Pelaku usaha perhatikan tiga poin Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
12 Desember 2019 19:17 WIB
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani dalam acara Seminar Nasional Dinamika dan Tantangan Indonesia dalam Perekonomian Global di Widya Graha, LIPI, Jakarta, Kamis (12/12/2019). (ANTARA/AstridFaidlatulHabibah)
Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin menyebutkan ada tiga poin penting dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang menjadi perhatian pelaku usaha yaitu terkait ketenagakerjaan, kemudahan izin berusaha, dan pengadaan lahan.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa tiga poin tersebut dianggap sangat menyasar berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dunia usaha.
“Kalau ditanya dunia usaha, mana sih prioritasnya? Yang paling penting dan yang utama itu adalah ketenagakerjaan karena ini adalah suatu momok yang sudah lama sekali tidak diperbaiki,” katanya di Gedung Lipi, Jakarta, Kamis.
Shinta menjelaskan sebenarnya ada 11 cluster dalam omnibus law itu yakni perizinan berusaha, kemudahan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, hubungan riset dan inovasi, serta hubungan administrasi pemerintahan.
Selanjutnya, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi.
Ia menuturkan permasalahan ketenagakerjaan tidak selalu tentang upah tapi juga produktivitas yang masih kurang sehingga omnibus law tersebut sangat dibutuhkan untuk memperbaiki ekosistem usaha di Indonesia.
“Sebenarnya semua ini tidak hanya karena upah. Upah kita memang tidak bisa bersaing, tapi produktivitas kita apa lagi? Ada banyak hal yg perlu diperbaiki,” ujarnya.
Menurutnya, upah yang diberikan tidak sebanding dengan produktivitas tenaga kerjanya karena pemberdayaan pekerja masih minim sehingga akan berpengaruh pada modal bisnis dari para pelaku usaha.
“Nah ini pada akhirnya cost of bussinessnya juga pengaruhnya ke situ. Aspek human capital development yang menjadi kunci pemerintah juga tepat sekali,” katanya.
Oleh sebab itu, melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang juga menyasar terkait ketenagakerjaan serta hubungan riset dan inovasi itu diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
“Kalau kita lihat dari segi upah minimum itu ada PP 78 yang mengatur tapi kita tahu itu juga tidak mungkin dilakukan karena kita juga tidak mungkin untuk terus menaikkan upah sesuai formula itu,” katanya.
Shinta melanjutkan, terkait izin berusaha melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang selama ini telah diterapkan juga belum cukup efektif untuk memudahkan para pebisnis sebab banyak daerah tidak menerapkan hal itu.
“Sekarang ini kita bingung karena sudah ada OSS pun tidak bisa jalan. Bukannya malah buat kita lebih simplify tapi malah tambah bingung. Kenyataannya di lapangan sulit sekali,” katanya.
Tak hanya itu, Shinta menyebutkan masalah juga masih banyak muncul pada tata ruang hingga izin lahan yang akhirnya semakin menimbulkan penghambat masuknya investasi ke Indonesia.
"Ini problem yang pelik. Jadi kadang-kadang investor itu sudah siap, tapi kadang masalahnya di situ,” ujarnya.
Baca juga: Pemerintah revisi 1.000 pasal lebih dalam Omnibus Cipta Lapangan Kerja
Baca juga: Kadin berharap omnibus law efektif perbaiki iklim usaha dan investasi
Baca juga: Pengamat nilai omnibus law belum akan berdampak pada 2020
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan bahwa tiga poin tersebut dianggap sangat menyasar berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dunia usaha.
“Kalau ditanya dunia usaha, mana sih prioritasnya? Yang paling penting dan yang utama itu adalah ketenagakerjaan karena ini adalah suatu momok yang sudah lama sekali tidak diperbaiki,” katanya di Gedung Lipi, Jakarta, Kamis.
Shinta menjelaskan sebenarnya ada 11 cluster dalam omnibus law itu yakni perizinan berusaha, kemudahan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, hubungan riset dan inovasi, serta hubungan administrasi pemerintahan.
Selanjutnya, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi.
Ia menuturkan permasalahan ketenagakerjaan tidak selalu tentang upah tapi juga produktivitas yang masih kurang sehingga omnibus law tersebut sangat dibutuhkan untuk memperbaiki ekosistem usaha di Indonesia.
“Sebenarnya semua ini tidak hanya karena upah. Upah kita memang tidak bisa bersaing, tapi produktivitas kita apa lagi? Ada banyak hal yg perlu diperbaiki,” ujarnya.
Menurutnya, upah yang diberikan tidak sebanding dengan produktivitas tenaga kerjanya karena pemberdayaan pekerja masih minim sehingga akan berpengaruh pada modal bisnis dari para pelaku usaha.
“Nah ini pada akhirnya cost of bussinessnya juga pengaruhnya ke situ. Aspek human capital development yang menjadi kunci pemerintah juga tepat sekali,” katanya.
Oleh sebab itu, melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang juga menyasar terkait ketenagakerjaan serta hubungan riset dan inovasi itu diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
“Kalau kita lihat dari segi upah minimum itu ada PP 78 yang mengatur tapi kita tahu itu juga tidak mungkin dilakukan karena kita juga tidak mungkin untuk terus menaikkan upah sesuai formula itu,” katanya.
Shinta melanjutkan, terkait izin berusaha melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang selama ini telah diterapkan juga belum cukup efektif untuk memudahkan para pebisnis sebab banyak daerah tidak menerapkan hal itu.
“Sekarang ini kita bingung karena sudah ada OSS pun tidak bisa jalan. Bukannya malah buat kita lebih simplify tapi malah tambah bingung. Kenyataannya di lapangan sulit sekali,” katanya.
Tak hanya itu, Shinta menyebutkan masalah juga masih banyak muncul pada tata ruang hingga izin lahan yang akhirnya semakin menimbulkan penghambat masuknya investasi ke Indonesia.
"Ini problem yang pelik. Jadi kadang-kadang investor itu sudah siap, tapi kadang masalahnya di situ,” ujarnya.
Baca juga: Pemerintah revisi 1.000 pasal lebih dalam Omnibus Cipta Lapangan Kerja
Baca juga: Kadin berharap omnibus law efektif perbaiki iklim usaha dan investasi
Baca juga: Pengamat nilai omnibus law belum akan berdampak pada 2020
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019
Tags: