Indonesia tegaskan komitmen untuk tata kelola pengungsi global
19 Desember 2019 13:52 WIB
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid (kiri) dan Wakil Tetap RI untuk PBB dan organisasi internasional lainnya di Jenewa Duta Besar Hasan Kleib (kanan) dalam persidangan Forum Global tentang Pengungsi (Global Forum on Refugee) di Jenewa, Swiss, Selasa (17/12/2019). (PTRI Jenewa)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dalam persidangan Forum Global tentang Pengungsi (Global Forum on Refugee) di Jenewa, Swiss, pada Selasa (17/12) menegaskan komitmen untuk mengatasi masalah pengungsi dan tata kelola pengungsi global yang lebih baik.
Komitmen pemerintah RI itu disampaikan oleh Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid dalam pernyataan Delegasi RI pada forum global tersebut, menurut keterangan tertulis PTRI Jenewa yang diterima di Jakarta, Kamis.
Meutya menyampaikan komitmen pemerintah Indonesia untuk tata kelola pengungsi yang lebih baik, termasuk membangun program pemberdayaan pengungsi dan memperkuat kerja sama antar negara asal, transit dan tujuan guna mencapai solusi yang langgeng berdasarkan prinsip pembagian beban dan tanggung jawab bersama .
"Sebagai wakil rakyat Indonesia, saya menyambut baik komitmen pemerintah tersebut. Tata kelola pengungsi global kiranya akan efektif apabila terdapat dukungan penuh parlemen," ujar Meutya.
Baca juga: Forum Pengungsi Global bahas satu dekade perpindahan terpaksa
Meskipun Indonesia bukan negara pihak pada Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol Opsional-nya, pemerintah Indonesia menyatakan konsisten melaksanakan prinsip-prinsip utama yang tertuang dalam konvensi tersebut.
Indonesia, katanya, bahkan melangkah lebih jauh melampaui kewajiban dan kapasitas sebagai nonpihak Konvensi Pengungsi dengan menjadi negara transit bagi lebih dari 14 ribu pengungsi dari 42 negara.
Upaya dan komitmen Indonesia untuk mengatasi masalah pengungsi juga tercermin dari pemberlakuan Peraturan Presiden No.125/2016 tentang penanganan pengungsi untuk menyelamatkan dan membantu menyediakan keamanan dan kebutuhan dasar bagi para pengungsi, serta pembentukan Satuan Tugas Nasional untuk Penanganan Pengungsi.
Selain menghadiri Forum Global tentang Pengungsi, ketua dan para wakil ketua Komisi I DPR RI juga telah melakukan rapat dengar pendapat dengan Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa Duta Besar Hasan Kleib beserta jajarannya untuk membahas keanggotaan Indonesia di Dewan HAM PBB periode 2020–2022.
Indonesia juga membuka akses bagi anak-anak pengungsi untuk menikmati hak-hak mereka atas pendidikan.
Baca juga: Menteri: Kebijakan pengungsi Turki jadi contoh buat dunia
Pada forum global itu, Ketua Komisi I DPR mengimbau anggota parlemen negara-negara anggota PBB untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menerapkan Global Compact on Refugee (GCR).
Meutya menekankan bahwa kerja sama erat parlemen dengan pemerintah perlu terus ditingkatkan untuk mewujudkan kebijakan dan dana yang terkait penyelesaian persoalan pengungsi.
Pernyataan delegasi Indonesia itu langsung mendapat apresiasi dari Komisaris Tinggi Pengungsi PBB, Filippo Grandi, yang memimpin sidang GRF 2019. Grandi menyambut baik partisipasi anggota Parlemen Indonesia dan menekankan bahwa peran parlemen penting untuk mendukung keberhasilan implementasi tata kelola global persoalan pengungsi.
Global Forum on Refugee yang pertama itu diselenggarakan di Jenewa pada 17-18 Desember 2019. Persidangan empat tahunan ini adalah hasil kesepakatan dari Global Compact on Refugee dan merupakan forum untuk bertukar praktik dan pengalaman terbaik antarpemangku kepentingan.
Baca juga: Indonesia terpilih Dewan HAM PBB, Komnas HAM ingatkan komitmen
Baca juga: Terpilih anggota Dewan HAM, Indonesia berjuang untuk keadilan sosial
Komitmen pemerintah RI itu disampaikan oleh Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid dalam pernyataan Delegasi RI pada forum global tersebut, menurut keterangan tertulis PTRI Jenewa yang diterima di Jakarta, Kamis.
Meutya menyampaikan komitmen pemerintah Indonesia untuk tata kelola pengungsi yang lebih baik, termasuk membangun program pemberdayaan pengungsi dan memperkuat kerja sama antar negara asal, transit dan tujuan guna mencapai solusi yang langgeng berdasarkan prinsip pembagian beban dan tanggung jawab bersama .
"Sebagai wakil rakyat Indonesia, saya menyambut baik komitmen pemerintah tersebut. Tata kelola pengungsi global kiranya akan efektif apabila terdapat dukungan penuh parlemen," ujar Meutya.
Baca juga: Forum Pengungsi Global bahas satu dekade perpindahan terpaksa
Meskipun Indonesia bukan negara pihak pada Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol Opsional-nya, pemerintah Indonesia menyatakan konsisten melaksanakan prinsip-prinsip utama yang tertuang dalam konvensi tersebut.
Indonesia, katanya, bahkan melangkah lebih jauh melampaui kewajiban dan kapasitas sebagai nonpihak Konvensi Pengungsi dengan menjadi negara transit bagi lebih dari 14 ribu pengungsi dari 42 negara.
Upaya dan komitmen Indonesia untuk mengatasi masalah pengungsi juga tercermin dari pemberlakuan Peraturan Presiden No.125/2016 tentang penanganan pengungsi untuk menyelamatkan dan membantu menyediakan keamanan dan kebutuhan dasar bagi para pengungsi, serta pembentukan Satuan Tugas Nasional untuk Penanganan Pengungsi.
Selain menghadiri Forum Global tentang Pengungsi, ketua dan para wakil ketua Komisi I DPR RI juga telah melakukan rapat dengar pendapat dengan Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa Duta Besar Hasan Kleib beserta jajarannya untuk membahas keanggotaan Indonesia di Dewan HAM PBB periode 2020–2022.
Indonesia juga membuka akses bagi anak-anak pengungsi untuk menikmati hak-hak mereka atas pendidikan.
Baca juga: Menteri: Kebijakan pengungsi Turki jadi contoh buat dunia
Pada forum global itu, Ketua Komisi I DPR mengimbau anggota parlemen negara-negara anggota PBB untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menerapkan Global Compact on Refugee (GCR).
Meutya menekankan bahwa kerja sama erat parlemen dengan pemerintah perlu terus ditingkatkan untuk mewujudkan kebijakan dan dana yang terkait penyelesaian persoalan pengungsi.
Pernyataan delegasi Indonesia itu langsung mendapat apresiasi dari Komisaris Tinggi Pengungsi PBB, Filippo Grandi, yang memimpin sidang GRF 2019. Grandi menyambut baik partisipasi anggota Parlemen Indonesia dan menekankan bahwa peran parlemen penting untuk mendukung keberhasilan implementasi tata kelola global persoalan pengungsi.
Global Forum on Refugee yang pertama itu diselenggarakan di Jenewa pada 17-18 Desember 2019. Persidangan empat tahunan ini adalah hasil kesepakatan dari Global Compact on Refugee dan merupakan forum untuk bertukar praktik dan pengalaman terbaik antarpemangku kepentingan.
Baca juga: Indonesia terpilih Dewan HAM PBB, Komnas HAM ingatkan komitmen
Baca juga: Terpilih anggota Dewan HAM, Indonesia berjuang untuk keadilan sosial
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: