Mataram (ANTARA) - Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mendorong pembangunan pusat informasi mangrove oleh kelompok masyarakat pengelola Ekowisata Mangrove Bagek Kembar, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

"Kami mendorong agar kelompok masyarakat secara mandiri membentuk pusat informasi mangrove yang refresentatif agar kawasan ekowisata mangrove tersebut menjadi destinasi edukasi berkelanjutan," kata Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian pada Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Muhammad Barmawi, ketika dihubungi di Mataram, Kamis.

Menurut dia, pusat informasi mangrove sangat penting agar para wisatawan yang berkunjung ke Ekowisata Mangrove Bagek Kembar tidak terkesan hanya berwisata menghamburkan uang.

Namun wisatawan bisa memperoleh manfaat lebih berupa pengetahuan mengenai manfaat tanaman bakau, burung apa saja yang ada di kawasan itu dan edukasi tentang pentingnya pengelolaan sampah demi kelestarian perairan laut.

"Jadi tidak hanya sekedar berwisata massal yang tidak berkelanjutan karena orang cepat bosan. Tapi, kami ingin orientasi pengembangan Ekowisata Mangrove Bagek Kembar secara berkelanjutan dan memberikan manfaat besar bagi orang yang datang," ujarnya.

Barmawi menyebutkan tingkat kunjungan wisatawan ke Ekowisata Bagek Kembar terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rata-rata jumlah wisatawan yang berkunjung pada hari libur mencapai 400 orang. Angka tersebut bertambah dibandingkan tahun pertama pembentukan kawasan ekowisata tersebut hanya puluhan orang setiap hari libur.

Ekowisata Bagek Kembar yang dibentuk empat tahun lalu terus dibenahi. Bantuan pembenahan fasilitas datang dari berbagai donatur, salah satunya Bank Indonesia yang melakukan pengecatan dan lampu warna warni di jembatan bambu, sehingga menambah eksotik kawasan wisata mangrove tersebut.

Namun, kata dia, untuk bisa menjadi destinasi wisata mangrove yang memiliki daya tarik tersendiri diperlukan sarana penunjang lainnya, seperti pusat informasi tentang mangrove.

Ekowisata Mangrove Bagek Kembar sudah memiliki pusat informasi, namun hanya bangunan pondok saja tanpa ada pendukung lainnya, seperti papan informasi dan sumber daya manusia profesional yang paham tentang tanaman mangrove.

"Kami ingin ada sumber daya profesional. Sebenarnya bisa dari unsur sukarelawan yang mau bekerja sama dengan kelompok. Tinggal bagaimana model kerja samanya saja," ucap Barmawi yang sudah menjadi pendamping Kelompok Masyarakat Pengelola Ekowisata Bagek Kembar selama empat tahun lebih.

Selain memotivasi kelompok masyarakat, Barmawi sendiri juga ikut membantu mencarikan lembaga atau individu yang mau memberikan bantuan untuk pengembangan Ekowisata Mangrove Bagek Kembar. Bahkan, promosi dilakukan hingga Australia.

"Tapi yang kami inginkan adalah aktor utamanya kelompok masyarakat. Mereka juga kami arahkan untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak di NTB untuk pengembangan kawasan menjadi lebih maju lagi," katanya.

Baca juga: Luas mangrove Indonesia meningkat, kata delegasi COP25-UNFCCC

Baca juga: Band poprock Wolftank pun ikut tanam mangrove