Pemerintah ingin peningkatan hubungan ekonomi dengan AS, ini alasannya
3 Desember 2019 13:47 WIB
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir usai menerima delegasi United States-Association of South East Asian Nations Business Council (US-ABC) yang dipimpin Senior Vice President dan Regional Managing Director US-ABC Ambassador Michael W. Michalak di Jakarta, Selasa. (3/12/2019) (Humas Kemenko Perekonomian)
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengharapkan adanya peningkatan hubungan ekonomi dari sisi perdagangan maupun investasi dengan Amerika Serikat (AS).
Hal tersebut diungkapkan Iskandar di Jakarta, Selasa, usai menerima kunjungan dari delegasi United States-Association of South East Asian Nations Business Council (US-ABC) yang dipimpin Senior Vice President dan Regional Managing Director US-ABC Ambassador Michael W Michalak.
Pertemuan ini bertujuan untuk saling bertukar pandangan mengenai cara-cara meningkatkan hubungan business to government (B2G) yang lebih positif, membuat lingkup aturan yang lebih kompetitif, dan membentuk ekosistem bisnis yang lebih berkualitas di Indonesia.
AS merupakan mitra dagang ketiga terbesar untuk Indonesia setelah China dan Jepang, dengan nilai perdagangan bilateral mencapai 28,6 miliar dolar AS pada 2018 atau naik 10,42 persen dari 2017 serta investasi langsung sebesar 1,2 miliar dolar AS untuk 572 proyek.
Iskandar mengatakan data tersebut tidak serta merta mencerminkan potensi kerja sama ekonomi kedua negara yang sangat besar, termasuk dalam bidang teknologi.
"Jadi, untuk memperluas kerja sama perdagangan, kita harus berfokus pada usaha kolaboratif untuk mencapai nilai perdagangan sebesar 60 juta dolar AS dalam jangka waktu lima tahun ke depan, terutama dalam industri komplementer," katanya.
Saat ini pemerintah berupaya untuk mendorong kinerja perdagangan dan investasi dengan melakukan berbagai strategi dan memberikan kemudahan kepada pelaku usaha luar negeri maupun domestik.
Pertama, meluaskan pasar ekspor melalui perjanjian perdagangan dengan mitra dagang semisal Eropa, Afrika, ASEAN, dan enam negara lainnya (China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru).
Kedua, mengeliminasi regulasi yang berpotensi menghambat masuknya investasi melalui Omnibus Law, guna meningkatkan iklim investasi dan daya saing Indonesia.
Inti dari Omnibus Law adalah mengubah mekanisme perizinan bisnis dari Licensed Based Approach menjadi Risk-Based Approach (RBA), sehingga calon investor dapat lebih cepat dalam mendapatkan izin bisnis.
Ketiga, mendukung perekonomian melalui reformasi struktural, yang dapat bermanfaat dalam mengatasi tantangan disrupsi teknologi global dan dan Revolusi Industri 4.0.
Baca juga: Dolar jatuh, terseret data ekonomi AS yang suram
Baca juga: Harga emas jatuh, investor cerna data ekonomi AS dan China
Hal tersebut diungkapkan Iskandar di Jakarta, Selasa, usai menerima kunjungan dari delegasi United States-Association of South East Asian Nations Business Council (US-ABC) yang dipimpin Senior Vice President dan Regional Managing Director US-ABC Ambassador Michael W Michalak.
Pertemuan ini bertujuan untuk saling bertukar pandangan mengenai cara-cara meningkatkan hubungan business to government (B2G) yang lebih positif, membuat lingkup aturan yang lebih kompetitif, dan membentuk ekosistem bisnis yang lebih berkualitas di Indonesia.
AS merupakan mitra dagang ketiga terbesar untuk Indonesia setelah China dan Jepang, dengan nilai perdagangan bilateral mencapai 28,6 miliar dolar AS pada 2018 atau naik 10,42 persen dari 2017 serta investasi langsung sebesar 1,2 miliar dolar AS untuk 572 proyek.
Iskandar mengatakan data tersebut tidak serta merta mencerminkan potensi kerja sama ekonomi kedua negara yang sangat besar, termasuk dalam bidang teknologi.
"Jadi, untuk memperluas kerja sama perdagangan, kita harus berfokus pada usaha kolaboratif untuk mencapai nilai perdagangan sebesar 60 juta dolar AS dalam jangka waktu lima tahun ke depan, terutama dalam industri komplementer," katanya.
Saat ini pemerintah berupaya untuk mendorong kinerja perdagangan dan investasi dengan melakukan berbagai strategi dan memberikan kemudahan kepada pelaku usaha luar negeri maupun domestik.
Pertama, meluaskan pasar ekspor melalui perjanjian perdagangan dengan mitra dagang semisal Eropa, Afrika, ASEAN, dan enam negara lainnya (China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru).
Kedua, mengeliminasi regulasi yang berpotensi menghambat masuknya investasi melalui Omnibus Law, guna meningkatkan iklim investasi dan daya saing Indonesia.
Inti dari Omnibus Law adalah mengubah mekanisme perizinan bisnis dari Licensed Based Approach menjadi Risk-Based Approach (RBA), sehingga calon investor dapat lebih cepat dalam mendapatkan izin bisnis.
Ketiga, mendukung perekonomian melalui reformasi struktural, yang dapat bermanfaat dalam mengatasi tantangan disrupsi teknologi global dan dan Revolusi Industri 4.0.
Baca juga: Dolar jatuh, terseret data ekonomi AS yang suram
Baca juga: Harga emas jatuh, investor cerna data ekonomi AS dan China
Pewarta: Satyagraha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: