"Berkat modernisasi sistem pertanian, produksi pertanian meningkat, meskipun lahan pertanian di Jateng menyusut dalam lima tahun terakhir," katanya di Semarang, Selasa.
Menurut dia, penyusutan lahan pertanian tersebut berbanding terbalik jika dilihat dari produksi pertanian yang justru meningkat.
Ia menyebutkan jumlah petani di Jateng saat ini mencapai 2,88 juta dan mengelola lahan sawah sebesar 1.022.570,86 hektare. "Pada 2014 petani hanya bisa menghasilkan 5,3 ton gabah kering giling per hektare, sedangkan saat ini bisa memproduksi 5,8 ton," ujarnya.
Baca juga: Kementan ingatkan petani milenial kuasai teknologi pertanian 4.0
Dengan total lahan pertanian seluas 1,002 hektare itu, Suryo mengatakan para petani bisa memproduksi 9,8 juta ton gabah kering giling atau 6,9 juta ton beras dan capaian itu jauh lebih besar dibanding produksi 2014 yang hanya 9,6 juta ton padahal lahannya lebih luas, yakni 1,8 juta hektare.
"Kuncinya di modernisasi (sistem pertanian, red), kalau dulu masih manual makanya produksinya rendah. Modernisasi itu dilakukan dari pemanfaatan bibit unggul, pupuk, penggunaan alat mesin pertanian sampai digitalisasi sistem pertanian," katanya.
Saat ini jumlah total alat mesin pertanian yang dimanfaatkan petani Jateng tercatat sebanyak 447.192 unit yang terdiri dari 14 jenis seperti transplanter sebanyak 1.536 unit, power Werder 1.242 unit, power teaser 13.487 unit, dryer 440 unit, dan RMU sebanyak 20.494 unit.
"Ternyata itu lebih efektif, selisih panennya sangat banyak. Secara riil jika kita lihat produksi meningkat karena petani Jateng respon terhadap modernisasi sangat tinggi terutama dalam pemakaian benih unggul," katanya.
Selain pemanfaatan bibit unggul dan penggunaan alat mesin pertanian, Suryo mengakui peran petani milenial berdampak positif pada penerapan sistem pertanian modern tersebut.
Baca juga: Sejumlah komoditas pangan di Jateng alami surplus
Saat ini petani milenial Jateng sebanyak 975 ribu atau 33,7 persen, sedangkan petani usia di atas 50 tahun sebanyak 64,3 persen, kemudian petani milenial dengan pendidikan sarjana sekitar 2 persen diantaranya.
"Sekarang kami konsentrasi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) petani milenial. Di sektor hulu mereka sudah bagus, yang perlu kami perbaiki adalah di sektor hilir," ujarnya.