KPAI sesalkan balita meninggal usai dititipkan di TPA
9 Desember 2019 14:47 WIB
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati di sela wawancara dengan ANTARA di kantor KPAI, Jakarta, Rabu (28/8/2019). ANTARA/Anom Prihantoro
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati menyesalkan meninggalnya anak berusia empat tahun MYG yang ditemukan tanpa kepala usai hilang dari Taman Penitipan Anak (TPA) sejak dua pekan lalu.
"Ananda hilang ketika dititipkan di Taman Penitipan Anak (TPA). KPAI menyesalkan adanya kejadian anak hilang di TPA," kata Rita kepada wartawan di Jakarta, Senin.
KPAI, kata dia, menyadari kebutuhan akan Taman Penitipan Anak (TPA)/Taman Anak Sejahtera (TAS)/day care meningkat seiring dengan terjadinya perubahan sosial.
Dia mengatakan meningkatnya pendidikan perempuan dan peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia kerja mengubah pola pengasuhan terkadang ke keluarga besar. Beberapa di antara mereka memilih day care.
"Banyak orang berpikiran bahwa menempatkan anak di lembaga pengasuhan lebih pasti karena bentuknya lembaga dibandingkan dengan kepada orang perorang seperti asisten rumah tangga. Belum lagi saat ini sulit mencari ART yang dapat dipercaya," katanya.
Baca juga: KPAI rekomendasikan langkah nyata guna wujudkan kemerdekaan belajar
Baca juga: KPAI apresiasi kemerdekaan belajar dalam pidato Mendikbud Nadiem
Baca juga: KPAI: Ajarkan agama pada anak dengan cara yang baik
KPAI, kata Rita, telah mengadakan riset pengawasan TPA/TAS di delapan provinsi di Indonesia. KPAI menemukan bahwa kebutuhan akan TPA dan TAS meningkat tidak hanya di perkotaan tapi juga di daerah dari yang mahal hingga yang berbayar Rp5 ribu per jam.
Meningkatnya kebutuhan akan lembaga pengasuhan, kata dia, sayangnya belum diikuti dengan meningkatnya kesadaran standarisasi lembaga pengasuhan. Hal ini terbukti dari riset KPAI bahwa ada 44 persen TPA/TAS/day care tidak berizin.
"KPAI juga menemukan belum menyeluruhnya standarisasi SDM pengelola TPA dan TAS dan layanan di TPA dan TAS," katanya.
Salah satu poin pelayanan adalah keamanan. Masih ada 49,3 persen TPA yang tidak memiliki sistem keamanan. Kejadian di Kalimantan Timur mengingatkan bahwa TPA dan TAS yang diharapkan menjadi tempat pengasuhan sementara ketika orang tua bekerja harus melakukan perubahan kelembagaan nonformal.
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu segera melakukan pembenahan terhadap lembaga pengasuhan yang banyak diharapkan masyarakat
Semoga kejadian hilangnya anak di TPA di Kaltim adalah kejadian terakhir," katanya.*
Baca juga: KPAI harapkan tokoh agama jadi pelopor pelindungan anak
Baca juga: KPAI: Kenalkan nilai-nilai toleransi sejak usia dini
Baca juga: KPAI: Hari Ayah harus jadi momentum tingkatkan pengasuhan ayah
"Ananda hilang ketika dititipkan di Taman Penitipan Anak (TPA). KPAI menyesalkan adanya kejadian anak hilang di TPA," kata Rita kepada wartawan di Jakarta, Senin.
KPAI, kata dia, menyadari kebutuhan akan Taman Penitipan Anak (TPA)/Taman Anak Sejahtera (TAS)/day care meningkat seiring dengan terjadinya perubahan sosial.
Dia mengatakan meningkatnya pendidikan perempuan dan peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia kerja mengubah pola pengasuhan terkadang ke keluarga besar. Beberapa di antara mereka memilih day care.
"Banyak orang berpikiran bahwa menempatkan anak di lembaga pengasuhan lebih pasti karena bentuknya lembaga dibandingkan dengan kepada orang perorang seperti asisten rumah tangga. Belum lagi saat ini sulit mencari ART yang dapat dipercaya," katanya.
Baca juga: KPAI rekomendasikan langkah nyata guna wujudkan kemerdekaan belajar
Baca juga: KPAI apresiasi kemerdekaan belajar dalam pidato Mendikbud Nadiem
Baca juga: KPAI: Ajarkan agama pada anak dengan cara yang baik
KPAI, kata Rita, telah mengadakan riset pengawasan TPA/TAS di delapan provinsi di Indonesia. KPAI menemukan bahwa kebutuhan akan TPA dan TAS meningkat tidak hanya di perkotaan tapi juga di daerah dari yang mahal hingga yang berbayar Rp5 ribu per jam.
Meningkatnya kebutuhan akan lembaga pengasuhan, kata dia, sayangnya belum diikuti dengan meningkatnya kesadaran standarisasi lembaga pengasuhan. Hal ini terbukti dari riset KPAI bahwa ada 44 persen TPA/TAS/day care tidak berizin.
"KPAI juga menemukan belum menyeluruhnya standarisasi SDM pengelola TPA dan TAS dan layanan di TPA dan TAS," katanya.
Salah satu poin pelayanan adalah keamanan. Masih ada 49,3 persen TPA yang tidak memiliki sistem keamanan. Kejadian di Kalimantan Timur mengingatkan bahwa TPA dan TAS yang diharapkan menjadi tempat pengasuhan sementara ketika orang tua bekerja harus melakukan perubahan kelembagaan nonformal.
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu segera melakukan pembenahan terhadap lembaga pengasuhan yang banyak diharapkan masyarakat
Semoga kejadian hilangnya anak di TPA di Kaltim adalah kejadian terakhir," katanya.*
Baca juga: KPAI harapkan tokoh agama jadi pelopor pelindungan anak
Baca juga: KPAI: Kenalkan nilai-nilai toleransi sejak usia dini
Baca juga: KPAI: Hari Ayah harus jadi momentum tingkatkan pengasuhan ayah
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: