BNPB intensifkan cegah karhutla dengan basahi lahan
11 Desember 2019 14:45 WIB
Sekretaris Utama BNPB Harmensyah (kanan) ketika ditemui dalam acara seminar pemulihan pasca-bencana di Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019). ANTARA/Prisca Triferna
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengintensifkan salah satu upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan membasahi lahan gambut serta melakukan pendekatan sosial ekonomi di daerah terdampak.
"Banyak sekali dana yang dikeluarkan (akibat karhutla) dengan tahun ini saja lebih dari Rp2,5 triliun hanya untuk memadamkan. Ini tidak boleh berulang lagi sehingga kita menghabiskan dana begitu banyak," ucap Sekretaris Utama BNPN Harmensyah pada diskusi perihal strategi pemulihan sosial ekonomi pasca-bencana di Jakarta Pusat, Rabu.
Kebakaran hutan dan lahan terjadi secara masif di Indonesia pada 2019 dengan besaran luas lahan yang terbakar di seluruh nusantara mencapai 857 ribu hektare yang teridentifikasi hingga September 2019, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca juga: Indonesia perlu tingkatan penindakan ekosida atasi krisis iklim
Baca juga: Karhutla Riau habiskan anggaran BNPB Rp468 miliar
Menurut laporan dari Bank Dunia, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi dalam musim kering tersebut mengakibatkan total kerusakan dan kerugian yang dialami Indonesia mencapai 5,2 miliar dolar AS (sekitar Rp72 triliun) atau 0,5 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
Untuk pemadaman sendiri, menurut Sestama BNPB, begitu besar kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan hingga BNPB harus menghabiskan ratusan miliar untuk memadamkan api. Dia memberi contoh bagaimana mengerahkan empat pesawat untuk menjatuhkan bom air di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan harus dikeluarkan dana sebesar Rp200 miliar hanya untuk satu titik tersebut.
Oleh karena itu, ujar dia, mengikuti arahan dari Kepala BNPN Doni Monardo, BNPB akan melakukan usaha mengembalikan sifat gambut yaitu berair, basah dan rawa sebagai bentuk pencegahan agar kebakaran hutan dan lahan besar tidak terjadi lagi.
Baca juga: Menteri LHK minta peran BMKG dan TMC dikedepankan atasi karhutla
Baca juga: BNPB: Belum ada penurunan jumlah personel dalam penanganan karhutla
"Makanya kita jadikan suatu pilot project atas kunjungan kita ke Ogan Ilir waktu itu, dan ini bisa kita tularkan ke daerah lain. Kita lihat posisi di mana kita bisa mengisi kembali gambutnya dengan air," ujar dia.
Dia tidak memungkiri kemungkinan untuk melakukannya di daerah lain karen banyak daerah yang masih harus dilihat dan dipantau untuk mengaplikasikan kegiatan pembahasan tersebut.
Upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan juga dilakukan dengan tidak hanya mengairi lahan gambut yang kering, tapi juga dengan pendekatan sosial ekonomi kepada masyarakat sekitar dengan mendorong pemanfaatan lahan tersebut.
"Inilah kita coba memetakan ekonomi sosial, masyarakatnya mungkin bisa tanam sagu, nanas, terus banyak hal lain yang bisa kita kembangkan di lahan gambut itu. Termasuk kemarin kita coba minta daerah untuk desain untuk perikanannya hidup, padinya tumbuh kembali. Termasuk pariwisata, mereka akan kembangkan daerah itu," tegas dia.
Baca juga: Greenpeace: KTT ASEAN momen tepat atasi masalah asap lintas batas
"Banyak sekali dana yang dikeluarkan (akibat karhutla) dengan tahun ini saja lebih dari Rp2,5 triliun hanya untuk memadamkan. Ini tidak boleh berulang lagi sehingga kita menghabiskan dana begitu banyak," ucap Sekretaris Utama BNPN Harmensyah pada diskusi perihal strategi pemulihan sosial ekonomi pasca-bencana di Jakarta Pusat, Rabu.
Kebakaran hutan dan lahan terjadi secara masif di Indonesia pada 2019 dengan besaran luas lahan yang terbakar di seluruh nusantara mencapai 857 ribu hektare yang teridentifikasi hingga September 2019, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca juga: Indonesia perlu tingkatan penindakan ekosida atasi krisis iklim
Baca juga: Karhutla Riau habiskan anggaran BNPB Rp468 miliar
Menurut laporan dari Bank Dunia, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi dalam musim kering tersebut mengakibatkan total kerusakan dan kerugian yang dialami Indonesia mencapai 5,2 miliar dolar AS (sekitar Rp72 triliun) atau 0,5 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
Untuk pemadaman sendiri, menurut Sestama BNPB, begitu besar kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan hingga BNPB harus menghabiskan ratusan miliar untuk memadamkan api. Dia memberi contoh bagaimana mengerahkan empat pesawat untuk menjatuhkan bom air di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan harus dikeluarkan dana sebesar Rp200 miliar hanya untuk satu titik tersebut.
Oleh karena itu, ujar dia, mengikuti arahan dari Kepala BNPN Doni Monardo, BNPB akan melakukan usaha mengembalikan sifat gambut yaitu berair, basah dan rawa sebagai bentuk pencegahan agar kebakaran hutan dan lahan besar tidak terjadi lagi.
Baca juga: Menteri LHK minta peran BMKG dan TMC dikedepankan atasi karhutla
Baca juga: BNPB: Belum ada penurunan jumlah personel dalam penanganan karhutla
"Makanya kita jadikan suatu pilot project atas kunjungan kita ke Ogan Ilir waktu itu, dan ini bisa kita tularkan ke daerah lain. Kita lihat posisi di mana kita bisa mengisi kembali gambutnya dengan air," ujar dia.
Dia tidak memungkiri kemungkinan untuk melakukannya di daerah lain karen banyak daerah yang masih harus dilihat dan dipantau untuk mengaplikasikan kegiatan pembahasan tersebut.
Upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan juga dilakukan dengan tidak hanya mengairi lahan gambut yang kering, tapi juga dengan pendekatan sosial ekonomi kepada masyarakat sekitar dengan mendorong pemanfaatan lahan tersebut.
"Inilah kita coba memetakan ekonomi sosial, masyarakatnya mungkin bisa tanam sagu, nanas, terus banyak hal lain yang bisa kita kembangkan di lahan gambut itu. Termasuk kemarin kita coba minta daerah untuk desain untuk perikanannya hidup, padinya tumbuh kembali. Termasuk pariwisata, mereka akan kembangkan daerah itu," tegas dia.
Baca juga: Greenpeace: KTT ASEAN momen tepat atasi masalah asap lintas batas
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019
Tags: