Jakarta (ANTARA) - Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip menilai Omnibus Law yang rencananya akan mulai diterapkan pada 2020 mendatang belum bisa memberikan dampak secara langsung untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun yang sama.

Sunarsip mengatakan bahwa penerapan beleid yang menggabungkan sejumlah aturan menjadi satu UU sebagai payung hukum baru terkait Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja itu membutuhkan waktu untuk mengimplementasikan.

“Kebijakan omnibus law itu struktural dan dampaknya tidak bisa dinikmati pada jangka pendek. Reformasi itu butuh waktu jadi belum ada dampak pada perekonomian 2020,” katanya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Pemerintah pastikan penyerahan draf Omnibus Law sebelum reses DPR

Sunarsip menyebutkan faktor pendorong investasi ada dua yaitu internal atau dari kebijakan pemerintah seperti pembentukan omnibus law tersebut, serta eksternal yakni dari fundamental nilai tukar.

“Iya internal kita dibenahi secara struktural melalui reformasi regulasi, tetapi eksternal kan enggak semata-mata begitu. Disini ada perbaikan regulasi kemudian investasi masuk enggak semata-mata itu juga,” ujarnya.

Selain itu, berlangsungnya ketidakpastian global yang terus berlanjut akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat dengan China juga akan berdampak pada investasi sebab volume perdagangan turun sejalan dengan aktivitas industri.

Baca juga: Menkumham: RUU terkait omnibus law dan pemindahan ibukota prioritas

Di sisi lain, ia mengaku optimistis pembahasan Omnibus Law di DPR akan berjalan lancar mengingat koalisi pemerintah menguasai mayoritas kursi DPR.

Tak hanya itu, menurut Sunarsip juga merupakan hal yang ganjil jika terdapat partai oposisi menentang Omnibus Law mengingat dampak dari reformasi kebijakan tersebut sangat positif untuk perekonomian nasional.

“Tetapi dampaknya tidak bisa dirasakan tahun depan, paling cepat 2021 dilihat dari apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sustain. Tetapi saya punya keyakinan tentu sustain pada 2020,” ujarnya.