Ketua Umum PBNU menyampaikan aspirasi kiai NU soal pilpres langsung
27 November 2019 20:00 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (tengah) bersama Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah (kiri) berbincang dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, saat berkunjung ke Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama/pri.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) KH Said Aqil Siradj menyampaikan aspirasi kiai NU soal pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
Jika menimbang dan melihat mudarat dan manfaat pemilihan presiden langsung, kata KH Said Aqil, jelas terlihat itu berbiaya tinggi.
"Terutama biaya sosial ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam," ujar Ketua Umum PBNU itu, saat menerima silaturahmi pimpinan MPR ke Kantor PBNU Jakarta, Rabu.
Dia mencontohkan seperti kejadian sewaktu Pemilu Serentak 2019 lalu. "Keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat mengkhawatirkan. Apakah setiap lima tahun harus seperti itu," ujar KH Said Aqil.
Baca juga: F-Demokrat tolak amendemen UUD terkait mekanisme pemilihan presiden
Ia mengatakan para kiai dan ulama saat musyawarah nasional (munas) di Pondok Pesantren Kempek Cirebon tahun 2012, berpikir mengusulkan pemilihan presiden kembali kepada MPR RI demi kuatnya solidaritas persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.
Namun, KH Said Aqil menegaskan jika itu hanya suara kiai dan para alim ulama dan bukan suara Pengurus Tanfiziah (Dewan Pelaksana) PBNU.
"Itu suara kiai-kiai, bukan tanfiziah. Kalau tanfiziah, namanya konferensi besar (konbes) di bawah muktamar. Di NU begitu," kata KH Said Aqil.
Dia mengatakan, sama sekali tidak ada dorongan politik saat memutuskan hasil munas itu dan murni para kiai dan ulama memikirkan rakyat bangsa Indonesia.
Baca juga: Aktivis jaringan kampus siap kawal Sidang MPR RI 2020
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menanggapi usulan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama soal presiden kembali dipilih MPR RI. "Tidak ada politik praktis," kata dia.
Dia mengatakan PBNU menyerahkan sepenuhnya soal amendemen UUD 1945 terbatas atau menyeluruh dipilih sendiri oleh MPR RI. Tapi menurut dia, amendemen tersebut memang sebuah keharusan.
Hidayat Nur Wahid mengatakan akan menampung setiap aspirasi yang disebutkan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj.
"Iya itu usulan dari PBNU, dan beliau mengatakan tadi bahwa itu hanya hasil Munas NU pada tahun 2012 di Pesantren Kempek," ujar Hidayat.
Ia mengatakan jika MPR akan mengumpulkan, mendengarkan, mengkaji aspirasi agar akhirnya dapat dijadikan bahan mempertimbangkan keinginan rakyat Indonesia.
"Sehingga, alhamdulillah, anggota MPR dengan jumlah memadai kemudian mengusulkan perubahan terhadap UUD tersebut," ujar Hidayat Nur Wahid pula.
Baca juga: MPR dan Presiden sepakat dalami wacana amendemen UUD 45
Jika menimbang dan melihat mudarat dan manfaat pemilihan presiden langsung, kata KH Said Aqil, jelas terlihat itu berbiaya tinggi.
"Terutama biaya sosial ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam," ujar Ketua Umum PBNU itu, saat menerima silaturahmi pimpinan MPR ke Kantor PBNU Jakarta, Rabu.
Dia mencontohkan seperti kejadian sewaktu Pemilu Serentak 2019 lalu. "Keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat mengkhawatirkan. Apakah setiap lima tahun harus seperti itu," ujar KH Said Aqil.
Baca juga: F-Demokrat tolak amendemen UUD terkait mekanisme pemilihan presiden
Ia mengatakan para kiai dan ulama saat musyawarah nasional (munas) di Pondok Pesantren Kempek Cirebon tahun 2012, berpikir mengusulkan pemilihan presiden kembali kepada MPR RI demi kuatnya solidaritas persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.
Namun, KH Said Aqil menegaskan jika itu hanya suara kiai dan para alim ulama dan bukan suara Pengurus Tanfiziah (Dewan Pelaksana) PBNU.
"Itu suara kiai-kiai, bukan tanfiziah. Kalau tanfiziah, namanya konferensi besar (konbes) di bawah muktamar. Di NU begitu," kata KH Said Aqil.
Dia mengatakan, sama sekali tidak ada dorongan politik saat memutuskan hasil munas itu dan murni para kiai dan ulama memikirkan rakyat bangsa Indonesia.
Baca juga: Aktivis jaringan kampus siap kawal Sidang MPR RI 2020
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menanggapi usulan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama soal presiden kembali dipilih MPR RI. "Tidak ada politik praktis," kata dia.
Dia mengatakan PBNU menyerahkan sepenuhnya soal amendemen UUD 1945 terbatas atau menyeluruh dipilih sendiri oleh MPR RI. Tapi menurut dia, amendemen tersebut memang sebuah keharusan.
Hidayat Nur Wahid mengatakan akan menampung setiap aspirasi yang disebutkan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj.
"Iya itu usulan dari PBNU, dan beliau mengatakan tadi bahwa itu hanya hasil Munas NU pada tahun 2012 di Pesantren Kempek," ujar Hidayat.
Ia mengatakan jika MPR akan mengumpulkan, mendengarkan, mengkaji aspirasi agar akhirnya dapat dijadikan bahan mempertimbangkan keinginan rakyat Indonesia.
"Sehingga, alhamdulillah, anggota MPR dengan jumlah memadai kemudian mengusulkan perubahan terhadap UUD tersebut," ujar Hidayat Nur Wahid pula.
Baca juga: MPR dan Presiden sepakat dalami wacana amendemen UUD 45
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Tags: