Dirjen paparkan kendala pengembangan EBT dihadapan DPR
3 Desember 2019 16:39 WIB
Komisi VII DPR dan Ditjen EBTKE gelar RDP membahas pengembangan capaian energi baru terbarukan di Jakarta, Selasa (3/12/2019). (Antara/Afut Syafril)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Sutijastoto memaparkan beberapa kendala pengembangan EBT di Indonesia di hadapan anggota DPR Komisi VII.
"Lahan adalah kendala utama, sebab beberapa sumber energi baru membutuhkan tempat yang luas, energi panel surya misalnya," kata Sutijastoto saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Selasa.
Selain lahan, kesulitan akses pada teknologi juga salah satu tantangan yang menyebabkan kendala pengembangan.
Baca juga: Pemerintah diminta optimalkan EBT perkuat ketahanan energi nasional
Ketiga adalah harga keekonomian, untuk panas bumi bagian Indonesia wilayah timur bukanlah kendala berarti, namun ketersediaan transmisi energi menjadi hal yang harus dibenahi terlebih dulu.
Data dari PLN sendiri, terhitung hingga bulan oktober 2019 PLN berhasil membangun pembangkit EBT dengan total kapasitas 7.435 MW (Mega Watt).
Per Oktober 2019, PLN telah mengelola kapasitas pembangkit EBT sebesar 12,1 persen dari total bauran seluruh energi pembangkit.
Baca juga: Pengusaha dukung pemerintah jembatani jarak harga EBT
PLN berkomitmen dalam memenuhi target bauran EBT sebesar 23 persen di 2025, hingga Oktober 2019 telah membangun sekitar 7 ribu MW pembangkit EBT atau sekitar 12 persen lebih dari total bauran energi pembangkit.
Adapun jumlah 12,1 persen bauran EBT terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 4.711 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 1.979 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 58 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 131 MW, Pembangkit Listik Tenaga Mini Hidro (PLTM) 385 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Bio mass dan Sampah (PLT Bio/Sa) 171 MW.
Berdasarkan RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2019-2028, direncanakan bauran energi pada tahun 2025 akan menjadi 54,6 persen batubara, 22 persen gas alam (termasuk LNG), 23 persen EBT dan 0,4 persen BBM sesuai dengan kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan EBT dan gas, serta mengurangi pemakaian BBM.
Dalam usaha mencapai target bauran energi EBT 23 persen, diperlukan penambahan kapasitas EBT sebesar 16,7 GW yang pengembangannya tersebar di seluruh Indonesia seperti tertuang dalam RUPTL 2019-2028.
Di tahun ini (2019) diperkirakan terdapat tambahan Pembangkit EBT sebesar 481 MW yang berasal dari 27 proyek tersebar dari Sumatera sampai dengan Papua, capaian ini merupakan yang tertinggi dibandingkan pencapaian 5 tahun terakhir.
Hingga November 2019, terdapat sekitar 156 proyek EBT yang sudah dilakukan penandatanganan PPA (Power Purchase Agreement) dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dengan total kapasitas mencapai 3259 MW yang didominasi oleh pembangkit hidro dan panas bumi. PLN juga sedang melakukan proses pengadaan pembangkit EBT lainnya seperti PLTS Bali Barat (25 MW), PLTS Bali Timur (25 MW) dan PLTS Cirata (145 MW).
"Lahan adalah kendala utama, sebab beberapa sumber energi baru membutuhkan tempat yang luas, energi panel surya misalnya," kata Sutijastoto saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Selasa.
Selain lahan, kesulitan akses pada teknologi juga salah satu tantangan yang menyebabkan kendala pengembangan.
Baca juga: Pemerintah diminta optimalkan EBT perkuat ketahanan energi nasional
Ketiga adalah harga keekonomian, untuk panas bumi bagian Indonesia wilayah timur bukanlah kendala berarti, namun ketersediaan transmisi energi menjadi hal yang harus dibenahi terlebih dulu.
Data dari PLN sendiri, terhitung hingga bulan oktober 2019 PLN berhasil membangun pembangkit EBT dengan total kapasitas 7.435 MW (Mega Watt).
Per Oktober 2019, PLN telah mengelola kapasitas pembangkit EBT sebesar 12,1 persen dari total bauran seluruh energi pembangkit.
Baca juga: Pengusaha dukung pemerintah jembatani jarak harga EBT
PLN berkomitmen dalam memenuhi target bauran EBT sebesar 23 persen di 2025, hingga Oktober 2019 telah membangun sekitar 7 ribu MW pembangkit EBT atau sekitar 12 persen lebih dari total bauran energi pembangkit.
Adapun jumlah 12,1 persen bauran EBT terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 4.711 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 1.979 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 58 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 131 MW, Pembangkit Listik Tenaga Mini Hidro (PLTM) 385 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Bio mass dan Sampah (PLT Bio/Sa) 171 MW.
Berdasarkan RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2019-2028, direncanakan bauran energi pada tahun 2025 akan menjadi 54,6 persen batubara, 22 persen gas alam (termasuk LNG), 23 persen EBT dan 0,4 persen BBM sesuai dengan kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan EBT dan gas, serta mengurangi pemakaian BBM.
Dalam usaha mencapai target bauran energi EBT 23 persen, diperlukan penambahan kapasitas EBT sebesar 16,7 GW yang pengembangannya tersebar di seluruh Indonesia seperti tertuang dalam RUPTL 2019-2028.
Di tahun ini (2019) diperkirakan terdapat tambahan Pembangkit EBT sebesar 481 MW yang berasal dari 27 proyek tersebar dari Sumatera sampai dengan Papua, capaian ini merupakan yang tertinggi dibandingkan pencapaian 5 tahun terakhir.
Hingga November 2019, terdapat sekitar 156 proyek EBT yang sudah dilakukan penandatanganan PPA (Power Purchase Agreement) dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dengan total kapasitas mencapai 3259 MW yang didominasi oleh pembangkit hidro dan panas bumi. PLN juga sedang melakukan proses pengadaan pembangkit EBT lainnya seperti PLTS Bali Barat (25 MW), PLTS Bali Timur (25 MW) dan PLTS Cirata (145 MW).
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: