Industri farmasi berupaya tekan impor bahan baku
27 November 2019 19:12 WIB
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memberikan keterangan pada wartawan usai melakukan pertemuan dengan pelaku industri farmasi dan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin (25/11/2019). (ANTARA/Aditya Ramadhan)
Jakarta (ANTARA) - Salah satu industri farmasi dalam negeri PT Dexa Medica berupaya menekan impor bahan baku, sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo sekaligus mengamankan devisa negara.
Executive Director Dexa Laboratories Biomolecular Sciences (DLBS) PT Dexa Medica Dr Raymond Tjandrawinata mengatakan ketergantungan terhadap bahan baku obat impor itu dapat dikurangi melalui riset farmatologi.
"Riset ini menggunakan tanaman dan hewan sebagai obat, dengan memanfaatkan keragaman hayati yang menjadi warisan nenek moyang kita,” kata Raymond lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.
Salah satu riset yang dilakukan DLBS adalah penemuan obat diabetes yang memanfaatkan keragaman hayati Indonesia, yakni tanaman Lagerstroemia speciosa (bungur) dan Cinnamomum burmannii (kayu manis).
Baca juga: Industri farmasi Indonesia diharapkan tidak tergantung bahan impor
Penelitian terhadap dua bahan alam asli Indonesia yang dikenal dengan nama DLBS 3233 ini, telah dilakukan sejak tahun 2005 oleh ilmuwan Indonesia di DLBS. Obat ini berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi ketergantungan bahan baku Metformin.
Untuk memastikan khasiat Inlacin tersebut, Raymond melakukan penelitian multicenter, yakni penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh para dokter ahli, di dua pusat wilayah yakni area pertama di area Jakarta dan Bandung sedangkan area kedua adalah Surabaya dan Indonesia Timur.
Menurut Raymond, impor bahan baku obat yang tidak bisa dibendung memiliki dampak ekonomi terhadap hilangnya devisa negara.
Baca juga: 90 persen bahan baku obat Indonesia masih impor
Pada 2012, Kementerian Perindustrian memperkirakan nilai impor bahan baku obat mencapai Rp 11,4 triliun, yang naik sebesar 8,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Impor bahan baku terbanyak saat ini berasal dari Tiongkok, India, dan kawasan Eropa. Tiongkok masih menjadi negara sumber pemasok terbesar kebutuhan bahan baku obat Indonesia, yakni mencapai Rp6,84 triliun, yang disusul India Rp3,42 triliun, dan Eropa Rp1,4 triliun.
Tingginya ketergantungan impor bahan baku obat ini akibat tidak kuatnya industri kimia dasar di Indonesia. Kurangnya daya saing dan tingginya biaya dalam pengembangan industri kimia dasar menjadi faktor penyebab.
Selain itu, apabila industri kimia dasar hanya mengandalkan pasar farmasi nasional, kebutuhannya masih relatif kecil, hanya 0,3 persen hingga 0,4 persen dari pasar farmasi dunia.
“Kondisi ini tidak menguntungkan bagi industri kimia dasar dan harus mencari pasar ekspor yang saat ini sudah didominasi oleh Tiongkok, India, dan negara Eropa lainnya,” pungkas Raymond.
Executive Director Dexa Laboratories Biomolecular Sciences (DLBS) PT Dexa Medica Dr Raymond Tjandrawinata mengatakan ketergantungan terhadap bahan baku obat impor itu dapat dikurangi melalui riset farmatologi.
"Riset ini menggunakan tanaman dan hewan sebagai obat, dengan memanfaatkan keragaman hayati yang menjadi warisan nenek moyang kita,” kata Raymond lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.
Salah satu riset yang dilakukan DLBS adalah penemuan obat diabetes yang memanfaatkan keragaman hayati Indonesia, yakni tanaman Lagerstroemia speciosa (bungur) dan Cinnamomum burmannii (kayu manis).
Baca juga: Industri farmasi Indonesia diharapkan tidak tergantung bahan impor
Penelitian terhadap dua bahan alam asli Indonesia yang dikenal dengan nama DLBS 3233 ini, telah dilakukan sejak tahun 2005 oleh ilmuwan Indonesia di DLBS. Obat ini berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi ketergantungan bahan baku Metformin.
Untuk memastikan khasiat Inlacin tersebut, Raymond melakukan penelitian multicenter, yakni penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh para dokter ahli, di dua pusat wilayah yakni area pertama di area Jakarta dan Bandung sedangkan area kedua adalah Surabaya dan Indonesia Timur.
Menurut Raymond, impor bahan baku obat yang tidak bisa dibendung memiliki dampak ekonomi terhadap hilangnya devisa negara.
Baca juga: 90 persen bahan baku obat Indonesia masih impor
Pada 2012, Kementerian Perindustrian memperkirakan nilai impor bahan baku obat mencapai Rp 11,4 triliun, yang naik sebesar 8,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Impor bahan baku terbanyak saat ini berasal dari Tiongkok, India, dan kawasan Eropa. Tiongkok masih menjadi negara sumber pemasok terbesar kebutuhan bahan baku obat Indonesia, yakni mencapai Rp6,84 triliun, yang disusul India Rp3,42 triliun, dan Eropa Rp1,4 triliun.
Tingginya ketergantungan impor bahan baku obat ini akibat tidak kuatnya industri kimia dasar di Indonesia. Kurangnya daya saing dan tingginya biaya dalam pengembangan industri kimia dasar menjadi faktor penyebab.
Selain itu, apabila industri kimia dasar hanya mengandalkan pasar farmasi nasional, kebutuhannya masih relatif kecil, hanya 0,3 persen hingga 0,4 persen dari pasar farmasi dunia.
“Kondisi ini tidak menguntungkan bagi industri kimia dasar dan harus mencari pasar ekspor yang saat ini sudah didominasi oleh Tiongkok, India, dan negara Eropa lainnya,” pungkas Raymond.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: