Jakarta (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat Destructive Fishing Watch (DFW) mengajarkan mengenai indikator terkait potensi kerja paksa serta tindak pidana perdagangan orang bagi taruna perikanan di Akademi Perikanan Bitung, Sulawesi Utara.

"Kerja paksa modern masih terjadi di sektor perikanan tangkap dengan modus seperti kurangnya informasi tentang hak-hak mereka di tempat kerja, pemotongan upah dan tidak adanya Perjanjian Kerja Laut," kata Koordinator Nasional DFW-Indonesia, Moh Abdi Suhufan, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin.

DFW-Indonesia dan lembaga Plan Indonesia bekerjasama dengan Akademi Perikanan Bitung melaksanakan kegiatan Sosialiasi dan Edukasi Indikator Forced Labour dan Trafficking In Person di gedung Akademi Perikanan Bitung pada 30 November 2019.

Baca juga: Pemerintah diminta atasi potensi praktik kerja paksa perikanan

Kegiatan ini merupakan dukungan SAFE Seas Project dalam upaya memberikan edukasi dan pencegahan praktik kerja paksa dan perdagangan orang pada sektor perikanan tangkap di wilayah Republik Indonesia.

Menurut Abdi Suhufan, mereka yang bekerja di atas kapal ikan dalam negeri dan di luar negeri sangat rentan mengalami kerja paksa dan menjadi korban perdagangan orang.

Oleh karena itu, ujar dia, upaya pencegahan melalui edukasi kepada calon awak kapal perikanan merupakan hal penting yang perlu dilakukan untuk memberikan bekal bagi mereka.

"Jika mereka sudah berangkat dan masuk dalam perangkap tempat bekerja di atas kapal, dan kemudian terjadi kasus maka upaya penyelesaian akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit," kata Abdi.

Baca juga: Kapuas Hulu - IOM gelar pelatihan penanganan perdagangan orang

Oleh karena itu, lanjutnya, sebelum menjadi korban, maka upaya pencegahan menjadi pilihan dan langkah penting untuk dilakukan.

Field Manager Destructive Fishing Watch Indonesia (DFW)-Indonesia untuk program SAFE Seas, Laode Hardiani mengatakan bahwa kegiatan edukasi ini bertujuan untuk memperkenalkan indikator kerja paksa dan perdagangan orang bagi taruna Akademi Perikanan Bitung.

"Banyak dari mereka belum mengetahui indikator kerja paksa dan perdagangan orang, tapi mereka sudah banyak mendengar kisah sedih yang dialami oleh awak kapal perikanan misalnya gaji yang tidak sesuai dan ketiadaan jaminan asuransi bagi pekerja” kata Laode.

Melalui kegiatan ini diharapkan ada penambahan wawasan bagi taruna akademi perikanan Bitung sehingga mereka mempunyai pemahaman yang baik tentang kondisi kerja serta hak dan kewajiban ketika bekerja di kapal perikanan.

Sementara itu, salah seorang peserta kegiatan edukasi, Arjuna mengatakan bahwa kegiatan ini sangat positif karena memberikan ilmu baru tentang kondisi bekerja di kapal perikanan. "Dengan kegiatan ini kami menyadari tantangan yang akan kami hadapi dan tidak akan tergiur dengan iming-iming bekerja di atas kapal perikanan jika tidak didasari kontrak kerja yang jelas," ucapnya.

Baca juga: Politeknik Kelautan Perikanan Bitung wisuda 117 taruna