Makassar (ANTARA) - Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo menyatakan jika Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih banyak yang tidak tahu dan hanya familiar di kalangan pengusaha saja.

"Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini digagas pada masa transisi orde baru ke reformasi. Sudah 20 tahun undang-undang ini, tapi masih banyak kalangan masyarakat itu tidak tahu," ujar Kodrat Wibowo saat memberikan pemaparan di Makassar, Jumat.

Baca juga: KPPU : sistem non tunai dengan satu kartu berpotensi diskriminasi

Di hadapan para wartawan dan organisasi kemasyarakatan (ormas) dirinya memaparkan tujuan dibentuknya lembaga negara ini serta semangat lembaga dalam memberikan keadilan ekonomi bagi para pelaku usaha.

Ia mengatakan semangat dari KPPU yakni memberikan keadilan ekonomi bagi seluruh pelaku usaha. Setiap pelaku usaha bisa meningkatkan plafon usahanya dengan memperhatikan semua ketentuan yang ada dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut.

"Kalau dulu di zaman orde baru, banyak yang pesimis dan di kalangan masyarakat khususnya pelaku usaha selalu beranggapan jika yang kaya dan besar hanya golongan tertentu. Kalau sekarang tidak begitu, semua punya peluang asalkan kerja keras dan mengikuti semua aturan-aturan yang berlaku," katanya.

Kodrat berharap peran media massa dalam menyosialisasikan maupun menyampaikan informasi tentang semangat persaingan usaha sehat kepada masyarakat bisa berjalan maksimal.

"Ini peran dari teman-teman. Semangatnya KPPU itu memberikan keadilan ekonomi kepada pelaku usaha serta masyarakat. Masyarakat bisa terlibat dan berperan aktif jika di tengah-tengah masyarakat ada praktek monopoli, kartel dan lainnya bisa dilaporkan agar dilakukan penindakan," terangnya.

Baca juga: KPPU minta wajib tanam bawang putih bagi importir tetap berlaku

Ia mencontohkan beberapa kasus yang diperkarakan oleh KPPU dan berdampak besar bagi masyarakat yakni tarif pesan singkat (SMS) yang awalnya Rp350 setiap kali kirim bisa diturunkan setelah melalui proses panjang di pengadilan.

Begitu juga dengan kasus persekongkolan dan kongkalikong antara dua produsen sepeda motor yakni Honda dan Yamaha yang menaikkan harga kendaraan pada harga tertentu.

"Kasusnya baru putus dan ini sudah incraht (berkekuatan hukum tetap). Kita bisa buktikan di pengadilan kalau mereka ada persekongkolan dan yang dirugikan adalah masyarakat," ucapnya.

Ia mengakui kekurangan dari putusan hukum itu karena pihaknya saat memperkarakan persekongkolan itu tidak memasukkan unsur penurunan harga, hanya pada denda maksimal sesuai dengan pasal-pasal dalam UU 5/1999 tersebut.

"Kita sudah buktikan bahwa ada persekongkolan, tetapi kembali lagi ke masyarakatnya. Toh, masih banyak masyarakat yang beli kedua merek sepeda motor itu, walaupun di dalamnya ada kesepakatan menaikkan harga," ucapnya.

Baca juga: Mantan Ketua KPPU Syarkawi Rauf disebut terima suap Rp1,966 miliar