Bandung (ANTARA) - Maestro Seni Tari Jaipongan Indonesia, Gugum Gumbira Tirasondjaja, wafat karena sakit diusia 74 tahun, almarhum meninggal dunia di Rumah Sakit Santosa Kopo Bandung, Sabtu.

"Innalillahi wainnailaihi rojiun. Telah berpulang Maestro Tari Jaipongan, Gugum Gumbira Tirasondjaja di RS Santosa Bandung, pada hari Sabtu dini hari sekitar pukul 01.55 WIB," kata perwakilan keluarga Gugum Gumbira, Inten dalam keterangan tertulisnya.

Inten menambahkan kronologis berpulangnya almarhum yakni pada Selasa siang, tanggal 31 Desember 2019 Gugum Gumbira terjatuh dan tidak sadarkan diri.

Oleh keluarga kemudian dibawa ke IGD Rumah Sakit Santosa Kopo namun karena penuh dan setelah mencari beberapa rumah sakit akhirnya dibawa ke IGD RSUP Hasan Sadikin Bandung dan dilakukan CT scan.

Lalu pada tanggal 1 Januari 2020, Gugum Gumbira rencananya dibawa pulang pihak keluarga namun diperjalanan mengalami sesak nafas.

Kemudian keluarga memutuskan untuk membawa kembali ke rumah sakit dan dirawat di Bagian Cardio Vascular Care Unit (CVCU) RS Santosa Kopo selama dua hari.

Selama berada di CVCU RS Santosa Kopo kesadaran pasien sudah mulai berkurang.

Pada tanggal 3 Januari 2020, Gugum Gumbira dipindah ke ruang rawat inap dan sudah mulai tidak sadarkan diri dan menjelang malam kondisinya semakin menurun hingga akhirnya menghembuskan napas terakhirya pada Sabtu 4 Januari 2020 pukul 01.59 WIB di Kamar Nomor 815 RS Santosa Kopo.

Diagnosa terakhlr dan pihak RS adalah komplikasi jantung, stroke dan unfeksi paru-paru.

Almarhum meninggalkan empat orang anak dengan 10 orang cucu.

Almamum dimakamkankan di Kampung Cipadaulun, Desa Wangisagata, Kecamatan Pacet Majalaya, Kabupaten Bandung, Jabar.

Berdasarkan informasi dari laman disparbud.jabarprov.go.id sosok Gugum Gumbira ialah seniman yang melahirkan seni tari Jaipongan.

Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu.

Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri).

Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi.

Pada perkembangannya tari Jaipongan terjadi pada tahun 1980 dan 1990-an, ketika Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, dan lain-lain.

Saat ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat yakni bisa dilihat dari beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat.