Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Kammrusammad mengkritik langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak memasukkan aturan larangan mantan terpidana kasus korupsi maju dalam pemilihan kepala daerah dalam peraturan KPU (PKPU).

"Ini merupakan kegagalan KPU dalam mendorong regulasi yang lebih baik," kata Kammrussamad, di Jakarta, Minggu.

Dia menilai apabila larangan narapidana korupsi tidak dimasukkan dalam PKPU, maka masyarakat semakin tidak percaya terhadap kualitas demokrasi dalam melahirkan pemimpin berintegritas.
Baca juga: Akademisi katakan eks napi koruptor juga miliki hak politik

Menurut dia, seharusnya KPU berjuang sungguh-sungguh untuk memasukkan aturan larangan mantan narapidana korupsi maju dalam pilkada, karena beberapa sebab. Pertama, sanksi sosial yang diharapkan menimbulkan efek jera.

"Fakta kepala daerah terjerat korupsi meningkat dari sembilan kepala daerah tahun 2017 menjadi 20 kepala daerah di tahun 2018," ujarnya.

Kedua, menurut dia, perlu ada terobosan hukum untuk melahirkan pemimpin berintegritas, dan itu diperlukan dukungan stakeholder hukum nasional.

Dia menyatakan pula, alasan ketiga, apabila aturan larangan tersebut diberlakukan maka merupakan kemajuan dalam membangun ekosistem politik berintegritas.

Sebelumnya, KPU membuat PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU No. 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Baca juga: Napi koruptor dilarang jadi calon kepala daerah, DPR belum sepakat

KPU hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana ikut dalam pilkada, yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak, yang tertuang dalam pasal 4 ayat H.

KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi, dan aturan ini dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4.

Pasal 3A ayat 3 disebutkan bahwa "Dalam seleksi bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.

Lalu dalam pasal 3A ayat 4 disebutkan bahwa bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi.
Baca juga: PKPU larangan koruptor maju pilkada masih digodok