Pembangunan tanggul tsunami di Kota Palu telan dana Rp250 miliar
24 November 2019 18:46 WIB
Wakil Menteri PUPR, Jhon Wempi Wetipo (kiri kenakan rompi merah) didampingi Gubernur Sulteng, Longki Djanggola (kanan kenakan rompi hijau) memecahkan kendi kendi tanda dimulainya pembangunan rehalibitasi dan rekonstruksi jalan nasional dan non nasional Sulawesi Tengah serta Tanggul Laut Silebeta di Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi, Palu, Minggu sore (24/11). (ANTARA/Muhammad Arsyandi)
Palu (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memulai pembangunan tanggul tsunami atau tanggul penahan gelombang air laut di Kota Palu senilai Rp250 miliar bantuan dari Japan International Corporation Agency (JICA)
Tanggul tsunami yang menelan dana senilai Rp250 miliar itu dibangun di Teluk Palu sepanjang 7,2 kilometer dengan dana utang luar negeri tersebut diberi nama Tanggul Laut Silae, Lere, Besusu Barat dan Talise (Silebeta) karena dibangun di sepanjang empat kelurahan itu.
Pembangunan tanggul laut itu ditandai dengan pemecahan kendi tanda dimulainya pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan nasional dan non-nasional Sulawesi Tengah serta Tanggul Laut Silebeta oleh Wakil Menteri PUPR, Jhon Wempi Wetipo dan Gubernur Sulteng, Longki Djanggola di Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi, Palu, Minggu sore.
Baca juga: Komisi Kesra DPRD Palu suarakan pembentukan pansus rehab-rekon
"Tanggul laut yang dibangun untuk menghalangi air laut agar tidak masuk ke jalanan seperti sekarang dan sebagai antisipasi jika terjadi tsunami,"katanya dalam kesempatan itu.
Ia menyebut Tanggul Laut Silebeta akan dibangun setinggi tiga meter, mengingat ketinggian air laut maksimal di kawasan Teluk Palu mencapai 2,6 meter.
"Tadi sudah dijelaskan bahwa kawasan Teluk Palu terdampak tsunami yang dibangun tanggul laut akan lebih bagus dan lebih baik daripada sebelumnya," ujarnya.
Sementara jalan yang ditinggikan atau elevated road yang juga akan dibangun bersebelahan dengan tanggul laut setinggi enam meter. Lebih tinggi tiga meter daripada tanggul laut. Elevated road itu juga akan berfungsi sebagai mitigasi terhadap gelombang pasang air laut dan ancaman tsunami yang sewaktu-waktu bisa saja terulang.
Pembangunan tanggul laut yang diupayakan dapat selesai paling cepat setahun itu menelan anggaran Rp250 miliar.
"Sekarang jangan tanya anggaran karena kita bangun infrastruktur ini untuk masyarakat. Apa yang sekarang mampu kami kerjakan itu yang dilakukan,"ujarnya.
Sementara itu, Ketua Satgas Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto usai mengikuti acara itu menyebut pengerjaan pembangunan tanggul baru bisa dimulai paling cepat akhir Desember dan paling lambat awal 2020 sebab masih menyelesaikan tahap desain dan tender.
Ia memastikan akan memprioritaskan warga di tiga daerah terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi 2018 untuk dipekerjakan membangun tanggul laut tersebut
"Akan memprioritaskan warga terdampak bencana dalam mengerjakan pembangunan tanggul laut dan proyek rehabilitasi dan rekonstruksi terdampak bencana di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala," katanya.
Baca juga: Kemenkeu sediakan dana bagi TNI pendamping perbaikan rumah rusak Palu
Tanggul tsunami yang menelan dana senilai Rp250 miliar itu dibangun di Teluk Palu sepanjang 7,2 kilometer dengan dana utang luar negeri tersebut diberi nama Tanggul Laut Silae, Lere, Besusu Barat dan Talise (Silebeta) karena dibangun di sepanjang empat kelurahan itu.
Pembangunan tanggul laut itu ditandai dengan pemecahan kendi tanda dimulainya pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan nasional dan non-nasional Sulawesi Tengah serta Tanggul Laut Silebeta oleh Wakil Menteri PUPR, Jhon Wempi Wetipo dan Gubernur Sulteng, Longki Djanggola di Kelurahan Silae, Kecamatan Ulujadi, Palu, Minggu sore.
Baca juga: Komisi Kesra DPRD Palu suarakan pembentukan pansus rehab-rekon
"Tanggul laut yang dibangun untuk menghalangi air laut agar tidak masuk ke jalanan seperti sekarang dan sebagai antisipasi jika terjadi tsunami,"katanya dalam kesempatan itu.
Ia menyebut Tanggul Laut Silebeta akan dibangun setinggi tiga meter, mengingat ketinggian air laut maksimal di kawasan Teluk Palu mencapai 2,6 meter.
"Tadi sudah dijelaskan bahwa kawasan Teluk Palu terdampak tsunami yang dibangun tanggul laut akan lebih bagus dan lebih baik daripada sebelumnya," ujarnya.
Sementara jalan yang ditinggikan atau elevated road yang juga akan dibangun bersebelahan dengan tanggul laut setinggi enam meter. Lebih tinggi tiga meter daripada tanggul laut. Elevated road itu juga akan berfungsi sebagai mitigasi terhadap gelombang pasang air laut dan ancaman tsunami yang sewaktu-waktu bisa saja terulang.
Pembangunan tanggul laut yang diupayakan dapat selesai paling cepat setahun itu menelan anggaran Rp250 miliar.
"Sekarang jangan tanya anggaran karena kita bangun infrastruktur ini untuk masyarakat. Apa yang sekarang mampu kami kerjakan itu yang dilakukan,"ujarnya.
Sementara itu, Ketua Satgas Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto usai mengikuti acara itu menyebut pengerjaan pembangunan tanggul baru bisa dimulai paling cepat akhir Desember dan paling lambat awal 2020 sebab masih menyelesaikan tahap desain dan tender.
Ia memastikan akan memprioritaskan warga di tiga daerah terdampak gempa, tsunami dan likuefaksi 2018 untuk dipekerjakan membangun tanggul laut tersebut
"Akan memprioritaskan warga terdampak bencana dalam mengerjakan pembangunan tanggul laut dan proyek rehabilitasi dan rekonstruksi terdampak bencana di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala," katanya.
Baca juga: Kemenkeu sediakan dana bagi TNI pendamping perbaikan rumah rusak Palu
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: