas kedua wilayah tersebut sudah jelas berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri.
"Kurang lebih 115 hektare lahan di Kelurahan Petobo direncanakan untuk pembangunan huntap, namun sebagian lahan itu sudah dikuasai masyarakat yang dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan," kata dia menambahkan.
Baca juga: 908 huntara korban gempa-likuifaksi Petobo dibangun
Baca juga: Likuifaksi Petobo Sulteng direkomendasikan ditimbun tanah
Pewarta: Muhammad Hajiji/Moh Ridwan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: