Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berharap daya saing varietas tanaman yang dihasilkan di dalam negeri lebih meningkat sehingga bisa bersaing menghadapi varietas dari luar negeri.

"Kita berharap hasil varietas kita mampu bersaing dengan varietas di luar negeri," kata Syahrul Yasin Limpo di dalam acara Pekan Perlindungan Varietas Tanaman yang digelar di Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu.

Mentan mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, serta memiliki lahan pertanian yang sangat luas.

Syahrul juga menuturkan, varietas tanaman unggulan telah memberdayakan banyak lahan dan dimanfaatkan oleh jutaan orang.

Baca juga: Mentan Syahrul dorong petani manfaatkan alsintan canggih

Ia juga mengungkapkan kisah tentang Korea Selatan yang pernah menurunkan ribuan hingga puluhan ribu orang ke seluruh daerah dalam rangka menjelaskan satu varietas unggulan untuk dikembangkan.

Varietas yang unggul, ujar dia, memiliki daya kompetitif bila memiliki kualitas, harga yang bersaing serta terjaga atau memiliki daya tahan yang baik.

Mentan dalam kesempatan tersebut juga memberikan penghargaan kepada pakar yang selama ini dinilai sebagai penggagas sistem Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia, Prof Achmad Baihaki.

Sementara itu, Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementan Erizal Jamal memaparkan bahwa sistem perlindungan varietas tanaman dinilai akan dapat membantu mencapai target guna meningkatkan ekspor pertanian pada 2024 hingga tiga kali lipat dari yang ada pada saat ini.

Sebelumnya, Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PVTPP) Kementerian Pertanian mengajukan pembebasan biaya untuk hak paten atau sertifikat perlindungan varietas tanaman guna mendukung industri benih dalam negeri.

Baca juga: Kementan ajukan pembebasan biaya paten perlindungan varietas tanaman

Kepala Pusat PVTPP Erizal Jamal mengatakan pembebasan biaya untuk sertifikat perlindungan varietas tanaman (PVT) ini sebagai insentif bagi pemulia kecil atau perakit varietas di lingkup universitas dan Badan Litbang Pertanian.

"Ke depan kami upayakan agar Litbang, perguruan tinggi, pemulia kecil bisa gratis untuk dapat sertifikat PVT. RPP sudah diusulkan, mudah-mudahan tahun depan sudah berlaku. Menteri Keuangan sudah setuju, tinggal pengesahan saja," kata Erizal pada konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta, Jumat (13/12).

Erizal menjelaskan saat ini pemulia atau perakit varietas masih dibebankan tarif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Pertanian.

Dalam PP tersebut, permohonan untuk mendapatkan sertifikat PVT bahkan bisa mencapai Rp20 juta untuk biaya uji varietas atau pemeriksaan ke lapangan.

Setelah itu, pemilik paten yang sudah mengedarkan varietasnya secara komersial juga harus membayar iuran tahunan, yakni Rp1,5 juta per tahun per varietas untuk perorangan WNA dan perusahaan swasta; dan Rp750.000 untuk perguruan tinggi, perorangan dalam negeri dan lembaga penelitian pemerintah.

Baca juga: BATAN perbaiki kualitas varietas lokal perkuat kepemilikan lokal

Menurut Erizal, pembebasan biaya paten atau perlindungan PVT ini untuk mendukung geliat industri benih dalam negeri. Apalagi, investasi untuk merakit satu varietas bisa menghabiskan dana miliaran rupiah.

"Untuk merakit satu varietas butuh waktu kurang lebih empat sampai tujuh tahun dengan investasi dana miliaran rupiah. Dari varietas yang dihasilkan, hanya sekitar 10 persen yang berhasil dan dikembangkan secara komersial di masyarakat," katanya.