Rektor IPB sampaikan kebebasan akademik modal cetak SDM unggul
27 Desember 2019 21:16 WIB
Rektor IPB Prof Arif Satria saat menyampaikan pidato refleksi akhir tahun "Kebebasan Akademik dan Transformasi Demokrasi" di Kantor DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK), Pancoran, Jakarta, Jumat (27/12/2019). (ANTARA/HO/Dok PGK)
Jakarta (ANTARA) - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Arif Satria menyampaikan bahwa kampus memiliki kebebasan akademik dan mimbar akademik sebagai modal untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul.
"Kebebasan akademik adalah modal bagi kampus untuk tumbuh berkembang dan menghasilkan SDM unggul," kata Prof Arif, sebagaimana pernyataan tertulis yang diterima, Jumat.
Arif menyampaikannya pada pidato refleksi akhir tahun bertajuk "Kebebasan Akademik dan Transformasi Demokrasi" di Kantor DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK), Pancoran, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Keterangan Prof. Bambang Hero bagian dari kebebasan akademik
Menurut dia, Undang-Undang Nomor 12/2012 telah menjabarkan bahwa kebebasan akademik dimiliki sivitas akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab.
Sedangkan kebebasan mimbar akademik adalah kewenangan yang dimiliki profesor atau dosen yang memiliki otoritas untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu berkenaan dengan rumpun, cabang ilmu atau bidang yang dikajinya.
"Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik akan menjadi atmosfer krusial untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis," ujarnya pula.
Ia mengatakan kreativitas dan berpikir kritis tersebut adalah skill yang diperlukan di era saat ini dan menjadi modal yang tak terbatas dan sangat menentukan masa depan.
"Dulu, orang berkompetisi berbasis pada modal finansial. Namun, kini kondisi sudah berubah. Modal finansial, pengetahuan serta aset sudah dikalahkan modal kreativitas," kata Guru Besar Ekologi Politik IPB itu pula.
Hampir semua "unicorn" atau perusahaan rintisan baru muncul dan dapat mengalahkan perusahaan-perusahaan konvensional karena berbekal kreativitas tinggi.
Begitu pula pentingnya berpikir kritis, Arif menilainya sebagai modal penting menghadapi ambiguitas yang terjadi sekarang, apalagi dengan membanjirnya informasi yang makin terbuka.
"Di tengah banjir informasi yang dapat disebarkan oleh siapa pun dan kapan pun, serta banyak aliran baru. Bahkan, konsep-konsep baru yang bermunculan, diperlukan kemampuan berpikir kritis untuk menyaringnya," katanya lagi.
Baca juga: Rektor Unsyiah anggap cuitan Saiful Mahdi bukan kebebasan akademik
Arif menambahkan bahwa ukuran kehidupan kampus adalah rasionalitas, sehingga membuka kesempatan kepada siapa pun di dalamnya untuk berpikir menghasilkan pemikiran baru dan merespons pemikiran lain.
"Semakin maju kampus biasanya semakin banyak alokasi waktu orang-orang di dalamnya untuk mempertukarkan pikiran-pikiran rasionalnya," kata Arif.
Pidato refleksi akhir tahun Arif Satria itu dihadiri, antara lain anggota DPR RI Sri Meliyana, Presiden Asian-African Youth Government (AAYG) Benni Pramula, mantan Kepala BNP2TKI Moh. Jumhur Hidayat, dan Ketua Umum DPP PGK Bursah Zarnubi.
"Kebebasan akademik adalah modal bagi kampus untuk tumbuh berkembang dan menghasilkan SDM unggul," kata Prof Arif, sebagaimana pernyataan tertulis yang diterima, Jumat.
Arif menyampaikannya pada pidato refleksi akhir tahun bertajuk "Kebebasan Akademik dan Transformasi Demokrasi" di Kantor DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK), Pancoran, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Keterangan Prof. Bambang Hero bagian dari kebebasan akademik
Menurut dia, Undang-Undang Nomor 12/2012 telah menjabarkan bahwa kebebasan akademik dimiliki sivitas akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab.
Sedangkan kebebasan mimbar akademik adalah kewenangan yang dimiliki profesor atau dosen yang memiliki otoritas untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu berkenaan dengan rumpun, cabang ilmu atau bidang yang dikajinya.
"Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik akan menjadi atmosfer krusial untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis," ujarnya pula.
Ia mengatakan kreativitas dan berpikir kritis tersebut adalah skill yang diperlukan di era saat ini dan menjadi modal yang tak terbatas dan sangat menentukan masa depan.
"Dulu, orang berkompetisi berbasis pada modal finansial. Namun, kini kondisi sudah berubah. Modal finansial, pengetahuan serta aset sudah dikalahkan modal kreativitas," kata Guru Besar Ekologi Politik IPB itu pula.
Hampir semua "unicorn" atau perusahaan rintisan baru muncul dan dapat mengalahkan perusahaan-perusahaan konvensional karena berbekal kreativitas tinggi.
Begitu pula pentingnya berpikir kritis, Arif menilainya sebagai modal penting menghadapi ambiguitas yang terjadi sekarang, apalagi dengan membanjirnya informasi yang makin terbuka.
"Di tengah banjir informasi yang dapat disebarkan oleh siapa pun dan kapan pun, serta banyak aliran baru. Bahkan, konsep-konsep baru yang bermunculan, diperlukan kemampuan berpikir kritis untuk menyaringnya," katanya lagi.
Baca juga: Rektor Unsyiah anggap cuitan Saiful Mahdi bukan kebebasan akademik
Arif menambahkan bahwa ukuran kehidupan kampus adalah rasionalitas, sehingga membuka kesempatan kepada siapa pun di dalamnya untuk berpikir menghasilkan pemikiran baru dan merespons pemikiran lain.
"Semakin maju kampus biasanya semakin banyak alokasi waktu orang-orang di dalamnya untuk mempertukarkan pikiran-pikiran rasionalnya," kata Arif.
Pidato refleksi akhir tahun Arif Satria itu dihadiri, antara lain anggota DPR RI Sri Meliyana, Presiden Asian-African Youth Government (AAYG) Benni Pramula, mantan Kepala BNP2TKI Moh. Jumhur Hidayat, dan Ketua Umum DPP PGK Bursah Zarnubi.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Tags: