Jakarta (ANTARA) - Pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa mengharapkan adanya manajemen penyimpanan beras yang lebih memadai di gudang milik Perum Bulog untuk menekan jumlah kerusakan beras.
Dwi Andreas dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, mengatakan manajemen penyimpanan beras ini dibutuhkan karena tata kelola "first in first out" beras tidak berjalan dengan optimal.
"Dalam komoditas pertanian, pembuangan tidak terhindarkan, karena beras mudah rusak. Dengan stok Bulog dua juta ton lebih, jumlah 20.000 ton rusak mungkin saja terjadi. Namun sebenarnya masih bisa ditekan jumlahnya,” ujarnya.
Hal tersebut diungkapkan Dwi Andreas dalam menanggapi rencana pembuangan beras 20.000 ton yang sudah mengalami penurunan mutu oleh Perum Bulog.
Menurut dia, berbagai langkah perbaikan bisa dilakukan Perum Bulog, terutama dalam manajemen barang pertama datang yang pertama keluar, pengaturan suhu dan lingkungan gudang, serta pengemasan beras.
Dwi Andreas menambahkan proses penyimpanan beras tersebut sangat penting, karena Perum Bulog dituntut bekerja secara profesional dalam mengelola beras sebagai bahan kebutuhan pokok masyarakat.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ferry Juliantono mengusulkan agar beras yang akan dimusnahkan itu segera dihibahkan saja.
"Hibahkan saja beras ke APPSI, nanti kami yang akan mengolah dan mendistribusikannya karena masih banyak yang butuh daripada dimusnahkan dan perlu anggaran negara yang besar," ujarnya.
Ferry mengatakan bahwa sistem inventory seharusnya bisa memberikan peringatan ketika stok beras berada di gudang lebih dari setahun dan penyimpanan gabah kering dilakukan di gudang yang lebih tahan lama.
Sebelumnya, Perum Bulog meminta pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran kepada BUMN pangan tersebut untuk kebijakan disposal stock atau pembuangan beras yang sudah mengalami penurunan mutu.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menyebutkan setidaknya ada 20.000 ton dari stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP), senilai Rp160 miliar dengan rata-rata harga pembelian Rp8.000 per kilogram, yang akan dimusnahkan.
"Ini yang jadi masalah. Dari pemerintah sudah ada (aturannya), di Kemenkeu belum ada anggaran. Ini kami sudah usulkan. Kami sudah jalankan sesuai Permentan, tetapi untuk eksekusi disposal anggaran tidak ada. Kalau kami musnahkan, gimana penggantiannya," kata Tri.
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), disebutkan bahwa CBP harus dilakukan disposal (pembuangan) apabila telah melampaui batas waktu simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi dan atau mengalami penurunan mutu.
Batas waktu simpan terhitung mulai CBP disimpan di gudang yang dikuasai Perum Bulog. Permentan tersebut mulai berlaku aktif pada Oktober 2018.
Baca juga: Direktur: Bulog masih kekurangan gudang penyimpanan beras
Baca juga: Bulog terapkan sistem penyimpanan beras modern
Pengamat harapkan manajemen penyimpanan beras Bulog lebih memadai
3 Desember 2019 18:50 WIB
Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa. (Foto Antaranews.com)
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019
Tags: