Jakarta (ANTARA) - Pemulihan lingkungan atau bentang lahan perlu dilakukan dengan memandang dari berbagai perspektif yang ada di lapangan, menurut peneliti dari World Agroforestry Center (ICRAF) Indonesia Andree Ekadinata.
"Yang disebut sebagai lahan yang rusak itu definisinya berbeda-beda. Ada yang bilang rusak karena fungsi aliran sungai rusak, ada karena sudah tidak ada tutupan vegetasi, karena terbakar dan karena tanaman sudah tidak mampu berproduksi seperti sedia kala. Ada bermacam-macam tipe atau bentuk degradasi," ujar Andree ketika ditemui dalam lokakarya nasional aplikasi Urundata di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Aplikasi Urundata galang urunan warga untuk pemetaan lingkungan
Andree dan tim akhirnya mencoba memetakan upaya restorasi dalam tiga buah aspek yang pertama tingkat kerusakan dari bentang lahan, karena bervariasi mulai dari vegetasi hilang, terjadi erosi sampai dengan tercemar kimia berat.
Yang kedua adalah kebutuhan biaya karena upaya restorasi akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit dan dilakukan dalam jangka panjang apalagi jika tingkatan rusaknya parah, ujar dia.
Aspek ketiga adalah harapan kesuksesan, yang menurut Andree tergantung dari usaha dan keinginan dari berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan usaha pemulihan, meski harus menghabiskan waktu yang panjang.
Baca juga: Peneliti: Restorasi lingkungan harus disertai pencarian akar masalah
"Kami mencoba untuk melihat pada bagian mana saja ada variasi kerusakan bentuk-bentuk bentang alam di mana masing-masing variasi akan membawa kita ke opsi restorasi yang berbeda," ujar Andree.
Salah satu cara untuk mempelajari variasi bentang alam itu adalah dengan menggunakan citra satelit, yang salah satunya dapat digunakan dengan aplikasi yang diluncurkan Restore+, Urundata.
Urundata adalah pemetaan lingkungan dan pengguna mencari data citra bentang alam dengan hasil keterlibatan partisipasi, yang dibuat oleh Restore+, konsorsium yang terdiri dari dari ICRAF, WRI Indonesia, WWF Indonesia yang diprakarsai IIASA.
Peneliti: Pemulihan lingkungan perlu variasi perspektif
26 November 2019 18:31 WIB
Peneliti ICRAF Andree Ekadinata ketika ditemui dalam diskusi di Jakarta, Selasa (26/11) (ANTARA/Prisca Triferna)
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: