Jakarta (ANTARA) - Mengikuti arus tren industri dalam era digital menjadi salah satu cara grup musik Slank agar tetap bertahan bahkan hingga 36 tahun sejak dibentuk.

"Dunia cepat banget berubah dan Slank mencoba untuk main surfing di ombak itu dan enggak bisa dilawan," kata pemain drum Slank, Bimbim, dalam jumpa pers "Slanking Forever 36 - Konser 36 Tahun Slank" di Jakarta, Kamis.

Slank menyadari tren masyarakat untuk mendengarkan musik saat ini melalui layanan streaming. Melalui layanan itu, setiap orang bebas memilih lagu apa yang ingin didengarkan tanpa harus membeli satu album penuh.

Baca juga: Slank rayakan ultah ke-36 dan malam tahun baru di GBK

Konsekuensinya, penjualan fisik album pun mulai ditinggalkan. Album fisik menjadi barang untuk koleksi saja.

"Pada era digital, orang dengerin musik seperti ke library. Dengerin terus pulang, sama kayak Spotify, kan gitu dan itu mempermudah kami. Dulu kalau, kami enggak punya channel dengan orang TVRI, Mampus lah kau! Elu tidak akan terkenal. Album enggak ada yang beli," kata Bimbim.

"Sekarang, dari ujung gunung asal upload di sosial media, bisa mendadak milliuner. Jadi, kami tetap harus ngikutin perubahan itu. Jangan dilawan, tapi diikutin," kata pemilik nama lengkap Bimo Setiawan Almachzumi itu.

Baca juga: Slank rayakan ultah ke-36 dan malam tahun baru di GBK

Selain mengikuti tren musik digital, pelantun "I Miss You But I Hate You" itu juga membuat mimpi atau target baru untuk diwujudkan setiap tahun.

"Yang pasti, setiap tahun harus punya mimpi baru, mimpinya harus sama. Yang paling sulit, menyatukan satu mimpi di sebuah kelompok. Karena kalau sudah punya, kami pasti kuat mengejarnya," ujar Bimbim.

"Kami sudah melakukan itu. Ada sesuatu yang kami cintai puluhan tahun. Sudah biasa, tapi harus ada ramuan apa lagi yang harus kami buat," kata vokalis Slank, Kaka.

Baca juga: Slank nilai staf khusus kepresidenan dan BTP kompeten