Kelompok tani hutan bentuk Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial
27 November 2019 13:54 WIB
Ketua AP2SI Roni Usma Kusuma (ketiga kanan) dalam konferensi pers pembentukan AP2SI di Jakarta, Rabu (27/11) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 51 kelompok tani hutan (KTH) yang tersebar di 17 provinsi bersepakat untuk membentuk wadah bersama yang diberi nama Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial (AP2SI) untuk menguatkan pengelolaan perhutanan sosial
"Ini program bagus dari pemerintah yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, tapi kami selama ini masih merasa belum begitu greget. Judulnya percepatan program perhutanan sosial tapi kami rasakan di berbagai wilayah masih minimnya sosialisasi, fasilitas dan pendampingan," ujar Roni Usman Kusmana, yang dipilih menjadi Ketua AP2SI untuk periode 2019-2022, dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu.
Perwakilan dari KTH Jawa Barat itu merujuk kepada program Perhutanan Sosial yang merupakan prioritas pemerintah lewat Program Strategi Nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 56 Tahun 2018.
Baca juga: Baru 35 persen, pengelolaan hutan sosial di Sumsel
Program itu ditujukan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan lahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mengurangi konflik lahan dan membantu mengatasi kemiskinan sekaligus menimbulkan kesadaran menjaga hutan.
Sampai dengan Juni 2019, menurut data dari AP2SI, yang telah mengakses atau menerima izin perhutanan sosial seluas 165.468 hektare dengan 59.285 kepala keluarga sebagai pemanfaat dengan berbagai produk unggulan.
Untuk mendukung agar semakin banyak warga yang mendapatkan izin pemanfaatan hutan sosial, AP2SI meminta asistensi dari para pihak berwajib untuk memenuhi target lahan 12,7 juta hektare hutan sosial yang ditargetkan pemerintah.
"Sehingga kalau tadi baru mencapai target 25 persen, mudah-mudahan tahun berikutnya kita bisa berjalan dengan baik sehingga meningkat. Dukungan pihak pemerintah mudah-mudahan berjalan dengan baik sehingga mereka bisa mendorong ke kelompok lain yang belum mendapatkan akses," ujarnya dalam konferensi yang difasilitasi oleh WALHI tersebut.
Baca juga: 1.645 ha Hutan Adat di Kalimantan diserahkan pemerintah
"Ini program bagus dari pemerintah yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, tapi kami selama ini masih merasa belum begitu greget. Judulnya percepatan program perhutanan sosial tapi kami rasakan di berbagai wilayah masih minimnya sosialisasi, fasilitas dan pendampingan," ujar Roni Usman Kusmana, yang dipilih menjadi Ketua AP2SI untuk periode 2019-2022, dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu.
Perwakilan dari KTH Jawa Barat itu merujuk kepada program Perhutanan Sosial yang merupakan prioritas pemerintah lewat Program Strategi Nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 56 Tahun 2018.
Baca juga: Baru 35 persen, pengelolaan hutan sosial di Sumsel
Program itu ditujukan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan lahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mengurangi konflik lahan dan membantu mengatasi kemiskinan sekaligus menimbulkan kesadaran menjaga hutan.
Sampai dengan Juni 2019, menurut data dari AP2SI, yang telah mengakses atau menerima izin perhutanan sosial seluas 165.468 hektare dengan 59.285 kepala keluarga sebagai pemanfaat dengan berbagai produk unggulan.
Untuk mendukung agar semakin banyak warga yang mendapatkan izin pemanfaatan hutan sosial, AP2SI meminta asistensi dari para pihak berwajib untuk memenuhi target lahan 12,7 juta hektare hutan sosial yang ditargetkan pemerintah.
"Sehingga kalau tadi baru mencapai target 25 persen, mudah-mudahan tahun berikutnya kita bisa berjalan dengan baik sehingga meningkat. Dukungan pihak pemerintah mudah-mudahan berjalan dengan baik sehingga mereka bisa mendorong ke kelompok lain yang belum mendapatkan akses," ujarnya dalam konferensi yang difasilitasi oleh WALHI tersebut.
Baca juga: 1.645 ha Hutan Adat di Kalimantan diserahkan pemerintah
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: