BPOM: E-registration percepat perizinan obat dan makanan
27 November 2019 20:12 WIB
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Lukito di Aula Kampus C, Universitas Airlangga, Surabaya, Rabu (27/11/2019). (ANTARA/Anom Prihantoro)
Surabaya (ANTARA) - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Lukito mengatakan sejumlah inovasi dilakukan BPOM untuk mempercepat proses perizinan obat dan makanan salah satunya melalui registrasi elektronik atau "e-registration".
"Digitalisasi terus kami kembangkan dan sudah dirasakan," kata Penny dalam kunjungan kerjanya di Surabaya, Rabu.
Dia mengatakan dengan digitalisasi layanan memicu percepatan pemberian izin dengan rasio mencapai hampir dua kali lipat dibanding saat sistem serba manual.
Kepala BPOM mengatakan digitalisasi itu seiring dengan proses penyederhanaan proses perizinan baik untuk obat, obat tradisional dan pangan.
Baca juga: Menkes cabut hak istimewa, BPOM "no comment"
"Saat ini sudah banyak percepatan dengan menurunnya pencapaian janji kinerja atau garis waktu untuk memberikan izin. Sekarang sudah cepat sekali. Tiga tahun lalu 50 persen, sekarang 90 persen bisa kita tepati janji waktu pelayanannya," katanya.
Selain digitalisasi, Penny mengatakan BPOM terus menempuh inovasi agar percepatan perizinan semakin baik tanpa meninggalkan kualitas dan persyaratan keamanan pangan.
Salah satunya, kata dia, dengan pendampingan pelaku usaha agar produknya dibuat sesuai standar keamanan pangan yang berkualitas.
"Kami terus melakukan berbagai hal dikaitkan dengan perizinan dan pendampingan dari 'clinical trial' dalam proses untuk mendapatkan izin edar dan produk-produk yang harus diuji dahulu. Untuk melihat aspek keamanannya, hajatnya, mutunya. Dan itu kami lakukan percepatan seperti untuk perizinan," kata dia.
Pendampingan untuk industri, kata dia, juga dilakukan seiring dengan proses hilirisasi riset yang dapat memicu hasil penelitian tidak hanya menjadi publikasi saja tapi menjadi produk terapan.
Baca juga: BPOM-Unair perbarui kemitraan mendorong riset terapan
"Kami mencari jalan celah untuk mempercepat perijinan yang dibuktikan dalam pendampingan hilirisasi produk riset menjadi produk komersil yang mempertemukan riset dengan produsen obat atau industri obat. Sehingga bisa hasil riset itu menjadi produk yang kongkrit diproduksi secara komersil," katanya.
Terobosan perizinan, kata dia, juga dilakukan dengan memotong tahapan tertentu untuk hal-hal khusus sesuai kebutuhan dengan legalisasi terbatas.
"Itu sudah dilakukan pendampingan yang dipercepat, misalnya untuk ijin edar yang masih melakukan uji klinik bisa kita potong dengan uji klinik tidak dilakukan sampai selesai, tapi mungkin berapa persen sudah bisa kita berikan izin edar, tapi 'restricted' untuk kepentingan tertentu," katanya.
Baca juga: Wacana Menkes pangkas mekanisme izin obat dipertanyakan Komisi IX DPR
"Digitalisasi terus kami kembangkan dan sudah dirasakan," kata Penny dalam kunjungan kerjanya di Surabaya, Rabu.
Dia mengatakan dengan digitalisasi layanan memicu percepatan pemberian izin dengan rasio mencapai hampir dua kali lipat dibanding saat sistem serba manual.
Kepala BPOM mengatakan digitalisasi itu seiring dengan proses penyederhanaan proses perizinan baik untuk obat, obat tradisional dan pangan.
Baca juga: Menkes cabut hak istimewa, BPOM "no comment"
"Saat ini sudah banyak percepatan dengan menurunnya pencapaian janji kinerja atau garis waktu untuk memberikan izin. Sekarang sudah cepat sekali. Tiga tahun lalu 50 persen, sekarang 90 persen bisa kita tepati janji waktu pelayanannya," katanya.
Selain digitalisasi, Penny mengatakan BPOM terus menempuh inovasi agar percepatan perizinan semakin baik tanpa meninggalkan kualitas dan persyaratan keamanan pangan.
Salah satunya, kata dia, dengan pendampingan pelaku usaha agar produknya dibuat sesuai standar keamanan pangan yang berkualitas.
"Kami terus melakukan berbagai hal dikaitkan dengan perizinan dan pendampingan dari 'clinical trial' dalam proses untuk mendapatkan izin edar dan produk-produk yang harus diuji dahulu. Untuk melihat aspek keamanannya, hajatnya, mutunya. Dan itu kami lakukan percepatan seperti untuk perizinan," kata dia.
Pendampingan untuk industri, kata dia, juga dilakukan seiring dengan proses hilirisasi riset yang dapat memicu hasil penelitian tidak hanya menjadi publikasi saja tapi menjadi produk terapan.
Baca juga: BPOM-Unair perbarui kemitraan mendorong riset terapan
"Kami mencari jalan celah untuk mempercepat perijinan yang dibuktikan dalam pendampingan hilirisasi produk riset menjadi produk komersil yang mempertemukan riset dengan produsen obat atau industri obat. Sehingga bisa hasil riset itu menjadi produk yang kongkrit diproduksi secara komersil," katanya.
Terobosan perizinan, kata dia, juga dilakukan dengan memotong tahapan tertentu untuk hal-hal khusus sesuai kebutuhan dengan legalisasi terbatas.
"Itu sudah dilakukan pendampingan yang dipercepat, misalnya untuk ijin edar yang masih melakukan uji klinik bisa kita potong dengan uji klinik tidak dilakukan sampai selesai, tapi mungkin berapa persen sudah bisa kita berikan izin edar, tapi 'restricted' untuk kepentingan tertentu," katanya.
Baca juga: Wacana Menkes pangkas mekanisme izin obat dipertanyakan Komisi IX DPR
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: