Jakarta (ANTARA) - Pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo didakwa menyuap Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005—2014 Emirsyah Satar dengan total suap mencapai Rp46,3 miliar.

"Pemilik PT Mugi Rekso Abadi, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte.Ltd. Soetikno Soedarjo memberi uang dengan jumlah keseluruhan Rp5,859 miliar; 884.200 dolar AS; 1.020.975 euro dan 1.189.208 dolar Singapura kepada Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia tahun 2005-2014," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwatno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Suap tersebut diberikan karena Emirsyah telah membantu Soektino untuk merealisasikan kegiatan (1) Total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Tren 700; (2) pengadaan pesawat Airbus A330-300/200; (3) pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia; (4) pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000; dan (5) pengadaan pesawat ATR 72-600.

Penerimaan uang dari Rolls melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarasa dan Connaught International terkait dengan TPC mesin Rolls-Royce (RR) Trent 700 untuk 6 unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli pada tahun 1989 dan 4 unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease FInance Corporation (ILFC).

Pada tahun 2005, Garuda Indonesia memilik 6 unit pesawat Airbus A330 yang dibeli pada bulan November 1989 menggunakan 15 unit mesin produksi Rolls-Royce tipe Trent 700.

Baca juga: KPK panggil dua mantan pejabat PT Garuda Indonesia

Baca juga: KPK memanggil mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo


Sejak dicanangkan program Quantum Leap oleh Emirsyah Satar, kata jaksa Wawan, pihak Rolls-Royce melakukan pendekatan kepada Emirsyah melalui terdakwa dengan menawarkan paket perawatan mesin RR Trent 700 melalui program TCP, yaitu program perawatan mesin yang seluruhnya dilakukan Rolls-Royce tanpa melibatkan pihak ketiga, sedangkan PT Garuda Indonesia saat itu menggunakan time and manterial based (TMB) karena kesulitan keuangan.

PT Garuda Indonesia lalu melakukan negosiasi dengan Emirsyah berkomunikasi dengan Soetikno dan Customer Business Director Rolls-Royce Phill Hill di London yang intinya menyatakan Garuda tetap menggunakan RR Trent 700, kemudian meminta Rolls-Royce lebih berinovasi dalam menawarkan TCP kepada Garuda.

Namun, karena harga yang ditawarkan Rolls-ROyce masih tinggi, Garuda tidak menindaklanjuti penawaran itu. Rolls-Royce pun meminta bantuan Soetikno untuk menemui Emirsyah.

Pertemuan dilakukan pada bulan April 2006 di Bali. Namun, hasilnya tetap Garuda menggunakan TMB untuk perawatan mesin, bukan TCP seperti yang ditawarkan Rolls-Royce.

Berdasarkan program Quantum Leap maka CEO Airbus Gustav Humbert pada September 2005 pun mengirimkan surat penawaran kepada Garuda. Mengetahui penawaran tersebut, Rolls-Royce pun melihat kesempatan menawarkan TCP untuk 15 mesin lama dan juga mesin baru Airbus A330 yang masih dalam pengadaan.

Emirsyah Satar, masih kata jaksa, lalu melakukan pertemuan dengan terdakwa membahas penawaran pesawat Airbus dan kesediaan Airbus membantu bernegosiasi dengan pihak kreditur Eropa dengan syarat Garuda Indonesia bersedia membeli pesawat lebih banyak, seperti Airbus A330 dan A320 yang menurut Emirsyah tidak masalah menggunakan Airbus A320 dan Boeing 737.

Baca juga: KPK panggil 7 saksi penyidikan kasus suap pengadaan pesawat Garuda

Dalam pertemuan itu, Emirsyah juga menyatakan tetap berkomitmen membantu Rolls-Royce dengan mengganti Soenarko Kuntjoro (Direktur Teknik dan EVP Engineering PT Garuda Indonesia) karena Soenarko tidak "friendly" dengan Rolls-Royce.

Soenarko lalu diganti Hadinoto Soedigno dan membuat pihak Rolls-Royce senang. Perundingan Garuda dan Rolls-Royce pun kembali dimulai pada tanggal 7 Oktober 2006.

"Meski sudah ada tim resmi untuk negosiasi, Emirsyah tetap menghubungi Soetikno dan meminta Hadinoto dapat mencapai kesepakatan dengan Rolls-Royce," kata jaksa Wawan.

Di samping itu, Hadinoto Soedigno dengan sepengetahuan Ermisyah bertemu dengan terdakwa dan menyampaikan kemungkinan Garuda menggunakan TCP dengan periode 3 tahun ditambah 3 tahun karena jika 10 tahun akan sangat sulit mendapat persetujuan serta komitmen Hadinoto untuk membantu Rolls-Royce.

Maka, pada tangga; 29 Oktober 2008, ditandatangani kontrak antara Garuda Indonesia dan Rolls-Royce untuk 15 unti mesin RR Tren 700 pada 6 pesawat Airbus A330-300 milik PT Garuda Indoensia.

Untuk memberikan "fee" kepada Emirsyah dan pihak lain yang berjasa, pada tanggal 8 September 2008, Soetikno melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa menandatangani kontrak "side letter" (commercial advisor agreement/CAA) dengan Rolls-Royce.

Setelah mendapat kontrak TCP, Soetikno kembali berusaha agar Garuda menggunakan mesin Rolls-Royce dengan metode TPC pada dua pesawat Airbus A330 yang akan disewa Garuda.

Baca juga: KPK panggil sembilan saksi kasus eks pejabat Garuda Hadinoto Soedigno

Baca juga: Penahanan mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah diperpanjang


Soetikno pada tanggal 16 Maret 2009 pun mengiformasikan kepada George Dean via email bahwa Garuda akan menyewa 4 unit pesawat Airbus A330, 2 unit disewa dari AirCap dan 2 lagi disewa dari ILFC.

Soetikno juga meminta tambahan uang sejumlah 500.000 dolar AS untuk "mengurus" orang-orang sama seperti yang ia lakukan dalam kontrak TCA sebelumnya.

Meski belum mendapat uang dari Rolls-Royce, terdakwa tetap mengirim uang sejumlah 500.000 dolar AS dari rekening PT Ardyaparamita Ayuprakarsa ke rekening Summerville Pacific Inc di UBS, kemudian meneruskan ke rekening Woodlake International Ltd. di UBS yang merupakan perusahaan di Singapura milik Emirsyah Satar.

Pada tanggal 31 Mie 2019, atas rekomendasi tim negosiasi, Emisyah menyetujui Garuda untuk menggunakan TCP terhadap 4 unit mesin RR Trent 700 yang disewa Garuda. Kontrak ditandatangani pada tanggal 29 Juni 2010.

"Terdakwa meminta agar Rolls-Royce segera membayar tambahan uang sejumlah 500 ribu dolar AS," tambah jaksa Wawan.

Atas perbuatannya, Soetikno didakwa berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Terhadap dakwaan tersebut, Soetikno tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).