Rencana Jalan Tol Yogya-Solo berubah di Monjali dilewatkan bawah
17 Desember 2019 20:40 WIB
Warga Desa Selomartani, Kalasan, Sleman yang terdampak proyek Jalan Tol Bawen-Yogyakarta-Solo mengikuti sosialisasi di Balai Desa Selomartani. Foto Antara/Victorianus Sat Pranyoto
Sleman (ANTARA) - Trase Jalan Tol Yogyakarta-Solo yang melewati kawasan Ring Road utara akan diubah dari sebelumnya direncanakan sepanjang Ring Road utara akan dibangun "tol elevated' atau melayang, menjadi turun ke bawah di sekitar simpang empat Monumen Jogja Kembali (Monjali).
"Perubahan desain itu sudah melalui berbagai pertimbangan matang. Kami mencari desain yang paling menguntungkan warga Yogyakarta," kata Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Bawen-Yogyakarta-Solo Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Wijayanto di Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan, dengan perubahan desain dari "elevated" di atas Ring Road menjadi "at grade", akan ada pelebaran jalan.
"Kemungkinan besar jalan yang sudah ada akan digunakan menjadi jalan bebas hambatan," katanya.
Menurut dia, pihaknya belum bisa membeberkan secara rinci. Sebab, perubahan desain itu baru diumumkan tiga hari sebelum terjun untuk sosialisasi di masyarakat.
"Jalan Ring Road-nya akan kami pakai, tapi kami akan cermati lagi desainnya karena baru beberapa waktu lalu ganti desain," katanya.
Baca juga: Tanah-bangunan terdampak proyek Tol Bawean bisa diajukan pembebasan
Wijayanto mengatakan, kendati ada perubahan, namun diperkirakan panjang jalan tol yang diubah tidak akan lebih dari dua kilometer. Namun pihaknya belum bisa memastikan secara rinci di mana tol akan turun dan kemudian kembali naik.
"Perubahan ini tentu bakal mempengaruhi besaran anggaran yang dikeluarkan. Bisa jadi kurang, bisa jadi tambah," katanya.
Ia mengatakan, proses sosialisasi kepada warga terdampak pembangunan Tol Yogyakarta-Solo di wilayah DIY sejauh ini sudah berjalan sesuai perencanaan.
"Warga memberikan respons yang baik terhadap rencana pembangunan tol," katanya.
Menurut dia, diperkirakan izin penetapan lokasi (Penlok) bisa diterbitkan pada Februari hingga April 2020. Setelah penlok turun, kemudian dilanjutkan dengan pematokan dan pengukuran bidang serta inventarisasi untuk pengadaan lahan.
Baca juga: Warga terdampak tol minta kejelasan besaran ganti untung
"Proses pembayaran diperkirakan ganti untung bisa mulai dicairkan Agustus 2020. Kalau sudah lengkap semua langsung dibayar, langsung transfer ke rekening masing-masing, begitu sudah jelas siapa pemiliknya, bidangnya berapa, luasnya berapa, dapat ganti rugi berapa," katanya.
Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno mengatakan pemilik lahan di wilayah perdesaan yang terdampak jalan Tol Yogyakarta-Solo tidak perlu mengganti status tanah dari letter C menjadi sertifikat.
"Begitu juga pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB). Di perdesaan, IMB tetap tidak akan memengaruhi penilaian tim appraisal," katanya.
Menurut dia, hal tersebut berbeda dengan IMB wilayah perkotaan, seperti di Kecamatan Depok.
"Jadi kami minta warga tidak usah berbondong-bondong mengurus IMB," katanya.
Baca juga: Warga Desa Tamanmartani terdampak tol mulai urus IMB
"Perubahan desain itu sudah melalui berbagai pertimbangan matang. Kami mencari desain yang paling menguntungkan warga Yogyakarta," kata Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Bawen-Yogyakarta-Solo Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Wijayanto di Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan, dengan perubahan desain dari "elevated" di atas Ring Road menjadi "at grade", akan ada pelebaran jalan.
"Kemungkinan besar jalan yang sudah ada akan digunakan menjadi jalan bebas hambatan," katanya.
Menurut dia, pihaknya belum bisa membeberkan secara rinci. Sebab, perubahan desain itu baru diumumkan tiga hari sebelum terjun untuk sosialisasi di masyarakat.
"Jalan Ring Road-nya akan kami pakai, tapi kami akan cermati lagi desainnya karena baru beberapa waktu lalu ganti desain," katanya.
Baca juga: Tanah-bangunan terdampak proyek Tol Bawean bisa diajukan pembebasan
Wijayanto mengatakan, kendati ada perubahan, namun diperkirakan panjang jalan tol yang diubah tidak akan lebih dari dua kilometer. Namun pihaknya belum bisa memastikan secara rinci di mana tol akan turun dan kemudian kembali naik.
"Perubahan ini tentu bakal mempengaruhi besaran anggaran yang dikeluarkan. Bisa jadi kurang, bisa jadi tambah," katanya.
Ia mengatakan, proses sosialisasi kepada warga terdampak pembangunan Tol Yogyakarta-Solo di wilayah DIY sejauh ini sudah berjalan sesuai perencanaan.
"Warga memberikan respons yang baik terhadap rencana pembangunan tol," katanya.
Menurut dia, diperkirakan izin penetapan lokasi (Penlok) bisa diterbitkan pada Februari hingga April 2020. Setelah penlok turun, kemudian dilanjutkan dengan pematokan dan pengukuran bidang serta inventarisasi untuk pengadaan lahan.
Baca juga: Warga terdampak tol minta kejelasan besaran ganti untung
"Proses pembayaran diperkirakan ganti untung bisa mulai dicairkan Agustus 2020. Kalau sudah lengkap semua langsung dibayar, langsung transfer ke rekening masing-masing, begitu sudah jelas siapa pemiliknya, bidangnya berapa, luasnya berapa, dapat ganti rugi berapa," katanya.
Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno mengatakan pemilik lahan di wilayah perdesaan yang terdampak jalan Tol Yogyakarta-Solo tidak perlu mengganti status tanah dari letter C menjadi sertifikat.
"Begitu juga pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB). Di perdesaan, IMB tetap tidak akan memengaruhi penilaian tim appraisal," katanya.
Menurut dia, hal tersebut berbeda dengan IMB wilayah perkotaan, seperti di Kecamatan Depok.
"Jadi kami minta warga tidak usah berbondong-bondong mengurus IMB," katanya.
Baca juga: Warga Desa Tamanmartani terdampak tol mulai urus IMB
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: