OJK: Merger BPR dan BPRS diharapkan jadi ujung tombak pembiayaan UMKM
17 Desember 2019 16:38 WIB
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Teguh Supangkat (kanan) dan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno (kiri), melaunching rencana merger Bank Pekreditan Rakyat (BPR) di Padang, Sumatera Barat, Selasa (17/12/2019). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan daya saing Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dengan melakukan penggabungan atau merger sejumlah BPR/BPRS di seluruh daerah.
"OJK terus berupaya untuk melakukan penguatan BPR dan BPRS di seluruh daerah yang diharapkan bisa menjadi ujung tombak dalam pembiayaan UMKM," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan 1 OJK Teguh Supangkat di Padang, Sumatera Barat, Selasa.
Teguh Supangkat bersama Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno dalam keterangan tertulis OJK disebutkan menyaksikan peresmian merger 41 BPR menjadi 17 BPR di wilayah Sumatera Barat di Auditorium Istana Sumatera Barat.
Teguh dalam sambutannya mengatakan konsolidasi BPR/BPRS sejalan dengan ketentuan kewajiban pemenuhan modal inti yang diatur dalam POJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR, yang mewajibkan BPR memiliki modal inti minimum Rp3 miliar sampai dengan 31 Desember 2019 dan Rp6 miliar sampai dengan 31 Desember 2024.
“Peningkatan modal minimum akan dapat meningkatkan daya saing dan tata kelola BPR/BPRS di tengah tingginya persaingan usaha sektor jasa keuangan dengan keberadaan bank umum, perusahaan pembiayaan, hingga fintech lending,” kata Teguh.
Teguh Supangkat mengapresiasi upaya 15 kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat dalam mengambil langkah aksi korporasi melakukan merger BPR dengan melalui proses yang cukup panjang.
Ia mengatakan banyak manfaat yang diperoleh BPR dalam melakukan merger yaitu mempercepat pemenuhan ketentuan modal inti minimal tanpa harus melakukan penambahan setoran modal. Jika modal inti telah mencapai Rp6 miliar maka BPR dapat melakukan pembagian dividen.
Selain itu meningkatkan tata kelola dan efisiensi di bidang operasional yaitu terpenuhinya SDM yang tepat guna dan kemampuan keuangan untuk investasi di bidang teknologi informasi.
Merger juga akan meningkatkan daya saing hingga ekspansi pasar menjadi lebih luas, dan secara bersamaan akan menurunkan persaingan dengan BPR lainnya serta bisa meningkatkan kemampuan likuiditas serta lending, dan akan meningkatkan laba BPR.
Pada saat ini dari 17 BPR hasil merger itu terdapat satu BPR telah menjadi BPR dengan total aset dan modal inti terbesar di Sumbar. Sedangkan 16 grup BPR merger lainnya sedang dalam proses pemenuhan dokumen persyaratan administrasi.
Sementara itu, OJK bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga melakukan kerja sama dalam mendorong kemajuan sektor pertanian dengan meluncurkan Program Aksi Pangan sebagai bagian dari peningkatan peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Sumbar.
Baca juga: OJK terus tingkatkan akses layanan keuangan masyarakat
Baca juga: Presiden Jokowi dorong pemda percepat akses keuangan
"OJK terus berupaya untuk melakukan penguatan BPR dan BPRS di seluruh daerah yang diharapkan bisa menjadi ujung tombak dalam pembiayaan UMKM," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan 1 OJK Teguh Supangkat di Padang, Sumatera Barat, Selasa.
Teguh Supangkat bersama Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno dalam keterangan tertulis OJK disebutkan menyaksikan peresmian merger 41 BPR menjadi 17 BPR di wilayah Sumatera Barat di Auditorium Istana Sumatera Barat.
Teguh dalam sambutannya mengatakan konsolidasi BPR/BPRS sejalan dengan ketentuan kewajiban pemenuhan modal inti yang diatur dalam POJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR, yang mewajibkan BPR memiliki modal inti minimum Rp3 miliar sampai dengan 31 Desember 2019 dan Rp6 miliar sampai dengan 31 Desember 2024.
“Peningkatan modal minimum akan dapat meningkatkan daya saing dan tata kelola BPR/BPRS di tengah tingginya persaingan usaha sektor jasa keuangan dengan keberadaan bank umum, perusahaan pembiayaan, hingga fintech lending,” kata Teguh.
Teguh Supangkat mengapresiasi upaya 15 kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat dalam mengambil langkah aksi korporasi melakukan merger BPR dengan melalui proses yang cukup panjang.
Ia mengatakan banyak manfaat yang diperoleh BPR dalam melakukan merger yaitu mempercepat pemenuhan ketentuan modal inti minimal tanpa harus melakukan penambahan setoran modal. Jika modal inti telah mencapai Rp6 miliar maka BPR dapat melakukan pembagian dividen.
Selain itu meningkatkan tata kelola dan efisiensi di bidang operasional yaitu terpenuhinya SDM yang tepat guna dan kemampuan keuangan untuk investasi di bidang teknologi informasi.
Merger juga akan meningkatkan daya saing hingga ekspansi pasar menjadi lebih luas, dan secara bersamaan akan menurunkan persaingan dengan BPR lainnya serta bisa meningkatkan kemampuan likuiditas serta lending, dan akan meningkatkan laba BPR.
Pada saat ini dari 17 BPR hasil merger itu terdapat satu BPR telah menjadi BPR dengan total aset dan modal inti terbesar di Sumbar. Sedangkan 16 grup BPR merger lainnya sedang dalam proses pemenuhan dokumen persyaratan administrasi.
Sementara itu, OJK bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga melakukan kerja sama dalam mendorong kemajuan sektor pertanian dengan meluncurkan Program Aksi Pangan sebagai bagian dari peningkatan peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Sumbar.
Baca juga: OJK terus tingkatkan akses layanan keuangan masyarakat
Baca juga: Presiden Jokowi dorong pemda percepat akses keuangan
Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: