Menteri Edhy setuju larangan ekspor benih lobster
26 Desember 2019 19:37 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo didampingi Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), H. Zulkieflimansyah saat meninjau dan berdialog dengan para nelayan di pusat budidaya lobster dan bawal bintang di Teluk Elong Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (26/12/2019). (ANTARA/Nur Imansyah).
Lombok Timur, NTB (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo setuju pemberlakuan larangan ekspor benih lobster tetap diberlakukan sembari meminta para nelayan untuk kembali menggiatkan pembudidayaan lobster.
Hal ini dikatakan Edhy Prabowo saat meninjau dan berdialog dengan para nelayan di pusat budidaya lobster dan bawal bintang di Teluk Elong Kabupaten Lombok Timur dan Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis.
"Kalau bisa dibudidayakan, untuk apa kita ekspor. Kalau bapak ibu mau membudidayakan, kita kasih jalan," ujarnya.
Baca juga: Menteri Edhy dinilai positif karena setop wacana ekspor benih lobster
Namun demikian, sebelumnya dirinya terlebih dahulu akan melakukan revisi Permen KP 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster setelah melakukan tinjauan lapangan.
Sebab, ia mengakui selama ini sering mendengar bahwa ada yang melakukan ekspor benih lobster. Alasannya, karena ada anggapan bahwa masyarakat tidak bisa membudidaya. Namun, setelah melihat langsung budidaya tersebut, ia menegaskan untuk tidak melakukan ekspor.
Hanya saja kata Edhy , pembudidayaan itu perlu diatur dan dikontrol untuk menghindari munculnya berbagai penyakit dan kepunahan lobster.
Baca juga: Tolak ekspor benih lobster, Komisi IV DPR tekankan konservasi laut
"Tadi nelayan berkomitmen, kalau hasil budidaya sebesar ibu jari, maka sebagiannya akan dilepas ke alam. Ini untuk menghindari kepunahan bibit lobster di laut," terangnya.
Sembari menambahkan, bahwa ia diminta Presiden untuk membangun komunikasi seluas-luasnya dengan para nelayan sehingga tidak ada lagi pera nelayan yang mengeluh bahkan menderita.
Karena kata Edhy, apa yang dialami oleh para nelayan terkait budidaya dan ekspor lobster sudah didengar sejak ia menjadi pimpinan komisi VI DPRI lalu.
"Beri saya waktu untuk menyelesaikan masalah bapak ibu semua," katanya.
Sebelumnya saat berdialog dengan para nalayan Menteri Edhy yang ditemani Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah mendengar sebagian besar nelayan lobster menginginkan agar benih lobster tidak diekspor. Sebab, aktivitas ekspor tersebut akan merugikan para petani lobster yang ingin membudidayakannya.
Selain itu, nelayan juga meminta Menteri untuk melakukan revisi Permen KP 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster. Pasalnya mereka mengaku, Permen tersebut membatasi aktivitas pembudidayaan lobster yang menyebabkan hilangnya mata pencaharian mereka.
Sesuai data yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, potensi lobster di NTB cukup besar. Bahkan, sebelum dikeluarkannya Permen KP 56 tahun 2016, benih lobster yang bisa ditangkap oleh masyarakat mencapai 5,5 juta ekor pertahun.
Selain lobster, NTB juga memiliki potensi udang yang cukup besar. Potensi lahan tambak yang dimiliki saat ini mencapai 50,330 Ha. Sehingga dibutuhkan pengembangan industri cold storage udang. Begitu juga dengan rumput laut, yang memiliki potensi lahan budidayanya sekitar 25,206 hektare.
Hal ini dikatakan Edhy Prabowo saat meninjau dan berdialog dengan para nelayan di pusat budidaya lobster dan bawal bintang di Teluk Elong Kabupaten Lombok Timur dan Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis.
"Kalau bisa dibudidayakan, untuk apa kita ekspor. Kalau bapak ibu mau membudidayakan, kita kasih jalan," ujarnya.
Baca juga: Menteri Edhy dinilai positif karena setop wacana ekspor benih lobster
Namun demikian, sebelumnya dirinya terlebih dahulu akan melakukan revisi Permen KP 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster setelah melakukan tinjauan lapangan.
Sebab, ia mengakui selama ini sering mendengar bahwa ada yang melakukan ekspor benih lobster. Alasannya, karena ada anggapan bahwa masyarakat tidak bisa membudidaya. Namun, setelah melihat langsung budidaya tersebut, ia menegaskan untuk tidak melakukan ekspor.
Hanya saja kata Edhy , pembudidayaan itu perlu diatur dan dikontrol untuk menghindari munculnya berbagai penyakit dan kepunahan lobster.
Baca juga: Tolak ekspor benih lobster, Komisi IV DPR tekankan konservasi laut
"Tadi nelayan berkomitmen, kalau hasil budidaya sebesar ibu jari, maka sebagiannya akan dilepas ke alam. Ini untuk menghindari kepunahan bibit lobster di laut," terangnya.
Sembari menambahkan, bahwa ia diminta Presiden untuk membangun komunikasi seluas-luasnya dengan para nelayan sehingga tidak ada lagi pera nelayan yang mengeluh bahkan menderita.
Karena kata Edhy, apa yang dialami oleh para nelayan terkait budidaya dan ekspor lobster sudah didengar sejak ia menjadi pimpinan komisi VI DPRI lalu.
"Beri saya waktu untuk menyelesaikan masalah bapak ibu semua," katanya.
Sebelumnya saat berdialog dengan para nalayan Menteri Edhy yang ditemani Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah mendengar sebagian besar nelayan lobster menginginkan agar benih lobster tidak diekspor. Sebab, aktivitas ekspor tersebut akan merugikan para petani lobster yang ingin membudidayakannya.
Selain itu, nelayan juga meminta Menteri untuk melakukan revisi Permen KP 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster. Pasalnya mereka mengaku, Permen tersebut membatasi aktivitas pembudidayaan lobster yang menyebabkan hilangnya mata pencaharian mereka.
Sesuai data yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, potensi lobster di NTB cukup besar. Bahkan, sebelum dikeluarkannya Permen KP 56 tahun 2016, benih lobster yang bisa ditangkap oleh masyarakat mencapai 5,5 juta ekor pertahun.
Selain lobster, NTB juga memiliki potensi udang yang cukup besar. Potensi lahan tambak yang dimiliki saat ini mencapai 50,330 Ha. Sehingga dibutuhkan pengembangan industri cold storage udang. Begitu juga dengan rumput laut, yang memiliki potensi lahan budidayanya sekitar 25,206 hektare.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: