Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengatakan Peraturan Menteri Agama No 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim tidak memberi sanksi bagi yang tidak melakukan registrasi.

"Dalam Pasal 6, sengaja kita gunakan diksi 'harus' bukan 'wajib'. Kata 'harus' sifatnya lebih ke administratif sedangkan 'wajib' berdampak sanksi," kata Zainut kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Dengan begitu, dia menegaskan tidak ada sanksi bagi majelis taklim yang tidak mau mendaftar.

Baca juga: Haedar Nashir minta pemerintah tak berlebihan mengatur majelis taklim

Untuk itu, Zainut meminta masyarakat tidak perlu resah dengan adanya PMA tentang Majelis Taklim. Alasannya semangat PMA adalah memfasilitasi layanan publik dan pengaturan basis data registrasi Kemenag.

Lewat skema itu, lanjut dia, masyarakat mengetahui tata cara untuk membentuk majelis taklim dan Kemenag memiliki data majelis taklim dengan baik.

Dia mengatakan terdaftarnya majelis taklim akan memudahkan Kementerian Agama dalam melakukan koordinasi dan pembinaan.

Pembinaan itu, kata dia, adalah memberikan penyuluhan dan pembekalan materi dakwah, penguatan manajemen dan organisasi, peningkatan kompetensi pengurus, pemberdayaan jamaah dan lain sebagainya.

"Termasuk juga pemberian bantuan pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD. Untuk keperluan tersebut PMA ini bisa dijadikan dasar atau payung hukumnya," katanya.

Baca juga: Soal PMA Majelis Taklim, Wapres Ma'ruf: Supaya tidak ada yang radikal

Hal ini, kata dia, tentu perlu ada database Kemenag untuk mengetahui majelis taklim yang sudah terdaftar dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wamenag mengatakan PMA tersebut bisa menjadi panduan masyarakat saat akan membentuk majelis taklim. Misalnya, salah satu persyaratan untuk mendirikan majelis taklim adalah jamaah. Dalam regulasi ini diatur jumlahnya minimal 15 orang.

"Hal ini supaya majelis taklim yang dibentuk itu benar-benar ada jamaahnya, semakin banyak jamaahnya tentu semakin baik," kata dia.

Selain soal jamaah, kata dia, persyaratan lainnya adalah ustadz, pengurus, sarana tempat/domisili dan materi. Semua dijelaskan dalam PMA sebagai pedoman publik.

Zainut mengatakan PMA itu arahnya memberikan fasilitas dan memudahkan koordinasi dalam pembinaan majelis taklim.

"Bukan bentuk intervensi negara dalam pengertian negatif tetapi justru untuk menguatkan peran, fungsi dan keberadaan majelis taklim," katanya.