Jakarta (ANTARA) - Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan wacana sistem upah per jam cukup adil karena pekerja digaji sesuai dengan jam kerjanya, namun sistem ini tidak bisa diterapkan untuk semua jenis pekerjaan.

"Ada jenis pekerjaan yang bisa diterapkan ada yang tidak. Kami belum tahu bagaimana bentuk kebijakan ini," kata Iwantono di Jakarta, Senin, menanggapi wacana pemerintah akan menerapkan sistem pengupahan per jam.

Iwantono mengatakan, dengan sistem upah per jam maka saat produksi menurun tentu ada pengurangan jam kerja sehingga pekerja dibayar sesuai jam kerjanya. "Ini cukup 'fair' (adil)," katanya.

Baca juga: Menperin: Penerapan upah per jam pacu investasi dan lapangan kerja
Baca juga: KSPI khawatirkan upah minimum hilang jika diterapkan upah per jam


Iwantono mengatakan, dengan sistem upah per jam, maka orang yang banyak izin akan mendapat gaji yang lebih kecil.

Dengan demikian, katanya, upah tidak menjadi "fixed cost" (biaya tetap) namun "variable cost" (biaya variabel). Biaya variabel bisa naik atau turun tergantung banyak tidaknya produksi. Sementara biaya tetap tidak berubah walau produksi turun atau naik.

Namun, katanya, sistem itu sulit untuk diterapkan di perusahaan yang tidak berdasarkan produksi, misalnya perhotelan.

Saat tingkat hunian sebuah hotel bagus maka pekerjanya bekerja penuh dan saat tingkat hunian turun pekerja tidak bekerja penuh. Namun jumlah pekerja dan jam kerja tetap.

Baca juga: Skema upah per jam jangan rugikan pekerja, kata peneliti LIPI
Baca juga: KSPSI berharap Gubernur Jabar tak lagi picu polemik terkait upah buruh


Untuk pekerjaan yang tidak menerapkan sistem upah per jam, katanya, perlu dipikirkan alternatif lain.

Pada bagian lain, Iwantono mengatakan, sistem pengupahan di Indonesia harus mampu menarik investor untuk menanamkan modalnya.

Ia mengatakan, upah pekerja, walaupun bukan satu-satunya faktor namun cukup diperhatikan investor.

Jika tidak, katanya, investor akan lebih tertarik menanamkan modalnya di negara tetangga.

Baca juga: Serikat buruh tetap tolak kenaikan UMP DKI Jakarta
Baca juga: KSPSI minta KHL sebagai acuan pengupahan