Keterangan BPK belum jelaskan kaitan opini laporan keuangan dan PDTT
26 November 2019 23:54 WIB
Ilustrasi - Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto (tengah) didampingi Hakim MK Enny Nurbaningsih (kiri) dan Manahan MP Sitompul (kanan) memimpin jalannya sidang pengujian formil mengenai Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (19/11/2019). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Jakarta (ANTARA) - Keterangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) belum cukup jelas soal kaitan dengan opini laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah.
Dalam sidang uji materi UU BPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara Blucer Wellington Rajaguguk mengatakan PDTT dapat berupa pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif.
PDTT untuk mengevaluasi lebih mendalam kepatuhan manajemen sektor publik dalam mengelola sumber daya, sementara pemeriksaan investigatif dilakukan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara atau daerah dan/atau unsur-unsur pidana.
"Pemeriksaan keuangan dan PDTT memiliki perbedaan tujuan yang berakibat pada perbedaan metode, ruang lingkup dan fokus atas kedua pemeriksaan tersebut," tutur Blucer Wellington Rajaguguk.
Ia mengatakan kedua jenis pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Baca juga: Ma'ruf Amin minta hukum harus ditegakkan secara tegap
Dalam pendalaman, para hakim MK menilai penjelasan mengenai PDTT belum mengklarifikasi tujuan PDTT.
Hakim MK I Dewa Gede Palguna mempertanyakan kaitan antara opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan masih dimungkinkan untuk dilakukan PDTT.
"Pertanyaan awam, yang mungkin juga awam ditanyakan oleh pemohon, lho kalau sudah melalui proses analisis seperti itu (dalam opini, red.), apa lagi mau diperlukan dari PDTT? Mengapa mesti dibuka PDTT?" katanya.
Hakim MK lainnya, Enny Nurbaningsih menanyakan terkait dengan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, serta PDTT.
"Apakah ini sebetulnya satu sama lain berurutan, berkelindan, memiliki tali-temali dimulai, misalnya apakah dengan pemeriksaan keuangan terlebih dahulu karena memang 'core'-nya adalah pemeriksaan pengelolaan tanggung jawab keuangan negara, begitu ya, kemudian baru kemudian berikutnya?" katanya.
Untuk menjawab pendalaman dari para hakim, BPK diminta memberikan keterangan dalam sidang berikutnya.
Uji materi itu dimohonkan oleh Ahmad Redi dan Muhammad Ilham Darmawan yang berprofesi sebagai dosen serta Kexia Goutama yang merupakan mahasiswa.
Dalam permohonan, para pemohon mempersoalkan PDTT dalam Pasal 6 Ayat (3) UU BPK dan Pasal 4 Ayat (1) UU Pengelolaan Keuangan Negara dan menyebut pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga: UU MD3 digugat ke MK
Baca juga: Tiga gugatan revisi UU KPK yang tak serupa
Dalam sidang uji materi UU BPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara Blucer Wellington Rajaguguk mengatakan PDTT dapat berupa pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif.
PDTT untuk mengevaluasi lebih mendalam kepatuhan manajemen sektor publik dalam mengelola sumber daya, sementara pemeriksaan investigatif dilakukan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara atau daerah dan/atau unsur-unsur pidana.
"Pemeriksaan keuangan dan PDTT memiliki perbedaan tujuan yang berakibat pada perbedaan metode, ruang lingkup dan fokus atas kedua pemeriksaan tersebut," tutur Blucer Wellington Rajaguguk.
Ia mengatakan kedua jenis pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Baca juga: Ma'ruf Amin minta hukum harus ditegakkan secara tegap
Dalam pendalaman, para hakim MK menilai penjelasan mengenai PDTT belum mengklarifikasi tujuan PDTT.
Hakim MK I Dewa Gede Palguna mempertanyakan kaitan antara opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan masih dimungkinkan untuk dilakukan PDTT.
"Pertanyaan awam, yang mungkin juga awam ditanyakan oleh pemohon, lho kalau sudah melalui proses analisis seperti itu (dalam opini, red.), apa lagi mau diperlukan dari PDTT? Mengapa mesti dibuka PDTT?" katanya.
Hakim MK lainnya, Enny Nurbaningsih menanyakan terkait dengan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, serta PDTT.
"Apakah ini sebetulnya satu sama lain berurutan, berkelindan, memiliki tali-temali dimulai, misalnya apakah dengan pemeriksaan keuangan terlebih dahulu karena memang 'core'-nya adalah pemeriksaan pengelolaan tanggung jawab keuangan negara, begitu ya, kemudian baru kemudian berikutnya?" katanya.
Untuk menjawab pendalaman dari para hakim, BPK diminta memberikan keterangan dalam sidang berikutnya.
Uji materi itu dimohonkan oleh Ahmad Redi dan Muhammad Ilham Darmawan yang berprofesi sebagai dosen serta Kexia Goutama yang merupakan mahasiswa.
Dalam permohonan, para pemohon mempersoalkan PDTT dalam Pasal 6 Ayat (3) UU BPK dan Pasal 4 Ayat (1) UU Pengelolaan Keuangan Negara dan menyebut pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga: UU MD3 digugat ke MK
Baca juga: Tiga gugatan revisi UU KPK yang tak serupa
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: