La Paz (ANTARA) - Jaksa Agung Bolivia Juan Lanchipa pada Jumat mengatakan kantornya mulai menyelidiki mantan Presiden Evo Morales atas dugaan penghasutan dan terorisme, terkait dengan tuduhan pemerintahan sementara bahwa Morales menggerakkan kerusuhan sejak mundur dari jabatannya.

Menteri dalam negeri sebelumnya mengajukan pengaduan pidana terhadap mantan pemimpin sosialis tersebut, berdasarkan bukti yang dianggap palsu oleh Morales.

Baca juga: PBB ingatkan krisis Bolivia bisa jadi tak terkendali

Presiden sementara Jeanine Anez, mantan senator sekaligus oponen Morales, menghadapi gelombang demonstrasi dari para pendukung Morales sejak mengisi kekosongan kekuasaan pekan lalu.

Morales beserta wakilnya mundur di bawah tekanan pasukan keamanan dan massa anti pemerintah pada 10 November, di tengah laporan sengketa dalam pemilu 20 Oktober.

Morales pun angkat kaki ke Meksiko, yang memberinya suaka, dan mengaku ia digulingkan melalui kudeta. Sedikitnya 29 orang tewas akibat bentrokan dengan pasukan keamanan sejak pengunduran diri Morales.

Baca juga: Anggota Kongres Bolivia batalkan pemungutan suara mengenai Morales

Jaksa Agung Juan Lanchipa mengatakan Kementerian Luar Negeri akan meminta Meksiko memungkinkan Morales memberikan pernyataannya terkait status tersangka dirinya dalam penyelidikan tersebut. Penyelidikan itu berdasarkan pada sebuah video Menteri Dalam Negeri Arturo Murillo yang didistribusikan ke media pekan ini. Dalam video tersebut, seorang pria Bolivia terlihat sedang berbicara dengan seseorang melalui speakerphone yang tampaknya sedang mengarahkan rencana blokade jalan.

Murillo menyebutkan suara di speakerphone itu adalah Morales. Reuters tidak dapat memverifikasi keaslian video tersebut.

Baca juga: Rusia tuduh oposisi Bolivia picu gelombang kekerasan

Murillo mengatakan kepada awak media di depan kantor kejaksaan di La Paz pada Jumat: "Buktinya jelas. Kami sudah menyampaikan itu."

Morales tidak langsung dapat dihubungi untuk berkomentar. Ia mencuit di Twitter bahwa otoritas seharusnya menyelidiki kematian para demonstran bukan malah mengejar dirinya berdasarkan sebuah video, yang dianggapnya dibuat-buat.

Sumber: Reuters