Jakarta (ANTARA) - Adopsi dokumen Pandangan bersama ASEAN tentang Indo-Pasifik (ASEAN Outlook on the Indo-Pacific) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-34 menjadi poin penting bagi perkembangan kawasan Asia Tenggara di tengah situasi global yang dilanda persaingan yang tidak sehat antara negara-negara.

Kondisi global itu mengarah kepada istilah "hot peace" yang diartikan suatu kondisi di mana ada kompetisi zero sum (jika saya menang, anda harus kalah dan sebaliknya).

Situasi global tersebut juga menimbulkan kecurigaan tinggi, kepercayaan rendah serta perlombaan senjata yang kian mengkhawatirkan.

Perang dingin memang sudah berlalu, tetapi ada suatu rivalitas baru yang muncul saat ini membuat perdamaian menjadi sangat tidak stabil.

Hal tersebut memang konsekuensi dari "hot peace" yang bisa digambarkan sebagai masa damai yang dipenuhi dengan ketegangan dan kecurigaan.

Rivalitas negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat dengan China menjadi tak terelakkan bagi negara-negara di kawasan Indo-Pasifik.

Kawasan Indo-Pasifik meliputi wilayah laut dan wilayah yang luas antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, yang berbatasan dengan Jepang, India, dan Australia.

Indo-Pasifik menjadi pusat perebutan pengaruh dari kedua kekuatan besar tersebut saat ini.

Karena, kawasan ini menjadi sangat penting karena menjadi jalur perdagangan dan pengangkutan sumber daya energi tersibuk di dunia.

Adopsi dokumen pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik mengirimkan pesan sederhana kepada kekuatan di luar kawasan bahwa sentralitas ASEAN tidak boleh dilupakan.

Dengan mengadopsi outlook, ASEAN jelas ingin mengingatkan dirinya sendiri, dan mengirim pesan sederhana kepada kekuatan ekstra-regional, bahwa sentralitas ASEAN tidak boleh dilupakan, ujar Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris dan Irlandia Rizal Sukma ​​​​​​.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris dan Irlandia Rizal Sukma (kiri) dalam seminar "Indonesia, ASEAN dan Indo-Pasifik" di Jakarta, Rabu. (28/8/2019). (ANTARA / Azis Kurmala) (ANTARA / Azis Kurmala)


Mengingat perubahan strategis yang sedang berlangsung di kawasan itu, Rizal berpendapat ASEAN membutuhkan visinya sendiri tentang masa depan tatanan kawasan, termasuk menyelesaikan perbedaan visi tatanan regional yang didukung oleh negara-negara besar.

Sebuah visi yang mewakili pandangan dan suara ASEAN yang berbeda, ujarnya.

Salah satu kekuatan ASEAN sejak didirikan pada 1967 adalah kemampuannya untuk bertahan dari permainan kekuasaan di antara kekuatan-kekuatan besar.

Namun, ketika memasuki abad ke-21, tantangan strategis yang dihadapi ASEAN sekarang berbeda dari masa lalu. Tantangan yang berbeda membutuhkan respon yang berbeda pula, kata Rizal.

Saat ini, lanjut dia, ASEAN berada di medan yang benar-benar baru.

Dunia sedang mengalami perubahan besar. Para ahli dan pembuat kebijakan mulai berbicara tentang dunia dalam kekacauan dan bahkan anarki. "Kita hidup di dunia yang bergejolak, di mana yang lama dibongkar dan yang baru muncul," ujar Dubes Rizal Sukma.

Disamping itu, Indonesia perlu mendorong kejelasan fungsi pandangan Indo-Pasifik ASEAN atau ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) yang disepakati dalam KTT ASEAN di Bangkok pada Juni 2019.

Ini harus dimulai dengan menyebut secara jelas terkait fungsi apa yang harus difasilitasi dalam Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, ujar dia.

Rizal mencontohkan kesepakatan para pemimpin ASEAN bahwa AOIP ditujukan untuk menjunjung tinggi arsitektur regional berdasarkan aturan, namun bagaimana ASEAN akan melaksanakannya perlu kejelasan, salah satunya dengan memanfaatkan platform Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur (East Asia Summit/EAS).

Kita harus menciptakan debat dan percakapan nasional dan regional tentang bagaimana EAS dapat dilembagakan dengan lebih baik, ujarnya.

Selain itu, ASEAN tidak akan dapat mempertahankan sentralitas dan memainkan peran yang berarti di Indo-Pasifik kecuali jika berbicara dengan satu suara tentang cara mengelola hubungannya dengan kekuatan besar di luar kawasan.

"Kesepakatan tentang Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik adalah langkah tepat menuju arah itu," kata dia.

Namun, Dubes Rizal menambahkan, sebelumnya Indonesia harus menghidupkan kembali ide untuk mengevaluasi Piagam ASEAN. Bagaimana isi Piagam ASEAN dapat ditingkatkan untuk menghadapi tantangan saat ini dan masa depan. Bagaimana pun, memperkuat persatuan dan kapasitas kelembagaan yang kuat adalah kunci sentralitas ASEAN, ujar dia.


Keterbukaan dan sinergi

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Tavares mengatakan Pandangan ASEAN yang diinisiasi Indonesia berlandaskan prinsip keterbukaan dan inklusif dengan memajukan dialog dan kerja sama serta menjunjung hukum internasional untuk penyelesaian isu regional.

Konsep itu diharapkan menjadi rujukan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik serta petunjuk bagi negara-negara anggotanya agar tidak memihak kepada salah satu kekuatan negara adidaya dalam perebutan pengaruh di Samudera Hinda dan Samudera Pasifik.

Ia mengatakan Pandangan ASEAN mengenai Indo-Pasifik lahir agar anggota asosiasi negara-negara Asia Tenggara itu tidak mengadopsi konsep-konsep lain yang tidak sesuai dengan apa dibangun ASEAN selama ini.

Dengan konsep tersebut, lanjut dia, ASEAN diharapkan mampu menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan, menciptakan ekosistem kondusif agar tercipta kerja sama tanpa perseteruan.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu RI, Jose Tavares dalam wawancara khusus saat mengunjungi ruang redaksi ANTARA di Jakarta. (ANTARA/ Yashinta) (ANTARA/ Yashinta)

Konsep kerja sama tersebut berbeda dengan konsep yang ditawarkan sejumlah negara, antara lain China dengan Belt and Road Initiative (BRI), Jepang dan Amerika Serikat dengan Free and Open Indo-Pacific, India dengan Security and Growth for All in the Region (SAGAR), dan Quadrilateral Security Dialogue (QUAD) antara Amerika Serikat, Jepang, India, dan Australia.

Keunggulan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik yaitu kerja sama yang berbasis sinergi bukan rivalitas. ASEAN fokus pada sinergi meskipun disitu ada rivalitas atau pertentangan.

Sementara itu, pengajar dan pengamat hubungan internasional dari Universitas Bina Nusantara, Dinna Wisnu, mengatakan konsep Indo-Pasifik belumlah tunggal dan sejumlah negara belum berubah cara pandangnya tentang konsep Indo-Pasifik yang bertumpu pada model aliansi dan respon militer ketika merasa terancam.

Ini tugas utama ASEAN, lanjut Dinna Wisnu, menjadikan negara-negara lain berubah langkah mengutamakan dialog, "sharing resources", dan menaruh opsi agresi militer jauh-jauh.

Caranya, ia mengemukakan ada jalur formal seperti yang disepakati dalam pandangan bersama ASEAN tentang konsep Indo-Pasifik yaitu melalui East Asian Summit, ASEAN plus One, ASEAN Regional Forum, ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM), maupun ASEAN Maritime Forum (EAMF).

"Disamping itu, jalur komunikasi antar kepala negara dan menteri luar negeri harus lebih intensif untuk bisa mengubah cara pandang sejumlah negara," ujar Dinna Wisnu.

Ia mengatakan yang disepakati dalam konsep Indo-Pasifik itu adalah bahwa ada pengakuan keinginan ASEAN melihat dengan cara berbeda, dan negara-negara lain mengakui itu.

Tetapi, isi pandangan bersama ASEAN tentang konsep Indo-Pasifik itu sendiri lebih sebagai kumpulan menu akan harapan dan bukannya kesatuan pandang tentang cara mengatasi ancaman yang dirasakan sejumlah negara

Kesatuan pandang tentang cara mengatasi ancaman yang dirasakan sejumlah negara itu yang belum disepakati oleh negara anggota ASEAN dan itu menjadi pekerjaan rumah/PR bagi para pemimpin ASEAN.


Implementasi pandangan Indo-Pasifik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-35 ASEAN di Bangkok, November lalu, meminta kepada para pemimpin/kepala negara yang hadir dalam KTT tersebut untuk menindaklanjuti Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik.

Presiden Jokowi juga mengajak negara mitra-mitra penting di kawasan untuk berpartisipasi dalam kerja sama regional tersebut.

Terdapat empat bidang yang diprioritaskan dalam pandangan itu yaitu maritim, ekonomi, tujuan pembangunan berkelanjutan dan keterhubungan.

Dalam rangkaian perhelatan KTT ke-35 ASEAN, Presiden Jokowi mengundang negara mitra ASEAN antara lain Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Korea Selatan, dan India untuk menghadiri penyelenggaran Indo-Pacific Infrastructure and Connectivity Forum.

Penyelenggaran Indo-Pacific Infrastructure and Connectivity Forum pada tahun 2020 itu bertujuan untuk mendorong kerja sama konkret Indo-Pasifik
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) mengikuti KTT ke-22 ASEAN Plus Three (APT) di Bangkok, Thailand, Senin (4/11/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Akbar Nugroho Gumay)

Presiden Jokowi mengatakan ASEAN terbuka untuk bekerja sama dengan RRT dalam kerangka ASEAN Outlook on the Indo-Pacific, yang salah satunya memfokuskan kerja sama konektivitas dan infrastruktur.

Kolaborasi membangun konektivitas dan infrastruktur adalah kebutuhan yang mendesak antara ASEAN dan RRT.

Oleh karena itu, sinergi Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) 2025 dan Belt and Road Initiative (BRI) menjadi sebuah keniscayaan.

Pengembangan konektivitas dan infrastruktur sangat penting untuk menjamin pertumbuhan ekonomi, termasuk dalam pengembangan pusat pertumbuhan baru di Kawasan Indo-Pasifik, ucap Jokowi.

Terkait Korea Selatan, lanjut Jokowi, kehadiran pemerintah negeri ginseng itu di Indo-Pacific Infrastructure and Connectivity Forum dapat memperkuat kemitraan kedua negara di bidang infrastruktur.

ASEAN dan Korea Selatan memiliki dasar yang kuat untuk memajukan kerja sama konektivitas, antara lain melalui ASEAN Outlook on Indo-Pacific dan kebijakan baru Korea Selatan, New Southern Policy. Dia menyebut kedua hal itu harus diperkuat.

Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya kehadiran India di Indo-Pacific Infrastructure and Connectivity Forum. Pasalnya, ASEAN dan India memiliki kesamaan pandangan dan aset yang dapat digunakan untuk saling mendukung kerja sama di kawasan.

Kesamaan pandangan tersebut merujuk pada konsep Security and Growth for All in the Region (SAGAR) yang dipromosikan India untuk mewujudkan pertumbuhan dan keamanan di seluruh kawasan.

India dan ASEAN memiliki potensi kerja sama yang besar dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing 7 persen dan 5,1 persen, serta total populasi mencapai 2 miliar jiwa.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan forum tersebut menjadi wadah untuk berkumpul membahas kerja sama dalam hal infrastruktur dan konektivitas.

Pembahasan infrastruktur dan konektivitas bisa dimulai dari teknologi informasi dan komunikasi serta lainnya.

Saat ini, lanjut dia, Indonesia sedang mematangkan konsep maupun waktu pelaksanaan Indo-Pacific Infrastructure and Connectivity Forum yang akan dibagikan ke negara-negara anggota ASEAN.

Baca juga: Jokowi sampaikan kepercayaan strategis kunci stabilitas kawasan

Baca juga: Indonesia dorong kerja sama konkret Indo-Pasifik pada KTT ASEAN ke-35

Baca juga: Mendag Ross akan pimpin delegasi AS di Forum Bisnis Indo-Pasifik