Jakarta (ANTARA) - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) membidik keanggotaan di organisasi antarnegara dalam satuan tugas aksi keuangan (Financial Action Task Force/FATF) untuk mendukung daya tarik investasi Indonesia di mata investor dunia.

"Dengan masuknya kami (PPATK),, Indonesia akan semakin dikenal sebagai negara berintegritas sistem keuangan dan ekonominya dari kegiatan pencucian uang dan pendanaan terorisme," kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin di Jakarta, Jumat.

Untuk menuju posisi tersebut, PPATK sedang melakukan peninjauan evaluasi bersama atau mutual evaluation review yang sudah dilakukan pada September 2019.

Dia menjelaskan rencananya para penilai dari tujuh negara akan berkunjung ke Indonesia pada Maret 2020.

Kedatangan penilai itu untuk memeriksa sekaligus melakukan wawancara langsung dengan 15 kementerian/lembaga terkait keuangan, di antaranya Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hasil dari penilaian tersebut, lanjut dia, akan dibahas pada Oktober 2020 dan hasil akhir akan diumumkan pada tahun 2021.

Kiagus mengungkapkan ada 40 rekomendasi yang harus dipenuhi dalam proses penilaian, salah satunya terkait korupsi.

Dia menambahkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) termasuk regulasi dan implementasinya menjadi indikator penting yang dilakukan para penilai. Penanganan kasus korupsi dari lembaga terkait seperti KPK hingga kontribusi untuk tataran internasional juga menjadi bagian penilaian.

"Kalau diterima maka mudah-mudahan rating kita menjadi terus terjaga, rating investasi, cost of borrowing dari Indonesia akan semakin rendah, pinjaman untuk investasi Indonesia lebih mudah, sehingga ekonomi Indonesia menjadi lebih efisien," katanya.

Sementara itu Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menambahkan jika Indonesia dianggap belum memenuhi kriteria yang ditetapkan, maka para penilai akan memberikan sejumlah catatan untuk segera ditindaklanjuti.

Jika tidak bisa menindaklanjuti, kata dia, Indonesia berpotensi masuk daftar negara abu-abu dan daftar "negara hitam" investasi.

"Kalau sampai tidak berhasil, cost of funding akan mahal, ekonomi kita semakin tidak efisien karena tidak bisa investasi sembarangan di Indonesia, usaha untuk keluar ekspansi juga susah karena dianggap negara high risk," katanya.

Selama ini, Indonesia sudah masuk dalam FATF, namun statusnya masih sebagai pengamat, bukan berstatus anggota penuh dalam organisasi yang beranggotakan 38 lembaga serupa PPATK.

FATF merupakan organisasi internasional yang berwenang mengeluarkan kebijakan dan mengukur kepatuhan negara anggota dan non-anggota terkait antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

Baca juga: Kepala PPATK temui Menko Polhukam bahas keikutsertaan FATF