Ular masuk rumah warga karena habitat berkurang
18 Desember 2019 14:55 WIB
Warga menunjukan ular sendok jawa atau kobra jawa (Naja sputatrix) di dalam bekas botol air mineral setelah berhasil ditangkap warga di Perum Tata Lestari, Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/12/2019). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/hp.
Purwokerto (ANTARA) - Salah satu penyebab ular masuk rumah warga karena habitat asli satwa itu di alam banyak berkurang, kata akademisi dari Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto IGA Ayu Ratna Puspitasari.
"Karena habitat alaminya banyak yang hilang, ular akan mencari habitat lain yang lebih hangat, sayangnya, biasanya adalah pemukiman warga," katanya di Purwokerto, Rabu.
Ahli herpetologi Unsoed itu, menjelaskan musim hujan memang biasanya menjadi musim menetas ular kobra.
"Biasanya bulan September-November. Namun karena musim penghujan juga agak mundur, jadinya 'booming' sekarang," katanya.
Staf Laboratorium Taksonomi Hewan, Bagian Zoologi, Fakultas Biologi, Unsoed itu, juga mengatakan ular sebenarnya merupakan predator alami tikus, sehingga pada umumnya sering ditemukan di area persawahan atau kebun, dan hidup di dalam lubang-lubang yang dibuat tikus.
"Beberapa tahun terakhir, saya melihat ada beberapa sawah dan kebun telah berubah fungsi sebagai pemukiman sehingga ular jadi banyak ditemukan, bahkan bersarang, di area pemukiman warga," katanya.
Baca juga: Tips untuk mencegah ular masuk rumah
Dia menambahkan ular merupakan hewan berdarah dingin yang tidak dapat membuat panas tubuh sendiri, sehingga secara alami akan mencari tempat yang lebih hangat, kering, dan juga lembab.
"Karena ular alaminya suka daerah yang lembab sehingga biasanya ditemukan di semak atau tumpukan barang, sementara jika musim penghujan cenderung mencari daerah yang kering dan rumah warga biasanya lebih hangat dan kering, dan ada banyak mangsa alami ular, yaitu tikus," katanya.
Dia juga menambahkan ditemukannya ular dan anak ular kobra di beberapa daerah, beberapa waktu belakangan ini, belum tepat jika dikatakan sebagai serangan ular.
"Ular tidak akan bersarang di pemukiman warga apabila habitat alaminya masih ada. Pada musim hujan, ular akan mencari tempat yang kering, hangat, dan banyak makanan yakni tikus," katanya.
Dia menambahkan, kata "serangan" memberikan kesan aktif atau memberikan kesan ular secara sengaja masuk rumah.
"Faktanya masuknya ular ke pemukiman warga menunjukkan ketidakseimbangan ekologi. Semakin banyak alih fungsi lahan, kemungkinan bersinggungan dengan satwa liar misalkan ular juga akan semakin tinggi. Jadi akan menjadi 'kewajaran' bertemu dengan satwa liar karena jika habitat mereka sudah hilang, lalu mereka harus pergi ke mana?" katanya.
Dengan demikian, kata dia, masyarakat perlu belajar hidup berdampingan dengan mereka (satwa liar, red.) dengan edukasi yang benar dan bukan mitos.
Baca juga: Pakar LIPI jelaskan penanganan pertama gigitan ular
Baca juga: Serum antibisa ular harus tersedia di Puskesmas
Baca juga: Pakar sebut kemunculan ular memang sedang musimnya
"Karena habitat alaminya banyak yang hilang, ular akan mencari habitat lain yang lebih hangat, sayangnya, biasanya adalah pemukiman warga," katanya di Purwokerto, Rabu.
Ahli herpetologi Unsoed itu, menjelaskan musim hujan memang biasanya menjadi musim menetas ular kobra.
"Biasanya bulan September-November. Namun karena musim penghujan juga agak mundur, jadinya 'booming' sekarang," katanya.
Staf Laboratorium Taksonomi Hewan, Bagian Zoologi, Fakultas Biologi, Unsoed itu, juga mengatakan ular sebenarnya merupakan predator alami tikus, sehingga pada umumnya sering ditemukan di area persawahan atau kebun, dan hidup di dalam lubang-lubang yang dibuat tikus.
"Beberapa tahun terakhir, saya melihat ada beberapa sawah dan kebun telah berubah fungsi sebagai pemukiman sehingga ular jadi banyak ditemukan, bahkan bersarang, di area pemukiman warga," katanya.
Baca juga: Tips untuk mencegah ular masuk rumah
Dia menambahkan ular merupakan hewan berdarah dingin yang tidak dapat membuat panas tubuh sendiri, sehingga secara alami akan mencari tempat yang lebih hangat, kering, dan juga lembab.
"Karena ular alaminya suka daerah yang lembab sehingga biasanya ditemukan di semak atau tumpukan barang, sementara jika musim penghujan cenderung mencari daerah yang kering dan rumah warga biasanya lebih hangat dan kering, dan ada banyak mangsa alami ular, yaitu tikus," katanya.
Dia juga menambahkan ditemukannya ular dan anak ular kobra di beberapa daerah, beberapa waktu belakangan ini, belum tepat jika dikatakan sebagai serangan ular.
"Ular tidak akan bersarang di pemukiman warga apabila habitat alaminya masih ada. Pada musim hujan, ular akan mencari tempat yang kering, hangat, dan banyak makanan yakni tikus," katanya.
Dia menambahkan, kata "serangan" memberikan kesan aktif atau memberikan kesan ular secara sengaja masuk rumah.
"Faktanya masuknya ular ke pemukiman warga menunjukkan ketidakseimbangan ekologi. Semakin banyak alih fungsi lahan, kemungkinan bersinggungan dengan satwa liar misalkan ular juga akan semakin tinggi. Jadi akan menjadi 'kewajaran' bertemu dengan satwa liar karena jika habitat mereka sudah hilang, lalu mereka harus pergi ke mana?" katanya.
Dengan demikian, kata dia, masyarakat perlu belajar hidup berdampingan dengan mereka (satwa liar, red.) dengan edukasi yang benar dan bukan mitos.
Baca juga: Pakar LIPI jelaskan penanganan pertama gigitan ular
Baca juga: Serum antibisa ular harus tersedia di Puskesmas
Baca juga: Pakar sebut kemunculan ular memang sedang musimnya
Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: