Taiwan tolak tawaran 'satu negara, dua sistem' China
1 Januari 2020 13:40 WIB
Dokumentasi - Seorang anggota militer memegang bendera nasional Taiwan ketika pada upacara pengibaran bendera di Balai Peringatan Chiang Kai-shek, di Taipei, Taiwan (16/3/2018). ANTARA/REUTERS/Tyrone Siu/aa.
Taipei (ANTARA) - Pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen pada Rabu mengatakan wilayah itu tidak akan menerima kebijakan politik "satu negara, dua sistem", yang menurut Beijing dapat digunakan untuk menyatukan wilayah demokratis tersebut, mengatakan susunan seperti itu tak berhasil di Hong Kong.
China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya, yang jika perlu dibawa di bawah kontrol Beijing secara paksa. Menurutnya, itu adalah sebuah negara independen yang disebut Republik China, nama resminya.
Tsai, yang mengincar masa jabatan kedua pada 11 Januari, juga bersumpah dalam pidato Tahun Baru untuk mempertahankan kedaulatan Taiwan, mengatakan pemerintahannya akan membangun mekanisme untuk melindungi kebebasan dan demokrasi saat Beijing meningkatkan tekanan terhadap wilayah itu.
Ketakutan terhadap China menjadi unsur penting dalam kampanye, yang didorong oleh aksi protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan di Hong Kong, yang dikuasai China.
"Rakyat Hong Kong telah memperlihatkan kepada kami bahwa kebijakan 'satu negara, dua sistem' jelas tidak layak," kata Tsai, merujuk pada susunan politik yang menjamin kebebasan tertentu di bekas koloni Inggris Hong Kong setelah diserahkan kepada China pada 1997.
"Di bawah kebijakan 'satu negara, dua sistem', situasi terus memburuk di Hong Kong. Kredibilitas 'satu negara, dua sistem' telah dinodai oleh penyalahgunaan kekuasaan pemarintah," ucap Tsai.
Sumber: Reuters
Baca juga: Partai berkuasa Taiwan kecam China sebagai "musuh demokrasi"
Baca juga: Pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen unggul dalam pemilihan pendahuluan
Baca juga: Pemimpin oposisi menangi pilpres Taiwan
China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya, yang jika perlu dibawa di bawah kontrol Beijing secara paksa. Menurutnya, itu adalah sebuah negara independen yang disebut Republik China, nama resminya.
Tsai, yang mengincar masa jabatan kedua pada 11 Januari, juga bersumpah dalam pidato Tahun Baru untuk mempertahankan kedaulatan Taiwan, mengatakan pemerintahannya akan membangun mekanisme untuk melindungi kebebasan dan demokrasi saat Beijing meningkatkan tekanan terhadap wilayah itu.
Ketakutan terhadap China menjadi unsur penting dalam kampanye, yang didorong oleh aksi protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan di Hong Kong, yang dikuasai China.
"Rakyat Hong Kong telah memperlihatkan kepada kami bahwa kebijakan 'satu negara, dua sistem' jelas tidak layak," kata Tsai, merujuk pada susunan politik yang menjamin kebebasan tertentu di bekas koloni Inggris Hong Kong setelah diserahkan kepada China pada 1997.
"Di bawah kebijakan 'satu negara, dua sistem', situasi terus memburuk di Hong Kong. Kredibilitas 'satu negara, dua sistem' telah dinodai oleh penyalahgunaan kekuasaan pemarintah," ucap Tsai.
Sumber: Reuters
Baca juga: Partai berkuasa Taiwan kecam China sebagai "musuh demokrasi"
Baca juga: Pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen unggul dalam pemilihan pendahuluan
Baca juga: Pemimpin oposisi menangi pilpres Taiwan
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020
Tags: