Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Harry Jogaswara mengatakan masyarakat adat perlu dilibatkan dalam rencana perpindahan ibu kota negara (IKN).

"Itu yang harus paling penting diperhatikan," kata Harry dalam Seminar Nasional Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara dan Implikasinya terhadap Kehidupan Sosial Penduduk di LIPI Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, meskipun meski belum jelas lokasinya, masyarakat adat biasanya hidup di dekat kawasan hutan. Oleh karena itu, klaim-klaim yang kemungkinan muncul dari masyarakat adat terkait perpindahan ibu kota harus segera diselesaikan.

Baca juga: LIPI kemukakan strategi cegah konflik terkait pemindahan ibu kota

Keterlibatan, katanya, dapat dilakukan melalui peraturan daerah mengenai pengakuan hak-hak mereka.

"Termasuk kalau mungkin ada keistimewaan. Misalnya kesultanan gimana pengaturannya harus jelas juga. Karena bagaimanapun berpengaruh di Kaltim kalau Kesultanan Kutai," ujarnya.

Secara hukum, pemerintah perlu membuat peraturan daerah (perda) tentang pengakuan hak-hak masyarakat adat.

"Kadang-kadang di lapangan agak blur. Ada yang hidupnya sudah dengan masyarakat yang bukan dari wilayah tersebut, sehingga harus betul-betul jelas siapa yang memang punya klaim terhadap wilayah adat tertentu. Ya, salah satunya melalui Perda," katanya.

Setelah ada pengakuan terhadap hak-hak mereka, pemerintah juga perlu memberikan pengakuan terhadap hutan adat.

"Jadi ada dua langkah untuk proses pengakuan itu," ujarnya.

Baca juga: LIPI: Calon pendatang di ibu kota baru harus punya modal