Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR nonaktif Bowo Sidik Pangarso divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider empat bulan kurungan karena terbukti terbukti menerima suap dan gratifikasi.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Bowo Sidik Pangarso terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan," ucap Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan putusan Bowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Adapun hal yang memberatkan, terdakwa Bowo tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sedangkan hal meringankan, terdakwa Bowo berlaku sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, mengakui bersalah, menyesali perbuatannya, dan telah mengembalikan uang hasil perkara ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: KPK dalami saksi soal pengangkutan barang di suap bidang pelayaran

Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk Bowo selama empat tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana.

Selain itu, Majelis Hakim juga memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK agar kelebihan uang terkait pengembalian uang yang disetor oleh Bowo sebesar Rp52.095.966 dikembalikan kepada Bowo.

Vonis itu berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan dakwaan kedua Pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Vonis tersebut lebih rendah atas tuntutan JPU KPK yang menuntut Bowo tujuh tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.

Atas vonis itu, baik JPU KPK dan Bowo menyatakan pikir-pikir.

Baca juga: Komisaris PT HTK dikonfirmasi aliran dana kepada Bowo Sidik

Dalam dakwaan pertama, Bowo dinilai terbukti menerima hadiah, yaitu uang sejumlah 163.733 dolar AS dan Rp311.022.932 dari General Manager Komersial PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasty dan Direktur Utama PT HTK Taufik Agustono.

Pemberian itu ditujukan agar Bowo membantu PT HTK mendapat pekerjaan pengangkutan dari PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG), anak perusahaan BUMN PT Pupuk Indonesia (Persero).

Bowo Sidik beberapa kali bertemu dengan Direktur Utama PT PIHC Aas Asikin Idat dan Direktur Pemasaran PT PIHC Achmad Tossin Sutawikara agar membatalkan pemutusan kontrak PT Kopindo Cipta Sejahtera (KCS) dan PT HTK sehingga kapal MT Griya Borneo dapat kembali digunakan.

Selanjutnya dilakukan pertemuan teknis dan internal PT HTK dan PT PILOG pada 12 Desember 2017 yang dituangkan dalam notulen antara PT PILOG dan PT HTK yang isinya "sepakat untuk bersinergi di bidang pemasaran/marketing kapal, sepakat utilisasi dan pembentukan tim di mana Asty menjadi ketua tim PT HTK."

Baca juga: Perantara suap Bowo Sidik, Indung Andriani, divonis 2 tahun penjara

Kesepakatannya adalah kapal PT HTK bernama MT Griya Borneo berkapasitas 9.000 metrik ton dapat disewa PT PILOG untuk mengangkut amoniak dan kapal PT PILOG bernama MT PUpuk Indonesia berkapasitas 13.500 metrik ton dapat disewa PT HTK.

Kontrak antara PT HTK dan PT PILOG sendiri ditandatangani pada 12 Juni 2018 yang menjadi dasar pemberian "commitment fee" kepada Bowo Sidik sebesar 200 dolar AS per hari. Sedangkan kontrak 9 Juli 2018 menjadi dasar pemberian "commitment fee" untuk Bowo SIdik sebesar 1,5 dolar AS.

Dalam pembukuan PT HTK, pembayaran "fee" kepada Bowo dicatat pada pos port charges (biaya pelabuhan) atau miscelleaneus (biaya lain).

Rincian "commitment fee" kepada Bowo Sidik melalui Indung adalah pertama, 1 Oktober 2018 sebesar Rp221.522.932 terkait sewa kapal MT Pupuk Indonesia bulan Juni-Agustus. Uang diserahkan di RS Pondok Indah kepada Indung selanjutnya Bowo mengambil langsung uang "fee" tersebut.

Baca juga: KPK Panggil Komisaris PT IAE terkait suap bidang pelayaran

Kedua, pada 1 November 2018 sebesar 59.587 dolar AS terkait pengangkutan amoniak kapal MT Griya Borneo bulan Juli-September 2018 sebanyak 6 trip. "Fee" diserahkan Asty kepada Indung di hotel Grand Melia dan selanjutnya dibawa ke rumah Bowo di Cilandak untuk diserahkan ke istri Bowo bernama Budi Waluyanti.

Ketiga, pada 20 Desember 2018 sebesar 21.327 dolar AS untuk fee terkait sewa kapal MT Pupuk Indonesia September-Oktober 2018 untuk pengangkutan amoniak kapal MT Griya Borneo Oktober 2018 1 kali trip. Uang diserahkan Asty kepada Indung di hotel Grand Melia dan selanjutnya dibawa ke kantor PT IAE dan diambil langsung oleh Bowo.

Keempat, pada 26 Februari 2018 sebesar 7.819 dolar AS untuk pengangkutan amoniak kapal MT Griya Borneo November-Desember. Uang diserahkan kepada Indung di kantor PT HTK dan diantar ke rumah Bowo.

Kelima pada 27 Maret 2018 sebesar Rp98.449.000 merupakan fee kapal MT Pupuk Indonesia bulan Desember 2018. Uang rencananya diberikan kepada Indung di kantor PT HTK, sesaat menerima fee, Indung ditangkap petugas KPK.

Baca juga: Bowo Sidik minta jaksa KPK hadirkan Mendag Enggartiasto

Dengan demikian, fee seluruhnya yang sudah diterima Bowo Sidik Pangarso berjumlah 158.733 dolar AS dan Rp311.022.932 (senilai total sekitar Rp2,568 miliar).

Bowo juga terbukti menerima Rp300 juta dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera Lamidi Jimat karena telah membantu menagihkan pembayaran utang ke PT Djakarta Lloyd dan membantu PT Ardila mendapatkan pekerjaan penyediaan BBM jenis Marine Fuel Oil kapal-kapal PT Djakarta Lloyd.

Dalam dakwaan kedua, Bowo dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar 700 ribu dolar Singapura (sekitar Rp7,189 miliar) dan Rp600 juta yang digunakan untuk biaya kampanye sebagai calon anggota DPR dari Jawa Tengah.

Rincian penerimaan uang tersebut adalah pertama, pada sekitar awal 2016 Bowo menerima 250 ribu dolar Singapura karena mengusulkan Kabupaten Kepulauan Meranti mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik APBN 2016.

Baca juga: Bupati Minahasa Selatan bantah serahkan uang ke Bowo Sidik

Kedua, pada sekitar tahun 2016 Bowo menerima 50 ribu dolar Singapura saat mengikuti acara Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Denpasar Bali untuk pemilihan ketua umum Partai Golkar periode 2016-2019.

Ketiga, pada 26 Juli 2017 Bowo menerima uang tunai sejumlah 200 ribu dolar Singapura dalam kedudukannya sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR yang sedang membahas Peraturan Menteri Perdagangan tentang Gula Rafinasi (Perdagangan Gula Kristal Rafinasi melalui Pasar Lelang Komoditas)

Keempat, pada 22 Agustus 2017 Bowo menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura di restoran Angus House Plaza Senawan dalam kedudukannya selaku wakil ketua Komisi VI DPR RI yang bermitra dengan PT PLN yang merupakan BUMN.

Pada awal 2019 Bowo meminta bantuan Ayi Paryana menukarkan uang sejumlah 693.000 ribu dolar SIngapura ke dalam mata uang rupiah secara bertahap sehingga totalnya mencapai Rp7,189 miliar (dengan kurs Rp10.410/dolar Singapura).

Baca juga: Saksi ungkap Bowo Sidik pernah minta jatah kuota impor gula

Bowo juga mengirimkan uang yang sudah diterima dari PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) kepada Ayi Paryana sebesar Rp840 juta sehingga total uang yang diserahkan Bowo kepada Ayi Paryana adalah sebesar Rp8,029 miliar.

Selanjutnya Ayi delapan kali menukarkan uang sebanyak Rp8 miliar itu ke bentuk pecahan Rp20 ribu ke Bank Mandiri dan mengantarkan uang tersebut ke kantor PT IAE miliki Bowo dan diterima Direktur PT IAE, Indung Andriani secara bertahap sebanyak delapan kali dimana setiap satu kali pengiriman adalah sebesar Rp1 miliar.

Selain penerimaan uang tersebut, pada sekitar Februari 2017, Bowo juga pernah menerima uang sejumlah Rp300 juta di Plaza Senayan dan pada 2018 menerima Rp300 juta di restoran di Cilandak Town Square dalam kedudukannya sebagai wakil Ketua Komisi VI DPR yang sedang membahas program pengembangan pasar dari Kementerian Perdagangan untuk Tahun Anggaran 2017. Uang Rp600 juta itu lalu digunakan untuk keperluan pribadinya.