Artikel
Komputer untuk PKBM Mustika di perbatasan Indonesia-Malaysia
15 Desember 2019 17:15 WIB
Siriani (kanan) siswa PKBM Mustika, Desa Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, belajar komputer dibantu staf dari PT Askrindo (Persero), Rabu (11/12/2019) (ANTARA/HO-PT Askrindo (Persero))
Jakarta (ANTARA) - Siriani bergegas masuk kelas, memilih duduk di kursi paling ujung tak jauh dari pintu masuk, Rabu (11/12) sore itu Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Mustika, Desa Balai Karangan, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, mengadakan praktek komputer.
Belasan peserta didik laki-laki berusia belasan tahun dan Siriani (33), berlatih mengetik biodata diri menggunakan program Microsoft Words untuk pertama kalinya, merekapun dibantu oleh dua orang tutor.
Saat belasan remaja laki-laki tersebut sibuk di depan layak kaca komputer, Sirini tampak sabar menunggu giliran, komputer di hadapannya tidak bisa dinyalakan, karena daya listrik di PKBM Mustika tidak mencukupi untuk mengoperasikan seluruh peralatan elektronik.
PKBM Mustika menerima bantuan sebanyak 40 unit komputer dari PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo (Persero) melalui kegiatan bina lingkungan dalam program BUMN Hadir Untuk Negeri tahun 2019 di di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Seperangkat komputer disalurkan atas pemintaan PKBM Mustika ingin mempersiapkan siswanya menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Selama dua tahun ini, lembaga pendidikan tersebut terpaksa menyewa peralatan komputer yang menghabiskan biaya antara Rp15 juta hingga Rp25 juta setiap tahunnya.
Ketika salah satu siswa laki-laki selesai mengerjakan tugas, Siriani pun mencoba gilirannya mengoperasikan komputer tersebut dibantu salah seorang staf dari Askrindo, dimulai dari cara menghidupkan CPU dan monitor komputer.
Siriani lalu dipandu untuk mengeklik program Microsoft Words yang terdapat di layar kaca menggunakan kursor (mouse), walau butuh upaya tiga kali supaya berhasil membuka programnya, Siriani tampak bersemangat walau agak malu-malu karena gagap teknologi baru.
"Baru pertama kali ya belum bisa komputer, cuma bisa pegang aja,” kata Siriani tersenyum.
Dengan menggunakan dua jari telunjuk kanan dan kirinya, Sirinai ‘terbata-bata’ mengoperasikan keyboard dan mulai mengetik namanya, usia, serta alamat tinggalnya.
PKBM Mustika
PKBM Mustika satu dari tiga PKBM yang terdapat di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, memiliki murid aktif mencapai 500 orang, mengajarkan pendidikan dari program keaksaraan hingga kesetaraan kejar Paket A (SD), Paket B (SMP) dan Paket C (SMA).
Kabupaten Sanggau merupakan daerah dengan wilayah tertinggal, terluar dan terdepan (3T) di Indonesia, berbatasan langsung dengan Kuching, Malaysia di bagian utaranya.
Desa Balai Karangan berjarak hanya 15 kilo meter dari Pos Lintas Batas Negara atau PLBN Entikong yang menjadi pintu masuk resmi bagi warga Indonesia ke Malaysia maupun sebaliknya.
Di daerah ini, negeri tetangga lebih dekat dari pada negara sendiri. Warga juga menciptakan budaya sudah bekerja sejak muda, dan menomor duakan pendidikan. Menurut Ketua PKBM Mustika, Baleng Tinus (54) banyak faktor yang menyebabkan warga putus sekolah, selain karena persoalan ekonomi, infrastruktur pendidikan yang belum memadai, juga karena faktor usia.
Warga sudah nyaman dengan pekerjaan mereka, apalagi sudah memegang jabatan seperti mandor perusahaan sawit, usia mereka sudah tak muda lagi, dan pendidikan formal berjenjang tidak bisa menerima dalam kondisi demikian.
“Di kampung-kampung banyak yang putus sekolah, pertama karena biaya, jarak sekolah dan umur juga,” kata Baleng.
Seperti halnya dialami Siriani yang sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun tidak bisa baca tulis karena tidak mengeyam pendidikan SD. Kondisi serupa juga dialami suaminya Jaenal (40).
Setelah perusahaan memberlakukan aturan baru yakni wajib memiliki ijazah SMA, memaksa Sirirani dan suaminya untuk bersekolah lagi, agar tetap bisa bekerja dan syukur-syukur bisa naik jabatan menjadi staf dengan gaji Rp2 juta perbulan.
“Kalau sekarang buruh lepas gajinya satu bulan paling Rp500 ribu, karena kerjanya cuma tujuh hari saja,” katanya.
Motivasi
Siriani sadar usianya tidak lagi muda, apalagi dirinya seorang ibu dengan tiga anak pula, sekolah mana yang mau memberinya ijazah SD sekaligus SMP hingga SMA tanpa harus datang ke sekolah setiap hari dan meninggalkan pekerjaannya.
Hingga akhirnya Siriani mendapat informasi dari temannya, ada sekolah paket yang bisa dapatkan ijazah SMA. Temannya tersebut sudah lebih dulu mengantongi ijazah SMA dari PKBM Mustika, dan langsung naik jabatan dari buruh lepas menjadi ‘krani’ istilah atau jabatan staf bidang administrasi.
Siriani mencoba peruntungnya, atas izin suami dan perusahaanya yang memperbolehkan pekerjanya menempuh pendidikan. Ia pun mendaftar ke PKMB Mustika mengambil jenjang pendidikan paket A (SD) awalnya selama tiga tahun dengan biaya Rp1,5 juta. Setelah lulus dan mengantongi ijazah SD, lanjut ke paket B (SMP) juga selama tiga tahun dengan biaya Rp2 juta.
Untungnya pihak PKBM Mustika memberikan keringanan, Siriani dan peserta didik lainnya bisa mencicil biaya dengan membayar Rp220 ribu setiap bulannya. Ini yang membuat Siriani terbantu dan bersemangat mengejar cita-citanya.
Setelah menamatkan pendidikan paket A, Siriani yang tadinya buta huruf, kini sudah lancar membaca dan menghitung. Dan sudah bisa memenuhi permintaan ketiga anaknya untuk mengajarkan mereka membaca dan menulis pelajaran dari sekolah.
Pengalaman sebagai orang yang buta huruf, membuat Siriani kerap salah mengembalikan uang pembeli di warungnya, hingga akhirnya warung itu gulung tikar karena kehabisan biaya.
"Selalu salah mengembalikan uang, selalu berlebihan, kita tidak tau mana uang Rp50 ribu, Rp10 ribu, Rp15 ribu, jadi kembaliannya selalu berlebih. Mereka (pembeli) mana mau membalikkan kelebihan uangnya," katanya berwajah Dayak itu mengenang masa lalu.
Tidak hanya itu, Siriani kini tidak lagi malu kepada ketiga anaknya yang bersekolah di SD Sungai Imah. Anak-anak pulalah menjadi motiviasi perempuan asli Sekayam itu untuk bersekolah, agar bisa mendidik dan mengajarkan anaknya.
Hingga akhirnya, Siriani menyadari pentingnya pendidikan, sempat ada penyesalan kenapa tidak dari dulu bersekolah. Alasannya cuma satu, karena ekonomi keluarga tidak mampu kala itu. Ibu bapaknya bekerja di ladang, tidak mampu menyekolahkan Siriani dan ketujuh saudaranya.
Selain itu saran pendidikan di Kampung Sungai Imah, Desa Sotok, Kecamatan Sikayam terbatas, hanya ada satu SD, dan SMP, tidak ada SMA maupun perguruan tinggi, jaran sekali ada warga yang mengeyam pendidikan tinggi.
Setiap hari Siriani harus menempuh perjalanan satu jam menggunakan sepeda motor menyusuri jalan tanah menuju kebun sawit, syukur-syukur kalau jalanan kering bisa lancer dilalui, tapi kalau hujan turun, jalan tanah berubah lumpur dan licin, tak jarang dirinya jatuh dari sepeda motor.
Jika terlambat ke kebun untuk menyemprot dan menebas sawit, Siriani dan pekerja lainnya akan diberi sanksi pemotongan upah.
Setiap Selasa serta Kamis, Siriani harus mengendarai sepeda motor menuju PKBM Mustika di Desa Balai Karangan, butuh waktu 45 menit perjalanana, dan kalau hujan turun bisa sampai satu jam lebih, apalagi pengendara perempuan.
Siriani merasa beryukur, perusahaanya memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan, sehingga memudahkannya fokus belajar dan mendapatkan ijazah yang diinginkan. Aktivitas belajar mengajar di PKBM Mustika dimulai sore hari, karena pagi harinya siswa banyak yang bekerja.
"Keinginan saya setelah sekolah bisa mengajar anak-anak, tidak lagi bekerja sebagai buruh, bisa mendidik anak-anak di kampung agar tidak buta huruf seperti saya," kata Siriani.
BUMN Hadir Untuk Negeri
Corporate Secretary PT Askrindo (Persero), Denny S Adji mengatakan salah satu fokus pihaknya mengembangkan sumber daya manusia di Desa Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dalam rangka mendukung program pemerintah membangun wilayah 3T.
Askrindo menyalurkan berbagai bantuan CSR atau bina lingkungan mulai dari sarana pembelajaran untuk anak-anak usia dini dengan Mobil Pintar (MoPi) hingga bantuan sarana pembelajaran yang disalurkan di sejumlah PKBM.
Di Kabupaten Sanggau terdapat tiga PKBM yang jadi perhatian Askrindo, yakni PKBM Mustika mendapat bantuan 40 unit komputer, PKBM Sinar Pagi sebanyak 10 unit komputer dan PKBM Bina Utama sebanyak 20 unit komputer.
Baca juga: Sekolah non formal di Balai Karangan Kalbar lebih diminati
Baca juga: Askrindo bantu pemerintah tingkatkan kualitas SDM di wilayah 3T
Baca juga: Askrindo dukung pengentasan stunting dan gizi buruk di Baduy
PKBM Mustika mendapatkan bantuan lebih besar karena paling aktif dan memiliki jumlah siswa lebih banyak dari PKBM yang lainnya. Setelah menyalurkan bantuan komputer, Askrindo pada Kamis (12/12) kembali menyalurkan bantuan senilai Rp10 juta untuk perlengkapan mebeler’, pembuatan teralis ruang komputer hingga menaikkan daya listrik.
"Saat ini Askrindo tengah fokus menyalurkan CSR maupun bina lingnkungan ke beberapa daerah yang masuk ke dalam wilayah 3T salah satunya Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat yang berbatasan langsungn dengan Malaysia," kata Denny.
PKBM Mustika, Balai Karangan, Kabupaten Sanggau berjarak 15 menit dari perbatasan Indonesia-Malaysia, dan butuh waktu dua jam menuju Kuching, Ibu Kota Serawak, Malaysia.
Hadirnya BUMN membantu pemerintah dalam membangun daerah 3T memberikan harapan baru bagi warga perbatasan agar tidak tertinggal jauh dari negeri tetangga. Seperti harapan Siriani tidak ingin ada anak-anak buta huruf di kampungnya.
Perkenalan Siriani dengan komputer di sekolahnya, menghapus kegagapan terhadap teknologi, membuatnya lebih percaya diri untuk belajar agar tidak tertinggal jauh dari teman-temannya.
"Askrindo mengambil langkah guna membantu pemerintah meningkatkan SDM agar terciptanya pemerataan ekonomi nasional yang lebih baik lagi," kata Denny
Belasan peserta didik laki-laki berusia belasan tahun dan Siriani (33), berlatih mengetik biodata diri menggunakan program Microsoft Words untuk pertama kalinya, merekapun dibantu oleh dua orang tutor.
Saat belasan remaja laki-laki tersebut sibuk di depan layak kaca komputer, Sirini tampak sabar menunggu giliran, komputer di hadapannya tidak bisa dinyalakan, karena daya listrik di PKBM Mustika tidak mencukupi untuk mengoperasikan seluruh peralatan elektronik.
PKBM Mustika menerima bantuan sebanyak 40 unit komputer dari PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo (Persero) melalui kegiatan bina lingkungan dalam program BUMN Hadir Untuk Negeri tahun 2019 di di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
Seperangkat komputer disalurkan atas pemintaan PKBM Mustika ingin mempersiapkan siswanya menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Selama dua tahun ini, lembaga pendidikan tersebut terpaksa menyewa peralatan komputer yang menghabiskan biaya antara Rp15 juta hingga Rp25 juta setiap tahunnya.
Ketika salah satu siswa laki-laki selesai mengerjakan tugas, Siriani pun mencoba gilirannya mengoperasikan komputer tersebut dibantu salah seorang staf dari Askrindo, dimulai dari cara menghidupkan CPU dan monitor komputer.
Siriani lalu dipandu untuk mengeklik program Microsoft Words yang terdapat di layar kaca menggunakan kursor (mouse), walau butuh upaya tiga kali supaya berhasil membuka programnya, Siriani tampak bersemangat walau agak malu-malu karena gagap teknologi baru.
"Baru pertama kali ya belum bisa komputer, cuma bisa pegang aja,” kata Siriani tersenyum.
Dengan menggunakan dua jari telunjuk kanan dan kirinya, Sirinai ‘terbata-bata’ mengoperasikan keyboard dan mulai mengetik namanya, usia, serta alamat tinggalnya.
PKBM Mustika
PKBM Mustika satu dari tiga PKBM yang terdapat di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, memiliki murid aktif mencapai 500 orang, mengajarkan pendidikan dari program keaksaraan hingga kesetaraan kejar Paket A (SD), Paket B (SMP) dan Paket C (SMA).
Kabupaten Sanggau merupakan daerah dengan wilayah tertinggal, terluar dan terdepan (3T) di Indonesia, berbatasan langsung dengan Kuching, Malaysia di bagian utaranya.
Desa Balai Karangan berjarak hanya 15 kilo meter dari Pos Lintas Batas Negara atau PLBN Entikong yang menjadi pintu masuk resmi bagi warga Indonesia ke Malaysia maupun sebaliknya.
Di daerah ini, negeri tetangga lebih dekat dari pada negara sendiri. Warga juga menciptakan budaya sudah bekerja sejak muda, dan menomor duakan pendidikan. Menurut Ketua PKBM Mustika, Baleng Tinus (54) banyak faktor yang menyebabkan warga putus sekolah, selain karena persoalan ekonomi, infrastruktur pendidikan yang belum memadai, juga karena faktor usia.
Warga sudah nyaman dengan pekerjaan mereka, apalagi sudah memegang jabatan seperti mandor perusahaan sawit, usia mereka sudah tak muda lagi, dan pendidikan formal berjenjang tidak bisa menerima dalam kondisi demikian.
“Di kampung-kampung banyak yang putus sekolah, pertama karena biaya, jarak sekolah dan umur juga,” kata Baleng.
Seperti halnya dialami Siriani yang sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun tidak bisa baca tulis karena tidak mengeyam pendidikan SD. Kondisi serupa juga dialami suaminya Jaenal (40).
Setelah perusahaan memberlakukan aturan baru yakni wajib memiliki ijazah SMA, memaksa Sirirani dan suaminya untuk bersekolah lagi, agar tetap bisa bekerja dan syukur-syukur bisa naik jabatan menjadi staf dengan gaji Rp2 juta perbulan.
“Kalau sekarang buruh lepas gajinya satu bulan paling Rp500 ribu, karena kerjanya cuma tujuh hari saja,” katanya.
Motivasi
Siriani sadar usianya tidak lagi muda, apalagi dirinya seorang ibu dengan tiga anak pula, sekolah mana yang mau memberinya ijazah SD sekaligus SMP hingga SMA tanpa harus datang ke sekolah setiap hari dan meninggalkan pekerjaannya.
Hingga akhirnya Siriani mendapat informasi dari temannya, ada sekolah paket yang bisa dapatkan ijazah SMA. Temannya tersebut sudah lebih dulu mengantongi ijazah SMA dari PKBM Mustika, dan langsung naik jabatan dari buruh lepas menjadi ‘krani’ istilah atau jabatan staf bidang administrasi.
Siriani mencoba peruntungnya, atas izin suami dan perusahaanya yang memperbolehkan pekerjanya menempuh pendidikan. Ia pun mendaftar ke PKMB Mustika mengambil jenjang pendidikan paket A (SD) awalnya selama tiga tahun dengan biaya Rp1,5 juta. Setelah lulus dan mengantongi ijazah SD, lanjut ke paket B (SMP) juga selama tiga tahun dengan biaya Rp2 juta.
Untungnya pihak PKBM Mustika memberikan keringanan, Siriani dan peserta didik lainnya bisa mencicil biaya dengan membayar Rp220 ribu setiap bulannya. Ini yang membuat Siriani terbantu dan bersemangat mengejar cita-citanya.
Setelah menamatkan pendidikan paket A, Siriani yang tadinya buta huruf, kini sudah lancar membaca dan menghitung. Dan sudah bisa memenuhi permintaan ketiga anaknya untuk mengajarkan mereka membaca dan menulis pelajaran dari sekolah.
Pengalaman sebagai orang yang buta huruf, membuat Siriani kerap salah mengembalikan uang pembeli di warungnya, hingga akhirnya warung itu gulung tikar karena kehabisan biaya.
"Selalu salah mengembalikan uang, selalu berlebihan, kita tidak tau mana uang Rp50 ribu, Rp10 ribu, Rp15 ribu, jadi kembaliannya selalu berlebih. Mereka (pembeli) mana mau membalikkan kelebihan uangnya," katanya berwajah Dayak itu mengenang masa lalu.
Tidak hanya itu, Siriani kini tidak lagi malu kepada ketiga anaknya yang bersekolah di SD Sungai Imah. Anak-anak pulalah menjadi motiviasi perempuan asli Sekayam itu untuk bersekolah, agar bisa mendidik dan mengajarkan anaknya.
Hingga akhirnya, Siriani menyadari pentingnya pendidikan, sempat ada penyesalan kenapa tidak dari dulu bersekolah. Alasannya cuma satu, karena ekonomi keluarga tidak mampu kala itu. Ibu bapaknya bekerja di ladang, tidak mampu menyekolahkan Siriani dan ketujuh saudaranya.
Selain itu saran pendidikan di Kampung Sungai Imah, Desa Sotok, Kecamatan Sikayam terbatas, hanya ada satu SD, dan SMP, tidak ada SMA maupun perguruan tinggi, jaran sekali ada warga yang mengeyam pendidikan tinggi.
Setiap hari Siriani harus menempuh perjalanan satu jam menggunakan sepeda motor menyusuri jalan tanah menuju kebun sawit, syukur-syukur kalau jalanan kering bisa lancer dilalui, tapi kalau hujan turun, jalan tanah berubah lumpur dan licin, tak jarang dirinya jatuh dari sepeda motor.
Jika terlambat ke kebun untuk menyemprot dan menebas sawit, Siriani dan pekerja lainnya akan diberi sanksi pemotongan upah.
Setiap Selasa serta Kamis, Siriani harus mengendarai sepeda motor menuju PKBM Mustika di Desa Balai Karangan, butuh waktu 45 menit perjalanana, dan kalau hujan turun bisa sampai satu jam lebih, apalagi pengendara perempuan.
Siriani merasa beryukur, perusahaanya memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan, sehingga memudahkannya fokus belajar dan mendapatkan ijazah yang diinginkan. Aktivitas belajar mengajar di PKBM Mustika dimulai sore hari, karena pagi harinya siswa banyak yang bekerja.
"Keinginan saya setelah sekolah bisa mengajar anak-anak, tidak lagi bekerja sebagai buruh, bisa mendidik anak-anak di kampung agar tidak buta huruf seperti saya," kata Siriani.
BUMN Hadir Untuk Negeri
Corporate Secretary PT Askrindo (Persero), Denny S Adji mengatakan salah satu fokus pihaknya mengembangkan sumber daya manusia di Desa Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dalam rangka mendukung program pemerintah membangun wilayah 3T.
Askrindo menyalurkan berbagai bantuan CSR atau bina lingkungan mulai dari sarana pembelajaran untuk anak-anak usia dini dengan Mobil Pintar (MoPi) hingga bantuan sarana pembelajaran yang disalurkan di sejumlah PKBM.
Di Kabupaten Sanggau terdapat tiga PKBM yang jadi perhatian Askrindo, yakni PKBM Mustika mendapat bantuan 40 unit komputer, PKBM Sinar Pagi sebanyak 10 unit komputer dan PKBM Bina Utama sebanyak 20 unit komputer.
Baca juga: Sekolah non formal di Balai Karangan Kalbar lebih diminati
Baca juga: Askrindo bantu pemerintah tingkatkan kualitas SDM di wilayah 3T
Baca juga: Askrindo dukung pengentasan stunting dan gizi buruk di Baduy
PKBM Mustika mendapatkan bantuan lebih besar karena paling aktif dan memiliki jumlah siswa lebih banyak dari PKBM yang lainnya. Setelah menyalurkan bantuan komputer, Askrindo pada Kamis (12/12) kembali menyalurkan bantuan senilai Rp10 juta untuk perlengkapan mebeler’, pembuatan teralis ruang komputer hingga menaikkan daya listrik.
"Saat ini Askrindo tengah fokus menyalurkan CSR maupun bina lingnkungan ke beberapa daerah yang masuk ke dalam wilayah 3T salah satunya Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat yang berbatasan langsungn dengan Malaysia," kata Denny.
PKBM Mustika, Balai Karangan, Kabupaten Sanggau berjarak 15 menit dari perbatasan Indonesia-Malaysia, dan butuh waktu dua jam menuju Kuching, Ibu Kota Serawak, Malaysia.
Hadirnya BUMN membantu pemerintah dalam membangun daerah 3T memberikan harapan baru bagi warga perbatasan agar tidak tertinggal jauh dari negeri tetangga. Seperti harapan Siriani tidak ingin ada anak-anak buta huruf di kampungnya.
Perkenalan Siriani dengan komputer di sekolahnya, menghapus kegagapan terhadap teknologi, membuatnya lebih percaya diri untuk belajar agar tidak tertinggal jauh dari teman-temannya.
"Askrindo mengambil langkah guna membantu pemerintah meningkatkan SDM agar terciptanya pemerataan ekonomi nasional yang lebih baik lagi," kata Denny
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Tags: