Jakarta (ANTARA) - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) merencanakan perpanjangan jalur Moda Raya Terpadu (MRT) sampai ke Stasiun Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten, dari yang sebelumnya hanya sampai Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Direktur Prasarana BPTJ Edi Nursalam mengatakan perpanjangan rute MRT ini untuk mengakomodasi tingginya pergerakan orang di wilayah Jabodetabek untuk menggunakan angkutan umum. BPTJ mencatat pergerakan orang di wilayah Jabodetabek mencapai 88 juta per hari pada 2018.

"Kami juga sudah merencanakan perpanjangan MRT dari Lebak Bulus, sedikit lagi sudah sampai Tangerang Selatan. PT MRT sendiri sudah melakukan studi untuk perpanjangan dari Lebak Bulus sampai Rawa Buntu, melewati Pondok Cabe," kata Edi pada jumpa pers Akhir Tahun BPTJ di Jakarta, Senin.

Baca juga: MRT Jakarta tawarkan lima hak penamaan stasiun di 2020

Edi menjelaskan saat ini studi lebih lanjut tengah dilakukan oleh PT MRT Jakarta dan perusahaan konsultan asal Jepang untuk perpanjangan rute dari Lebak Bulus, Pondok Cabe, sampai Rawa Buntu, Tangerang Selatan.

BPTJ juga meminta agar para pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kota Tangerang Selatan dapat menyiapkan titik-titik yang akan dikembangkan menjadi kawasan Transit Oriented Development (TOD).

Kawasan TOD yang ditetapkan sebaiknya terletak dekat dengan stasiun KRL, maupun stasiun yang nantinya akan dilewati oleh MRT.

Saat ini, BPTJ telah mengeluarkan lima rekomendasi TOD, dari 54 titik TOD di Jabodetabek sesuai Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta (RITJ).

Kelima rekomendasi TOD, tersebut terletak di Dukuh Tas, Grandhika City (Bekasi Timur), Cikarang-Jababeka (Bekasi), Gunung Putri (Bogor) dan Rawa Buntu (Tangerang).

"TOD ini penting sekali, kita mendorong pemda untuk menetapkan kawasan TOD dan menyusun 'roadmap' karena konsep ini akan mengutamakan penggunaan angkutan umum, daripada kendaraan pribadi," kata Edi.

Baca juga: Merancang pola MRT Jakarta yang berkelanjutan
Baca juga: Menakar probabilitas MRT Jakarta beroperasi tanpa subsidi