Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menyatakan pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis dalam rangka mengantisipasi trade shock atau geger perdagangan sebagai dampak dari fenomena perang dagang.

"China adalah salah satu industri terkemuka yang menerapkan otomatisasi dalam memproduksi barang-barang mereka. Produsen di China mampu menekan harga serendah mungkin, sementara Indonesia masih kurang dalam bidang-bidang tertentu, bahkan kerap kali mengalami trade shock," kata Pingkan Audrine Kosijungan dalam keterangan tertulis, Senin.

Untuk itu, ujar dia, Indonesia perlu mengkonsiderasikan stabilitas geopolitik pada saat ini serta fokus pada kebijakan-kebijakan strategis untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Pingkan menilai bahwa Indonesia masih sulit untuk mengambil manfaat dari perang dagang yang terjadi antara China dan Amerika Serikat, mengingat industri dalam negeri Indonesia tidak dapat menggantikan produk China sejak awal.

"Kita juga harus ingat kalau Amerika Serikat pun akan mengadakan pemilihan umum presiden pada November 2020 mendatang. Hal ini cukup mempengaruhi proses pengambilan kebijakan. Kebijakan yang diambil saat ini oleh Presiden Trump di penghujung masa pemerintahannya terbilang cukup rentan dengan perubahan dan ketidakpastian," tambah Pingkan.

Hingga saat ini pemerintah masih menyiapkan RUU Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law) untuk merevisi 82 undang-undang (UU) dan 1.194 pasal yang akan diselaraskan. Regulasi ini nantinya akan mencakup setidaknya 11 klaster yang mendorong faktor-faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan dan perlindungan UMKM.

Regulasi ini juga akan mencakup kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan saksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.

"Implementasinya pun tentu saja masih memerlukan waktu dan harmonisasi antarlembaga. Proses harmonisasi inilah yang tidak jarang memakan waktu yang cukup lama dan membutuhkan keseriusan dari semua pihak dalam implementasinya," ucapnya.

Baca juga: Kadin paparkan dua peluang Indonesia terkait perang dagang