Bandarlampung (ANTARA) - Pengamat ekonomi dan perbankan Lampung, Mustofa Endi Saputra Hasibuan, mengatakan kebijakan pemerintah menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 7 persen per tahun menjadi 6 persen per tahun, yang berlaku per tanggal 1 Januari 2020, memicu pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

"Kebijakan itu angin segar UMKM, lebih memicu dan terus memacu pertumbuhan bisnisnya," kata Mustofa dalam keterangan yang diterima di Bandarlampung, Jumat.

Mustofa yang juga menjabat sebagai Sekretaris LPNU (Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama) Lampung itu mendukung penuh upaya korektif Presiden Joko Widodo menugasi tim ekonomi kabinetnya agar terus membumikan percepatan program pengembangan UMKM melalui KUR sebagai pintu akses pembiayaan.

Dia menegaskan, langkah Presiden tersebut bukan saja sama sebangun dengan amanat konstitusi dan UU 20/2008 tentang UMKM, namun juga bentuk afirmasi keberpihakan.

"Seksama menurunkan suku bunga KUR jadi satu digit sejak 2017, komitmen kerakyatan Presiden Jokowi atas perkuatan skema, regulasi, sistem informasi, target sasaran pembiayaan programnya, kini seolah terus diliputi kesegeraan menengok hasil nyata yang masif dan terukur," ujar Endi.
Baca juga: Anggota DPR: Pastikan penyaluran KUR tepat sasaran

Dosen luar biasa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung itu menjelaskan, kebijakan terkait KUR itu juga mengakibatkan UMKM naik kelas dan neraca perdagangan pulih.

"Saya kira arah suasana kebatinan beliau ke sana," imbuh mantan Direktur Operasional Bank Lampung 2014-2018 itu dan menambahkan, arahan direktif Presiden telah dilandasi kalkulasi cermat dan matang.
Baca juga: Teten kelompokkan UMKM dalam koperasi permudah penyaluran KUR

"Pemerintah lewat Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM merilis angka 6 persen 12 November 2019 itu kado terindah menurut saya buat 59,2 juta UMKM Indonesia," tandas mantan Ketua Pembinaan UMKM Kadin Lampung itu.

Data Kemenko Perekonomian, upaya signifikan pemerintah mengubah sejumlah kebijakan KUR sejak 2015, signifikan pula hasilnya. Misalnya total realisasi akumulasi penyaluran KUR Agustus 2015-September 2019 Rp449,6 triliun, dengan outstanding Rp158,1 triliun.

Pada periode tersebut, total penerima KUR mencapai 18 juta debitur dengan 12 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak berulang. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) pun terjaga di kisaran 1,23 persen.

Endi menjelaskan, ke depan pemerintah perlu mempertajam prioritas skema KUR agar serapan KUR tersalur bisa lebih optimal. Sejauh ini, lanjutnya, pemerintah telah menetapkan 45 penyalur KUR terdiri atas 37 bank, lima lembaga keuangan bukan bank, dan tiga koperasi.
Baca juga: Ada KUR, peneliti sebut penyaluran kredit koperasi jadi tersendat

Endi mengusulkan ke depan, dari skema KUR Mikro; KUR Kecil (dulu ritel); KUR Khusus; KUR Multisektor; KUR penempatan TKI; KUR bagi masyarakat perbatasan; KUR optimalisasi Kelompok Usaha Bersama (KUBE), debitur pengusaha pemula terlebih sektor produksi diberi porsi khusus pola pelunasan kredit, tetap bersistem tanggung renteng dan tanpa mengurangi hak dan kewajibannya.

"Insentif bukan pada plafon kredit, melainkan fleksibilitasnya. Dari pada UMKM lari ke pinjaman online berbunga lebih tinggi. Saya kira UMKM yang notabene 99,9 persen dari total unit usaha di Tanah Air, kontribusi penyerapan tenaga kerjanya 96,9 persen dari total penyerapan tenaga kerja, dan kontribusi UMKM ini 60,34 persen terhadap PDB sesuai rilis BPS 2017, bakal makin lebih bergairah," tutup Ketua Korps Alumni Menwa Batalyon 201 Unila 2017-2020 ini.

Sebelumnya, usai rapat di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta (12/11), Menko Airlangga merilis anggaran KUR APBN 2020 naik jadi Rp190 triliun. Plafon maksimum KUR Mikro naik dari Rp25 juta jadi Rp50 juta.

Baca juga: Setelah menyalurkan UMi, Bukalapak nyatakan siap jadi penyalur KUR
Baca juga: Asosiasi optimistis realisasi premi meningkat setelah bunga KUR turun